Monday, December 24, 2012

Cerpen Horor: Misteri Suara Tangis Anak Kecil di Gudang

Semenjak Kak Reva kerja selulus kuliah, aku jadi lebih sering sendirian di rumah. Sementara, ayah dan ibu tetap sibuk pada urusan masing-masing. Hingga malam menjelang, tak ada siapa-siapa. Yeah, karena aku bukan tipe yang suka keluyuran, jadilah aku menghabiskan waktu di kamar –membaca komik, mengakses internet, nge-game, atau nonton Spongebob Squarepants hingga film– sampai muntah-muntah (baca: puas).

Gara-gara sering sendirian dan kesukaanku akan hal-hal yang berbau horor, aku sering merasa spooky. Rasa spooky yang kualami tentu bukan tanpa sebab. Ada dua alasan yang bisa kusebutkan.

Pertama, hal janggal yang kualami saat mengambil sepeda onthel di belakang dekat gudang, mendadak saja bulu kudukku merinding sampai kedua tanganku. Aku membaca sebuah situs di internet yang menyebutkan salah satu tanda kehadiran makhluk halus adalah meremangnya bulu kuduk.

Kedua, di lain waktu, aku mendengar suara anak kecil menangis dari gudang. Padahal, pintu gudang selalu dalam keadaan terkunci. Yeah, kalian tahu siapa itu?

Saat bertemu ibu, aku sempat menceritakan dua kejadian ini. Namun, apa tanggapan ibu?

“Kau terlalu sering menonton Spongebob, Ndra. Sehingga imajinasimu berlebihan seperti itu. Sudahlah, sebagai anak cowok kalau siang, ada baiknya kau keluar. Mainlah dengan teman-temanmu. Atau kau lebih suka kalau ibu minta tolong Tante Rani untuk menemanimu,” sahut ibuku.

“Tante Rani?” tanyaku langsung, “Tidaklah, terima kasih. Lagipula, aku sudah besar.”

Tante Rani itu tetangga sebelah rumah. Dia sebetulnya orangnya baik sekali dan hanya mempunyai seorang anak yang sudah gadis bernama Sari. Tapi, bukan sifat-sifatnya yang membuatku enggan padanya, melainkan suaranya. Kau tahu Mpok Nori? Ya, Tante Rani mempunyai suara yang tak beda jauh dengan Mpok Nori-lah. Yang selalu bicara sambil mengejan, dan ah, memekakkan telinga.

Ibu kemudian menyendokkan telor pada piringku sebagai makan malamku.

“Ibu,” ibu menengok ke arahku, “Hmm, bagaimana kalau aku mendengar suara itu lagi?”

Ibu menghela napas panjang. “Lebih baik kau sunat lagi saja sana. Kau ini laki-laki atau bukan sih? Mendengar hal horor seperti itu saja seperti banci, ketakutan setengah mati! Seumur hidup ibu tinggal di rumah ini bersama ayahmu, nggak pernah ibu mendengar hal-hal seperti kau ceritakan.”

Aku hanya bisa menunduk. Mungkin saja kau tak menceritakannya pengalaman horormu padaku. Tapi, beneran deh, aku berani bersumpah apa yang kudengar bukanlah imajinasi. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tapi… hmm, mungkin ibu ada benar juga. Mungkin lantaran aku terlalu sering menonton Spongerbob sendirian. Atau mungkin karena sekarang sendirian di rumah tanpa satu orang pun bisa kujadikan tempat untuk ngobrol-ngobrol. Atau, bisa jadi aku benar-benar mendengarnya… Kau kan tak bisa mengatakan hal-hal yang tak tampak tak ada bukan?

“Sudahlah, lebih baik kau memikirkan hal-hal bermanfaat ketimbang memikirkan hal-hal yang tak jelas macam itu.” Setelah berkata itu, ibu segera meninggalkanku sendirian makan di meja makan.

Ke mana Kak Reva saat aku sendirian sekarang ini. Huff, hidup sebagai seorang yang tinggal sendirian memang tak pernah menyenangkan. Bawaannya spooky dan horor melulu…

***

Puncak kejadian ini terjadi saat aku yang penasaran mencoba masuk ke gudang seminggu sejak menceritakannya pada ibu. Tak ada apa-apa di sana, selain tumpukan kardus-kardus berdebu dan beberapa pigura yang membingkai dengan apik sebuah reproduksi lukisan yang tampaknya pernah kulihat.

Aku mendekat dan mematung ke arah reproduksi lukisan itu. Sebuah gambar anak laki-laki menangis. Aku mengingat-ingat di mana aku melihatnya. Saat sedang mengingat-ingat tiba-tiba pintu gudang menutup.

BLAMM…

Sontak hal itu membuatku berlari ke arah pintu gudang dan mencoba menarik-narik tuas pembukanya. Hasilnya nihil. Tampaknya pintu terkunci dari luar. Aku mulai panik. Dalam kondisi seperti itu, aku mendengar kembali suara anak kecil menangis. Aku berbalik ke asal suara. Ternyata berasal dari lukisan itu.

Ingatanku seakan dipulihkan, aku baru menyadari kalau lukisan reproduksi itu adalah lukisan yang berjudul The Crying Boy. Lukisan yang konon pernah menghebohkan Inggris dengan menyebabkan kebakaran di salah satu studio –menurut beberapa sumber di internet. Suasana semakin horor saat suara tangisan anak kecil yang kudengar berubah menjadi suara tawa.

Lampu di dalam gudang mulai memercikkan bunga-bunga api tanda korsleting. Aku langsung berpikir bahwa akan terjadi kebakaran, makanya segera kudobrak pintu gudang. Walaupun dengan begitu aku hanya membuang-buang energiku.

Bunga api mulai menyebar. Api pun mulai membakar apapun. Pertama, kardus-kardus. Membesar dan membesar. Hingga membakar sebagian gudang. Aku mulai kepanasan dan kehabisan napas.

Lamat-lamat di luar aku mendengar suara wanita yang tampak tak asing lagi bagiku berteriak-teriak. “Kebakaran! Kebakaran! Kebakaran!”

Saat pintu gudang berhasil dibuka, aku hanya melihat sosoknya dalam bayangan siluet. Sesudah itu hanya gelap. [~END~]

Follow Twitter kami di @CerpenHoror

0 komentar