Wednesday, December 12, 2012

Cerpen Horor: Shelly, Kisah Misteri Rumah Kontrakan Baruku (Part I)

Aku mendengus, lantaran begitu banyak debu menempel di rumah ini. Sambil menutup hidungku dengan tangan kiri aku mengebas-ngebaskan kemoceng ke meja yang tampak berdebu. Tepat hari ini, secara resmi, aku pindah dari rumah kontrakan lama ke kontrakan baru – dan mulai menempatinya. Yeah, bukan rumah kontrakan mahal sih. Maklum, mahasiswa perantauan yang nyambi kerja jadi penjaga toko buku.

“Sepertinya rumah ini lama enggak ditinggali. Lihat saja, kusen pintu ini? Benar-benar sudah busuk. Pantas murah, enggak terurus,” tutur Sherry, teman yang bareng mengontrak denganku.

Aku diam. Tak menggubris pernyataan Sherryl. Memang benar, rumah kontrakan ini murah, dan yeah bapuk! Tapi, mau bagaimana lagi? Cuma rumah kontrakan ini yang sesuai dengan kocek kami. Satu juta rupiah berdua, per tahun. Rumahnya besar dan luas. Apalagi yang kurang? Mana ada zaman sekarang rumah kontrakan seperti ini disewakan dengan harga satu juta per tahun. Paling tidak 3 jutaan per tahun. Jadi, “sedikit bapuk” di beberapa tempat kupikir wajar dan bisa dimaklumi.

Aku beranjak dari ruang tamu menuju ruang tengah. Sementara, masih kudengar gerutuan Sherrl dari ruang tamu. Walaupun suka ngedumel, aku suka Sherryl. Dia teman yang baik dan menyenangkan. Banyak hal telah kami lakukan. Membuat kami selalu kompak, khususnya untuk hal-hal seperti ini.

Cerpen Horor: Shelly, Kisah Misteri Rumah Kontrakan Baruku (Part I)

Aku berdiri tegak. Memerhatikan sekeliling. Rumah kontrakan kami sudah tampak lebih cantik sekarang. Aku senang. Saat kulongok, ke ruang tamu pun, Sherryl juga sudah menyelesaikan bagiannya.

“Sherryl, aku mandi dulu ya,” setelah melihat jam yang sudah menunjukkan sekisaran pukul 11 siang. “Soalnya, aku mau siap-siap berangkat kerja.”

Tersenyum, Sherryl menengok ke arahku sambil mengacungkan jempol tengahnya yang berarti ‘SIP!!!’.

***

Aku pulang agak larut malam. Soalnya, setelah pulang kerja aku langsung kuliah. Di rumah aku pasti sendirian, soalnya Sherryl mulai berangkat kerja. Kebalikan denganku, Sherryl masuk kerja malam karena dia kerja di kafe sepulangnya kuliah.

Saat masuk ke rumah, aku merasakan hawa di dalamnya dingin. Tapi, aku tak memerhatikan itu. Kupikir itu efek dari sudah lamanya rumah kontrakan itu tak ditinggali. 

Selesai mandi, aku masuk ke kamarku. Tak banyak yang bisa kulakukan kalau tak ada teman. Nonton tv, bosan. Ah, mending baca komik One Piece saja di tempat tidur. Membuang waktu luang, syukur-syukur dengan begitu aku bisa tidur lebih cepat. Soalnya, besok aku masuk kuliah pagi. Tepat saat ingin membuka komik One Piece, aku melihat sebuah sinar dari dalam lemari yang terletak di pojok kamarku. Di kamarku ini masih ada lemari kecil peninggalan sebelumku tampaknya yang belum sempat kupindahkan. Aku menghampiri lemari itu dan membuka pintu lemari itu. Kutemukan sebuah buku using.

‘Buku apa ini?’ demikian pikirku.

Aku mengambil buku itu dan mulai membuka-bukainya. Karena tertarik, kubawa buku itu ke tempat tidur untuk kubaca lebih lanjut di sana. Halaman per halaman bisa kubaca dengan sempurna. Aku mengetahui bahwa itu adalah buku diary.

Saat membuka halaman 14, aku mendengar suara ribut – seperti cekcok mulut – dari luar kamar. Hal ini tepat seperti isi buku yang kubaca. Dengan perasaan yang campur aduk, aku keluar dari kamar dan keluar untuk melihat siapa yang sedang bertengkar di sana. Tapi, tak ada apapun di luar sana. Aku mengernyitkan dahi. Aneh. Mungkin ini halusinasiku. Biasalah, ketika membaca tulisan seseorang dengan lebih teliti aku suka merasa dalam kondisi cerita di dalam buku tersebut.

Aku masuk lagi, dan membaca buku ini lagi hingga akhirnya terlelap dengan sendirinya.

***

Bersambung...

4 komentar