Jum berasal dari sebuah kota kecil di jawa barat, tidak pernah berpikir sebelumnya ketika harus berangkat dan menjadi buruh migrant di Saudi. Seperti kebanyakan TKI lainnya Jum juga tidak pernah bercita-cita mengais rezeki jauh di negri orang. Bapaknya yang cuma petani penggarap sudah mulai sakit-sakitan, sementara Ibunya sudah lama mengeluhkan kakinya yang sering kejang-kejang.
Sam suaminya sejak Ded putra mereka berusia tiga bulan sudah meninggalkannya. Sam menjadi TKI di Malaysia. Tiga bulan pertama mereka masih berkomunikasi, tapi sejak bulan ketujuh sampai nyaris dua tahun ketika Jum memutuskan berangkat ke Saudi, Sam tidak pernah lagi berkabar. Sam seperti ditelan bumi.
Di Negri yang sama sekali asing dengan budaya yang sama sekali tidak dikenalnya. Beruntung Jum mendapatkan majikan yang boleh dibilang baik walau pada awalnya ada hambatan komunikasi. Sang Madam cerewet sedikit biasalah Jum bisa maklum, si madam tergolong orang yang ingin sempurna dalam banyak hal. Abuya begitu Jum biasa menyebut majikan lelakinya, seorang pekerja keras, tidak banyak omong lain dari kebanyakan orang Arab, bahkan Jum jarang sekali bertemu muka dengan majikan lelakinya ini.
Dua tahun lebih Jum mengabdi dengan keluarga arab ini. Hari ini Jum sudah berada di dalam perut burung besi raksasa yang akan mengantarkannya kembali ke tanah air. Jum dapat kesempatan cuti dari majikannya.
Dua hari sebelum kepulangannya Jum sempat telepon Ibunya lewat telepon genggam pak RT. Walau Jum melarang, Ibunya bersikeras ingin menjemputnya di Bandara bersama sepupunya yang menjadi sopir di satu pabrik di Jakarta. Ibunya akan membawa serta Ded yang kini berusia hampir empat tahun. Betapa Jum ingin segera memeluknya.
Pulang kampung mestinya pulang girang karena Jum akan segera bertemu Ded putra semata wayangnya. Jum juga akan bertemu dengan Ayah-Ibunya. Pulang cuti yang sekian lama diidamkannya dan ketika kesempatan itu ada justru Jum merasa terteror. Semakin dekat waktunya pesawat mendarat di Bandara Soetta, semakin membuat Jum gelisah.
Cerita-cerita perlakuan tidak manusiawi petugas di Bandara terhadap pekerja informal macam jum. Itu yang membuatnya was-was.
Minul yang bekerja pada sepupu majikannya sudah berpengalaman dua kali pulang cuti, pun Sutie yang bekerja pada Bibi majikannya. Keduanya sering bertemu jum saat ada pertemua keluarga majikannya. Keduanya sering bercerita tentang perlakuan buruk petugas Bandara Soetta terhadap PRT yang pulang cuti.
***
Pesawat mendarat dengan mulus jum tidak merasakan apa-apa selain kekhawatiran yang kian menjadi-jadi, padahal Jum tidak sendiri banyak diantara penumpang yang senasib dengannya sebagai PRT di Arab. Cuma saja satupun tidak ada yang dikenalnya Jum merasa asing Jum merasa sendiri.
Lepas dari antrian pemeriksaan passport yang menyebalkan. Jum mengikuti orang berdesakan menunggu koper kecil barang bawaannya. Tidak banyak yang dibawanya, selain beberapa potong bajunya, hanya dua stel pakaian untuk putranya dan sebuah gaun sederhana untuk ibunya.
Beberapa langkah dari pemeriksaan bea cukai Jum tidak mengira horror itu dimulai.
“Passport!” Sambil menghalangi langkah Jum mahluk berseragam itu menadahkan tangannya.
“Sudah diceplok disana tadi Pak” Jum berusaha menerobos hadangan makhluk didepannya. Jum ingin segera keluar seperti para penumpang perlente yang satu pesawat dengannya.
“Pasport!…” Bentak Hantu itu lagi mulai memperlihatkan taringnya.
Setelah membolak-balik passport Jum, Hantu satu itu berkata ketus “Kamu kesana…” sambil menunjuk rombongan yang nampaknya senasib dengan Jum, mereka sudah lebih dulu digiring oleh Hantu-hantu menyeramkan ini.
“Saya ada yang jemput Pak…..”
Percuma saja Jum berdalih tidak ada kompromi buat PRT macam Jum.
***
Cerita Sutie dan Minul ternyata benar, Terminal Besar ini ternyata memang cuma Istana Hantu. Jum bergidik dan makin ketakutan. Keringat dingin mulai bercucuran, wajahnya pucat bibirnya kelu.
Satu lagi Hantu berseragam menghampirinya, setengah memaksa menyeret kopernya.
Sirna sudah harapan segera bertemu Putra dan Ibunya. Hantu-hantu tersebut sudah memporak-porandakan segalanya.
Kecewa, marah, ketakutan dan kekhawatiran bercampur jadi satu. Hembusan pendingin udara samasekali tidak terasa, keringat terus membasahi pakaiannya tenggorokannya terasa kering. Badannya bergetar.
Cerita Sutie dan Minul yang menyeramkan terus muncul dalam ingatannya.
Jum ingat betul cerita Sutie: “Setiap TKI/PRT yang pulang ke tanah air dan melewati Bandara Soetta akan digiring ke Terminal 4 yang katanya khusus untuk TKI. Disana telah disiapkan travel yang akan mengantarkan yang bersangkutan ke alamatnya masing-masing dengan ongkos yang mencekik”.
Minul juga pernah bercerita bagaimana kurang ajarnya para sopir travel tersebut. Menaikan koper ke mobil saja mereka minta ongkos yang tidak masuk akal. Dan ketika tiba ditempat tujuan sopir tersebut masih minta tambahan uang lagi. Belum lagi pelecehan dari para kru travel terhadap para TKW tersebut. Dan banyak lagi cerita menyeramkan yang menimpa TKI/TKW.
***
Bandara megah ini mungkin kebanggaan buat banyak orang Indonesia. Tapi buat Jum dan kebanyakan para TKI/TKW alias Buruh Migran, Bandara Soetta tidak lebih dari Istana Hantu yang menakutkan. Jum berjalan gontai mengikuti dua mahluk yang menyeramkan itu menuju Terminal khusus TKI. Jum tidak bisa membayangkan Horor apalagi yang akan dihadapinya.
Penulis: Ahmad Saukani | Kompasiana | Pic
0 komentar