Malam-malam, aku sama abangku yang tertua lagi main di ruang tamu. Sementara, babe-enyak lagi nonton tv. Dan adikku ragil lagi tidur. Sedang asyik-asyiknya menikmati suasana, tiba-tiba byar-pett lampu mati. Sesaat. Kemudian langsung menyala kembali. Byar-pett lagi, nyala lagi. Begitu berulang-ulang.
Segera babe menitahkan enyak supaya ke kamar adikku ragil waktu lampu mati lagi untuk ketiga kalinya. Otomatis sebagai anak-anak aku nanya dengan polos sama babe.
“Beh, ada apa siy? Kok lampunya hidup-mati?”
Babe diam saja. Malah menyuruh abangku ambil salib. Kami bermunajat kepada Tuhan. Di tengah-tengah bermunajat, aku melihat sesosok lelaki tinggi besar, memakai topi dan jeans. Tapi tubuhnya transparans. Aku mau teriak, bukan karena takut, mungkin karena kepolosan sebagai anak-anak. Namun, babe menyergah. Dia langsung meremas tanganku, menyuruh aku supaya konsen berdoanya. Aku menurut. Serampungnya berdoa, lampu tidak byar-pett lagi. Aku juga tak pernah melihat sesosok lelaki itu lagi.
0 komentar