Indah celingak-celinguk, sampai Pak Andi gurunya Fisika menegurnya. “Indah sedang cari apa?”
“Eh, a... aanu, Pak, tidak mencari apa-apa...”
“Kalau begitu fokus pada pelajaran ya. Nanti giliran ditanya tidak mengerti.”
“I.. Iya, Pak,”sahut Indah terbata-bata.
Otomatis Indah menegang. Ia mulai bergidik takut, tapi tidak tahu pada apa. Mendadak bulu kuduknya meremang. ‘Duh, ada apa nih,’ batin Indah.
* * *
Istirahat siang, Indah ke kantin dengan murung. Seluruh pikirannya tercurah untuk memikirkan siapa gerangan yang telah menimpuknya dengan kerikil-kerikil kecil. Dua kali untuk hari ini—dan itu sudah terjadi selama beberapa hari belakangan. Untung cuma kertas, kalau batu? Bukan tidak mungkin kepalanya pecah. Teman-teman tidak mungkin, Indah duduk di pojok paling belakang dan sendirian pula.
Saking melamunnya, Indah sampai tidak sadar menabrak Cak E. “Aw...” lenguh Indah, “Sori, Cak.” Begitu sadar yang ditabraknya adalah Cak E, penjaga kantin sekaligus penjaga sekolahnya yang berasal dari Surabaya.
Meskipun berasal dari Surabaya, Cak E tipikal orang lembut. Ia tidak marah-marah, tapi malah tersenyum. “Oalah, Neng Indah, hari gini ngelamun. Ada apa? Diputus cowoknya ya?”
“Enak aja diputus cowok,” sahut Indah agak ketus.
“Terus kenapa?”
Indah mencomot bakwan goreng yang terletak di meja kantin. Dua kali menggigit dan mengunyahnya cepat-cepat, Indah berkata, “Cak, es teh manis satu, sama soto ya. Kayak biasa.”
Dengan sigap dan lincah, Cak E sudah mengantarkan pesanan Indah. Kemudian, meletakkannya di atas mejanya. Sebelum Cak E beranjak, Indah segera melontarkan ceritanya. “Tadi aku ditimpuk, Cak.”
“Hah?! Ditimpuk siapa neng?” tanya Cak E.
Indah mengangkat bahunya yang seksi itu.
“Lho... lho... kok nggak tahu? Orang apa bukan?”
Indah menggeleng.
“Ah, orang kali...” sangka Cak E.
“Aku itu duduk paling pojok lho, Cak. Yang kena timpuk itu kepala aku bagian belakang. Terus siapa yang nimpuk aku?”
Cak E termenung selama beberapa saat, lantas, tersenyum.
“Kenapa tersenyum-senyum gitu, Cak?” tanya Indah curiga.
“Mau kabar baik apa kabar buruk?”
“Dua-duanya...”
“Hmmh, kabar baiknya aja deh. Yang nimpuk kamu itu cuma mau kenalan doang sama kamu.”
“Ihhh, siapa sih, Cak? Jangan main-main ya,” ancam Indah.
“Iya beneran. Kabar buruknya, yang nimpuk kamu itu tidak tampak alias hantu.”
Jleg. Jantung Indah terasa turun ke bawah dan rasanya semua tubuhnya mendadak panas dingin ketakutan.
“Ja... jaa.. di... yaaang ni..mmpuk... aa... aku...”
Cak E manggut-manggut. Indah terkejut begitu rupa, tidak menyangka kalau ternyata dirinya ditimpuk oleh hantu. Dan hantu itu berada di sebelahnya. Hiiii.... Meskipun bergidik ia mencoba tenang supaya sotonya bisa ia lahap habis, sayang jika tidak dihabiskan, sudah capek-capek dibeli. Setelah, pernyataan dari Cak E itu, obrolan berlangsung cepat dan meloncat-loncat. Tidak terasa bel masuk sudah berbunyi dan Indah membayar semua makanan dan minumannya. Ia pergi masuk ke kelas. Sebelum pergi, Cak E bilang, “Nggak perlu takut, Neng Indah, dia nggak ngganggu kok. Santai aja yah...”
Meskipun sudah dipesani Cak E begitu, Indah masih sedikit takut. Tapi, ia berpura-pura berani saja. Indah melihat bangkunya yang ada di sudut kelasnya. Tapi, memberanikan dirinya untuk duduk di sana. Hatinya masih bergidik dan merinding teringat cerita Cak E. Ia tidak begitu fokus dalam mengikuti pelajaran. Pikirannya melayang ke mana-mana.
Di saat dirinya tidak fokus begitu, dirinya melihat seorang bocah kecil masuk ke dalam kelas. Ia berlari-lari berkeliling memutari ibu guru Sofia—guru yang mengajar selepas istirahat—,kemudian berlari keluar lagi. Tapi, sebelum keluar bocah itu melambai ke arah Indah dan tersenyum, bahkan pakai kiss bay segala. Indah berteriak sekencang-kencangnya, “HANTUUUU!!!!”
Teman-teman dan ibu guru Sofia sontak terkejut mendengar teriakan Indah. Kemudian, segera menghampiri Indah, yang masih histeris. Ternyata ketika dihampiri, bukannya berhenti malah semakin kencang. Ibu Sofia pun berkata, “Indah kesurupan. Panggil Pak Manaf cepat.”
Setelah dipanggilkan Pak Manaf, Indah langsung sadarkan diri. Ia linglung ada di mana. Namun, orang-orang di sekitarnya memberitahunya kalau ia ada di UKS. Dan Pak Manaf pun segera membentengi Indah supaya tidak kemasukan lagi.
Indah pun menceritakan pengalamannya pada semuanya. Kemudian, Indah tidak diperbolehkan duduk di belakang lagi. Sementara, bangku dan meja yang sudah diduduki Indah dipindah di gudang dan tidak pernah digunakan lagi. Sejak kejadian itu, Indah tidak pernah ditimpuki dan kesurupan lagi.
0 komentar