Sunday, July 24, 2011

Hantu Kepala Manusia Dikira Duren

Kisah ini sudah lama sekali terjadi, yaitu tahun 1975. Yang mengalami adalah pamanku yang bekerja di TNI AD berpangkat letnan dua. Ketika itu ia bertugas di Jakarta. Malam itu pamanku tugas piket malam. Pulang dari markas menuju asrama TNI pukul 3 pagi. Sebelum pulang ke asrama dia ingat pesan istrinya untuk beli martabak di perempatan jalan. Pamanku terbiasa jalan kaki setiap pulang piket malam. Karena memang jarak antara markas dan asrama tidak begiru jauh. Apalagi untuk ukuran seorang perwira pertama seperti beliau. Begitu pun malam itu.

Sesampainya di perempatan, pamanku melihat para pedagang sudah tutup semua. Begitu juga tukang martabak langganannya. Mungkin karena hujan deras tadi sore yang baru berhenti beberapa saat yang lalu sehingga para pedagang yang biasanya ramai tidak satu pun yang buka. Kecewa melihat keadaan itu, pamanku memutar tubuhnya ke arah asrama. Saat itulah ia melihat sekilas sebuah benda di bawah tiang lampu. Iseng, ia hampiri benda itu dan ternyata sebuah durian yang cukup besar dan bulat.

Sejenak ia berpikir, mungkin ini durian yang jatuh dari mobil bak waktu mengangkut ke pasar atau punya pedagang yang jatuh karena terburu-buru di kejar hujan tadi sore. Berpikir begitu, ia putuskan mengambil durian itu. Ia yakin istrinya akan senang walaupun pesanan martabaknya tidak ia dapatkan. Setelah melihat kanan-kiri kalau-kalau ada orang melihat, ia ambil durian itu lalu bergegas meninggalkan perempatan tersebut. Sambil berjalan ia periksa durian itu dengan cara memijit-mijit kulit durian. “Kok, empuk sekali durian ini, jangan-jangan busuk. Tapi tidak, warnanya bagus kok. Ah biarlah,” begitu ia membatin.

Akan tetapi, baru saja ia beranjak sepuluh langkah meninggalkan tiang lampu, tiba-tiba seorang lelaki muda yang entah datang dari mana menegurnya: “Jangan dibawa pak, nanti yang punya nyari-nyari.” Kaget bukan kepalang, pamanku menghentikan langkahnya. Karena terkesima dengan kehadiran pemuda itu bercampur dengan rasa malu karena ditegur sedemikian, tanpa bicara sepatah katapun, ditaruhnya durian itu. Sedetik ia tertegun, lalu dengan cepat meninggalkan tempat itu. Yang ada di hatinya adalah rasa malu bercampur sedikit heran.

Sesampainya di asrama ia ceritakan kejadian itu pada istrinya. Bibiku tertawa mendengar cerita suaminya yang mendapat malu itu. Walaupun sebelum tidur ia bertanya sambil lalu, "Memangnya kalau durian sudah terlalu matang itu kulitnya empuk, Pap?" Pamanku tidak menjawab. Rupanya ia sudah lelap tertidur.

Paginya, bibiku yang baru pulang dari pasar tergopoh-gopoh bercerita kepada pamanku bahwa ada kecelakaan tragis di perempatan. Sebuah motor tabrakan dengan sebuah konteiner tadi malam yang menewaskan si pengendara motor. Tragisnya, pengendara motor yang masih muda itu tubuhnya hancur. Kepalanya putus dari tubuhnya. Anehnya, polisi menemukan kepalanya berada jauh terpisah dari tubuhnya yang berada persis di bawah tiang lampu. Seolah kepala itu ada yang memindahkannya beberapa saat setelah terjadi tabrakan maut tersebut.

Mendengar itu, pamanku mengerutkan alisnya. Bulu kuduknya tiba-tiba meremang. Dengan lirih ia berkata, "Jangan-jangan durian yang semalam itu…" [Chucky]

0 komentar