Sunday, October 21, 2012

Cerpen Horor: Siapa yang Di Bawah?

Kadang, ada tempat-tempat yang kupikir hanya ada dalam film, novel, atau cerpen.

Tapi ternyata aku pernah berada di tempat aneh seperti itu. Begini ceritanya…

Aku dan kedua sepupuku, Apache dan Regi berlibur ke rumah Nenek. Di batas desa kecil tempat Nenek tinggal, ada sebuah rumah yang kata orang berhantu. Tahun ini kami tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak ke sana.

Rumah itu besar, bertingkat dua. Sejak terbakar lima belas tahun lalu, rumah itu tak berpenghuni. Sedihnya, dua kakak beradik gagal menyelamatkan diri dalam musibah kebakaran itu.

“Menurut kalian ada hantunya?” tanyaku sok cuek.

Regi menjawab dengan jahil, ”Mana aku tahu! Hantu punya jadwal mainnya sendiri. Beda dengan manusia.”

“Jadi, nanti malam kita jadi ke sini?” tanya Apache.

Aku dan Regi mengangguk setuju.

Malamnya kami menyelinap dari jendela rumah Nenek. Lalu mengambil sepeda yang sengaja ditaruh di luar. Jalan desa begitu sepi. Tak lama kemudian, tibalah kami di depan rumah itu. Ditimpa cahaya bulan, rumah itu sangat mempesona dan sangat menakutkan!

“Rumah ini lebih indah waktu malam hari, ya, Helen.” Dia menyebut namaku. Tapi, sok berani banget dia!

Dengan gemetar, kami melangkah masuk. Senter kami menyorot ke segala arah di ruang tamu. Ada satu set kursi rusak, lapisan tebal debu, sarang laba-laba, dan lainnya. Kami bertiga berpandangan sebelum melangkah ke ruang berikutnya. Rasanya hatiku semakin ciut saja.

Puas di lantai satu, masih pelan-pelan kami naik ke lantai dua.

“Sudah terbukti, kan, enggak ada hantu di rumah ini. Pulang, yuk.” Ajakku, berusaha tenang.

“Oke.”sahut mereka kompak. Kulihat Regi dan Apache nyengir. Pasti nanti mereka meledekku sebagai cewek penakut. Padahal, mereka pasti lega juga!

Akan tetapi, sebelum kami turun, terdengar suara-suara. Kami bertiga membeku. Apakah itu para hantu? Kami saling pandang. Suara-suara itu semakin keras.

Dari pagar di lantai dua, kami mengamati. Tiga sosok sedang bercakap-cakap. Pertanyaannya adalah, mereka manusia atau hantu!!!

“Itu orang,” bisik Regi.

Apache membuka mulut, hendak memanggil mereka.

“Ssst…” buru-buru Regi mencegah. Tindakan bijaksana, sebab ternyata mereka pencuri.

Mereka akan menyembunyikan hasil curian di rumah ini! Aduh, aduh, kejadian ini seperti di film film!

“Berpencar,” bisik Regi. Aku segera masuk ke sebuah ruangan. Dari tempat itu aku bisa melihat tangga. Regi dan Apache pergi ke arah yang berbeda.

GEDUBURAKALOKOLOKOPOLO!!!!!!!!!

Oh My God… mungkin salah seorang sepupuku menjatuhkan sesuatu. Pasti para pencuri itu mendengarnya. Benar saja. Bergegas mereka naik ke lantai dua.

“Ada orang, bro. Gue yakin mampus!” kata salah seorang pencuri yang kelihatannya baru berumur dua puluhtahunan.

Pernahkah anda berdekatan dengan penjahat yang mencari-carimu? Pasti kamu takut sekali! Kukira inilah maksudnya peribahasa ‘Manusia lebih menakutkan daripada hantu.’


Di saat yang menegangkan, kadang terjadi keajaiban. Tiba-tiba muncul sosok aneh, melintas di depan para pencuri. Seorang cewek sebayaku! Tubuhnya membeku! Tapi aku lalu sadar. Pasti… itu salah satu sepupuku yang menyamar!

Sesaat para pencuri itu terpaku. Apalagi saat sosok itu melayang.

“Hantu! Hantuuuuu…!” para pencuri itu berebut menuruni tangga.

Sosok itu mengejarku! Aku menggigit bibirku menahan tawa. Lucu mampus sekali, deh!

“Kamu enggak apa-apa?” terdengar suara Apache.

“Kamu hebat sekali. Dari mana, sih, dapat ide menyamar jadi hantu? Pakai terbang lagi!” aku tertawa.

Apache bengong, lalu nyengir.

“Jangan bercanda! Kamu kan yang jadi hantu tadi?”

Aku melotot.

“Bukan! mungkin, Regi,” ujarku tak yakin.

“Hebat sekali kamu, Len! Kamu, kan, yang jadi hantu tadi?” Regi yang baru bergabung menepuk bahuku.

“Bukan aku!” teriakku panik.

Sebuah kesadaran masuk ke otak kami. Sosok tadi itu, kan, sudah turun tangga. Dia belum naik ke lantai dua. Jadi… dia bukan salah satu dari kami.

Sesaat kami berpandangan. Lari tanpa dikomando kami berebutan menuruni tangga. Tapi di tengah tangga, Regi yang di depan berhenti mendadak. Apache sampai hampir jatuh karena menabraknya.

“Anak itu… masih di bawah, ya?” bisik Regi gemetar.

“Siapa yang di bawah?”

Kupikir Apache yang bertanya. Namun saat kami menengok ke belakang, seorang cowok dan cewek sedang tersenyum. Cewek yang tadi!

“Aaaaaaa…!” kami ketakutan, berteriak-teriak menuruni tangga.

Tersandung-sandung, kami lari menuju sepeda di luar. Saat sudah memegang sepeda, kami menengok ke belakang. Dua sosok tadi sedang menertawakan kami, menunjuk-nunjuk sambil melayang-layang di atas tanah.

Aku jadi teringat kisah kakak beradik yang menjadi korban kebakaran. Aku ingin menghampiri mereka untuk mengatakan terima kasih. Mereka kan, menolong kami dari para pencuri itu. Tapi, kami tak berani. Justru mengayuh sepeda secepat-cepatnya!

Penulis: Enryu | Kemudian | Pic

0 komentar