Wednesday, October 10, 2012

Cerita Horor: Kepergian Teteh

Kisah ini terjadi setahun yang lalu saat bulan ramadhan tiba. Ini kisah di balik kematian sepupu teman saya, sebut saja dia itu Dhea.

***

Sore hari menjelang malam tepatnya setengah jam sebelum waktu berbuka puasa, Dhea mendapat telepon dari sepupunya. Sepupunya berada di Kuningan dan Dhea berada di Serang, Banten. Panggil saja nama sepupunya Dhea itu, Teteh. Dalam percakapan kali itu, Teteh menyatakan bahwa dia sangat kangen sekali ingin bertemu, karena sudah lama mereka tidak bertemu. Sebab biasanya dhea berada di Bandung untuk berkuliah di sana tepatnya di UPI, dan sekarang Dhea di Banten itu ceritanya mudiklah di rumah neneknya. Saking kangennya Teteh pada Dhea, secara sepihak Teteh memaksa ingin pergi untuk menemui Dhea di Banten. Ya, Dhea tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakannya saja. Sehabis berbuka puasa Teteh langsung berangkat menuju Banten.

***

Pukul 19.20wib, Dhea berada di rumah sebab dia sedang datang bulan. Sedangkan, anggota keluarga yang lainnya melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di arah pintu depan. Ternyata itu Teteh yang baru tiba dari Kuningan, Dhea mempersilakan teteh masuk. Namun, Teteh tidak mau sebab buru-buru mau berangkat lagi. Sehingga, meminta Dhea untuk mengobrol di teras depan saja. Terjadilah percakapan di antara mereka, begini nih isi percakapan mereka: (D=dhea; T=teteh)

T: Dhea, Teteh mau bicara sebentar. Tapi, di luar aja yah soalnya Teteh buru-buru mau berangkat lagi.

D : Iya, Teh. Tapi, kenapa buru-buru? Katanya kangen sama Dhea.

Mereka pun duduk di teras depan rumah.

T: Dhea, maafin Teteh ya.Ssoalnya teteh sekarang nggak bisa jagain Dhea lagi. Teteh harus pergi ke suatu tempat yang jauh.

D: Emangnya Teteh mau ke mana sih?

T: Pokoknya tempatnya jauh. Jadinya, Teteh nggak bisa jagain Dhea lagi. Maafin Teteh...

D: Teteh kenapa sih? (sambil memegang tangan si Teteh ternyata tangannya dingin dan saat melihat raut mukanya sangat pucat) Teteh tangannya dingin, muka Teteh pucat banget. Teteh nggak apa-apa kan?

T: Teteh nggak apa-apa, Dhea. Dhea jaga diri baik-baik ya. Sekarang Teteh mesti pergi dulu karena sudah ada yang menunggu Teteh di sana. Dhea tenang aja, soalnya udah ada yang ngejagain Teteh di sana. Jadi, Dhea jangan khawatir.

D: Iya, Teh...

Kemudian pergilah Teteh dengan cepat. Dhea segera masuk rumah.

Pukul 10.00wib tiba, terdengar kabar duka dari ibunda Teteh bahwa anaknya telah tiada. Karena kecelakaan lalu lintas pada pukul 06.45wib. Dhea shock waktu itu dan langsung menangis histeris. Karena, merasa kehilangan sepupu yang sangat Dhea sayangi yang Dhea anggap kakak sendiri. Ada rasa sedih yang mendalam tercampur dengan rasa percaya dan tidak percaya. Karena Dhea masih bertemu dengan Teteh. Padahal, Teteh sudah tiada.

Keesokan harinya Dhea sekeluarga pergi ke rumah duka di Kuningan. Mereka datang untuk melayat serta ikut dalam prosesi penguburan. Namun, mental Dhea tidak kuat. Sehingga, dilarang untuk melihat jenazah Teteh untuk terakhir kalinya. Karena Dhea terus-terusan menangis di sana. Saat prosesi penguburannya pun, Dhea dilarang untuk menyaksikan, dan Dhea disuruh untuk menunggu saja di rumah.

***

Prosesi penguburan telah selesai. Sore harinya, Dhea sekeluarga berkumpul. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin nostalgia tentang Teteh. Di tengah pembicaraan, tiba-tiba ada sesuatu kejanggalan. Dhea terbangun di kamar dengan dikelilingi oleh keluarga, bahkan ada seorang sesepuh komplek ini yang ikut hadir, padahal dia bukan termasuk keluarga. Tentu saja Dhea bertanya-tanya ada apakah ini?

Saat bangun Dhea diberikan minum segelas air putih dan tanpa ditanya kemudian si sesepuh tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya Dhea tadi itu kesurupan rohnya Teteh. Saat kesurupan Teteh menyampaikan bahwa dia nggak rela dan merasa kesepian. Sehingga, ingin mengajak Dhea bersamanya. Dan mengancam jika tidak terkabulkan, maka sebagai penggantinya akan ada kecelakaan lain di tempat kecelakaannya Teteh. Dan adapula pesan dari Teteh saat kesurupan yang tidak bisa keluarga sampaikan kepadanya. Entahlah apa itu, hanya menjadi misteri yang kan terlupakan seiring lapuknya usia.

Dhea merasa sangat down sekali, yang pertama karena harus kehilangan teteh yang sangat dia sayangi yang kedua karena dia beberapa kali kesurupan arwahnya Teteh . Lagipula, Dhea merasa sangat bersalah, karena jika saja Dhea bisa menghentikan Teteh untuk tidak pergi menemuinya dan menyuruh untuk bersabar supaya bisa bertemu di lain waktu mungkin hal ini tidak akan terjadi. Walaupun demikian, Dhea berusaha untuk mengikhlaskan semuanya. Dan berserah diri pada Allah SWT atas musibah yang terjadi. Hanya Allah-lah sebaik-baiknya penolong, dan kutitipkan Teteh bersama-Mu, dalam surga-Mu. Amin.

Penulis: Watanabe | Kisah-misteri | Pic

0 komentar