Aku melihat jam di pergelangan tanganku. Pukul 20:48. Petugas loket bilang bahwa krl jurusan Bogor akan datang lagi pukul 21:00, dan itu krl terakhir. Masih ada waktu sekira 12 menit untuk tetirah di bangku peron stasiun Cilebut -setidaknya untuk memejamkan mata beberapa jenak supaya penatku hilang. Belum sempat istirahat aku ini. Di malam begini, stasiun Cilebut sangatlah sepi. Bisa dikatakan hampir tidak ada orang di peron stasiun. Kecuali, seorang laki-laki paruh baya penjual koran, yang sedang duduk di bangku peron stasiun.
Segera kudekati bapak itu, supaya merasa tidak sendirian dan ada kawan, walaupun aku sendiri tidak akan mengganggunya lebih banyak. "Mau ke Bogor juga, Pak?" sapaku sembari duduk di samping laki-laki paruh baya itu.
Laki-laki paruh baya itu menengok ke arahku, tersenyum dan mengangguk. Hanya itu. Setelahnya, dia kembali pada posisinya semula. Aku sih tidak begitu memusingkan hal tersebut, karena aku sendiri tidak ingin menciptakan obrolan yang lebih jauh dengannya. Yang kubutuhkan saat ini hanyalah tidur sejenak.
Suara krl memutuskan tidurku. Aku tergeragap. Kulihat laki-laki paruh baya itu berdiri. Buru-buru aku ikutan berdiri. Setelah, dia menginjakkan kaki di lantai krl, laki-laki paruh baya itu berkata padaku, "Kamu sebaiknya nggak ikut krl ini."
Kata-kata itu membuatku terkejut. Kenapa aku tidak boleh naik krl ini? Toh, aku sudah membeli tiket. Aku punya hak naik kereta ini!
Tanpa memedulikan laki-laki paruh baya itu, aku masuk saja ke dalam gerbong krl itu. Sementara dia duduk agak di belakang, aku memilih duduk di seberang. Pintu krl pun segera ditutup. Dan, krl segera jalan.
Saat jalan, aku memperhatikan suasana kereta cukup sepi. Hanya ada beberapa orang. Perempuan dan laki-laki. Yang mimiknya cukup... janggal buatku. Tatapan mereka tampaknya kosong, sedih dan kaku. Ah, sok tahu, pikirku. Aku kan tidak pernah pulang malam. Jadi, sangat mungkin aku tidak tahu karakter orang-orang yang pulang naik krl. Selang beberapa saat, tiba-tiba lampu krl mulai mati menyala. Aku hanya berpikir, PJKAI memang tidak mau rugi. Tidak mau memerhatikan detail-detail, seperti lampu-lampu yang mati menyala ini.
Gerbong krl pun bergetar. Aku melihat keluar jendela, ternyata krl keluar dari relnya. Lho?! Aku mengernyitkan dahi, kenapa bisa begini? Lalu, krl pun melintasi stasiun Bogor yang memang menjadi tujuan akhir bagiku. Hah, kok dilewati? Aku semakin bingung.
Tiba-tiba aku melihat laki-laki paruh baya tadi. Segera kuhampiri dia. Sebelum aku bertanya, dia sudah berteriak-teriak, "Maafkan kami, maafkan kami, ini bukan kehendak kami."
Aku bergidik ngeri melihatnya. Kakiku mundur selangkah dan menabrak kaki seorang wanita yang juga sama berteriak. Sebentar kemudian, aku mendengar penumpang lainnya meneriakkan kalimat yang sama. Makin lama makin kencang dan mereka pun menangis tersedu-sedu. Aku berputar melihat peristiwa itu sambil menutup telingaku supaya kalimat-kalimat itu tidak masuk ke dalam telinga. Tapi, suara-suara itu tetap masuk ke dalam telingaku. Aku terduduk di bangku gerbong krl lagi. Saking shock-nya, aku secara tidak sadar ikutan berteriak. Meneriakkan kalimat yang sama dengan mereka.
Tidak begitu lama, kembali kuraih kesadaran. Aku mulai bisa melihat dengan begitu jelas. Pikiranku kembali jernih. Lalu, gerbong krl berhenti bergetar. Krl pun berhenti. Kulihat laki-laki paruh baya itu keluar. Aku ikutan keluar untuk menanyakan hal yang sama. Belum sempat bertanya, aku kembali dibingungkan oleh kenyataan bahwa aku kembali ke stasiun Cilebut -stasiun di mana aku berangkat tadi.
"Sudah kubilang, kamu nggak usah naik krl itu," sahutnya.
"Kenapa memangnya?" tanyaku.
"Yang kamu naiki bersamaku, krl hantu."
"Apa?"
***
Aku melihat sepasang kekasih memasuki peron stasiun Cilebut. Si perempuan menggelayut manja kepada si laki-laki. Keduanya saling tertawa-tawa, mungkin bahagia. Jam menunjukkan pukul 20:48. Krl terakhir pukul 21:00. Cocok. Krl pun datang. Aku dan laki-laki paruh baya berdiri, masuk ke gerbong. Sepasang kekasih itu pun masuk ke gerbong. Dan kalian tahu, apa yang terjadi selanjutnya pada mereka...[]
Follow Twitter kami di @CerpenHoror
0 komentar