“Ah, tenang aja, Mbah. Aku udah besar, enggak perlu diatur-atur lagi. Lagipula, aku jadi kapten di sini, so aku harus ikut. Titik!”
“Di telaga itu pernah ada bocah mati gara-gara lomba dayung! Ngerti kamu?!” Mbahku berusaha menegaskan nada bicaranya.
Aku mendengus. Sudah terlalu lelah aku sama si tua Bangka ini yang selalu mengatur-atur hidupku. Tapi, melawan omongannya, seperti pertarungan antara kebaikan dengan kejahatan. Tanpa akhir. Jadi, kuputuskan menyimpan tenaga untuk kugunakan pada perlombaan nanti.
“Doain aja putumu ini menang,” sahutku, menyelesaikan percakapan dengan pergi meninggalkannya. Kudengar, Mbah mendengus. Tapi, terdiam, bungkam seribu bahasa tanpa memanggilku lagi.
Entah, apa yang menjadi kekhawatiran Mbah. Danau Telogo Jiwo –tempat melangsungkan lomba ini– sebenarnya biasa saja. Tak ada istimewanya, sama seperti danau-danau lain di tempat lain. Selain, danau ini berada di kawasan Gunung Muria, salah satu dataran tinggi di Karesidenan Pati. Walaupun banyak cerita horor yang kerap diceritakan masyarakat sekitar, namun aku dan beberapa orang yang berpikiran ‘maju’ percaya festival ini akan menarik bagi perkembangan pariwisata setempat. Dan aku mau menjadi salah satu orang yang mempelopori kemajuan pariwisata di Pati, tempatku bernapas dan tinggal ini. Yeah, walaupun peranku hanyalah sebagai peserta saja.
***
Bersambung ke Cerita Horor: Lomba Dayung di Danau Telogo Jiwo
Follow Twitter kami di @CerpenHoror
0 komentar