Sekilas, ya hanya sekilas, aku berhasil melihat belahan di dadanya dari kerah gaun "v" berwarna merah yang dia kenakan. Itu memang bukan poin utamanya. Yang jelas, kami mulai saling menyapa dan aku mengajaknya mengobrol sedikit menjauhi keramaian, mendekati kolam renang. Supaya obrolan kami tidak terganggu oleh hingar bingar suara musik.
"Aku tak menyukai keramaian. Ya, hanya memenuhi undangan temanku saja. Kamu sendirian?" tanyaku membuka obrolan untuk 'masuk' lebih intim.
"Sebagai gadis? Ya, aku sendirian," sahutnya dengan nada yang berlagak menggoda. Kemudian, menenggak bir dinginnya.
Aku yang memperhatikan hal tersebut segera menelan ludahku, jakunku naik turun. Bibir itu, ya bibir wanita itu, begitu penuh dan mantap sewaktu bertemu dengan botol bir. Menuangkan isinya sedikit demi sedikit ke dalam mulutnya. Aku lihat tenggorokannya ketika menelan isi bir dalam gerak slow motion. Dan kulihat lagi belahan dada itu. Pengaruh alkohol mengeluarkan sifat liarku sebagai laki-laki.
Dalam kondisi seperti ini diam berarti tidak mendapat apa-apa. Dan sebagai laki-laki yang baru saja keluar sifat aslinya, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kukeluarkan rayuan terromantisku.
"Maksudku, tidak ada teman laki-laki atau hmm... pacar yang mengantarmu malam ini?" tanyaku meneruskan jawabannya. Aku ingin tahu bagaimana reaksinya menanggapi maksudku.
"Ya. Tenang saja, aku bisa menemani kamu malam ini."
Ya, inilah maksudku sebenarnya. Gadis pintar. Kupikir dia juga memiliki ketertarikan yang sama denganku. Kulihat itu dari mimik wajahnya dan jawaban-jawaban yang diberikannya padaku.
"Berapa?"
"Hahaha..." gadis itu menertawai pertanyaanku, "Kamu tak perlu membayarku untuk itu. Aku juga menyukaimu, anak muda."
Sebuah ciuman kudaratkan pada bibirnya yang penuh itu. Cepat. Dia merespons apa yang kulakukan. Lalu, kuremas isi dari belahan dada itu satu per satu.
Gadis itu kemudian menepis tanganku dan mendorong tubuhku ke belakang beberapa langkah. Lalu, menggandeng tangan kananku.
"Jika kamu ingin melakukannya, jangan lakukan di sini. Ikutlah aku," katanya.
Dia pun mengajakku ke sebuah tempat di luar dari tempat pesta ini, ya rumah temanku. Sebuah tempat yang agak bersemak yang banyak pepohonannya. Aku berpikir. Yeah, kita bisa melakukannya di sini.
Setelah berada di sebuah pohon, aku langsung menciuminya. Pertama bibirnya kemudian lanjut ke lehernya. Dan, aku menemukan keanehan. Dari belakang gadis itu menyembul tentakel-tentakel yang awalnya pendek kemudian lama-lama menjadi panjang dan besar. Mata itu yang kulihat amat menarik saat di pesta memerah. Mengindikasikan ada kekuatan jahat pada dirinya. Bibirnya tidak lagi penuh, melainkan melebar dengan taring-taring yang mencuat keluar... Gadis itu berubah menjadi monster raksasa.
Aku mundur beberapa langkah. Efek alkohol mulai pudar dari dalam diriku. Aku tersadar. Dan buru-buru ingin lari ketika salah satu dari tentakel monster itu menangkap kaki kiriku. Sejurus berikutnya aku ada di udara. Diangkat oleh tentakel itu.
Sebuah pesawat berbentuk piring dengan cahaya yang banyak mengudara tidak jauh dari tempatku terayun-ayun. Sinar berwarna biru yang bersinar membawaku masuk ke dalam pesawat itu. Di dalam sana, ada banyak monster yang tengah menunggu. Aku pikir, monster-monster ini adalah alien. ET, seperti judul film yang dibuat Stephen Spielberg.
"Maakaanaaann???" seru salah satu monster itu.
Lalu banyak tentakel memegangi tubuhku. Dan crashhh... darah menyembur ke mana-mana. Aku mati. Terbagi dalam beberapa bagian. Bagian-bagian tubuhku dikunyah oleh mereka masing-masing. Pesawat berbentuk piring pun pergi dari situ.[]
Follow Twitter kami di @CerpenHoror
0 komentar