Wednesday, March 9, 2011

Melihat Penampakan Orang Meninggal

‘Kau takkan pernah membayangkan betapa beratnya menjadi seorang satpam. Jaga di malam hari, tanpa keamanan yang berarti, karena kaulah penjaga keamanan itu sendiri. Menciptakan tertib bagi lingkungan dari berbagai macam gangguan. Sungguh mulia oh kerjamu satpam…’

Demikianlah Sanusi berdendang. Menciptakan lagu di malam nan sepi ini. Hari ini memang giliran ia tugas jaga. Sebenarnya bukan tugas jaga malam begini yang dikesalkan oleh Sanusi. Tapi kondisi memang sedang menyebalkan baginya. Hari ini malam Jum’at Kliwon. Istrinya di rumah ditinggal sendirian, sedang hamil tua pula. Hawa malam ini sangat dingin karena cuaca yang didukung oleh mendung. Bukankah itu menyebalkan? Eh, salah… sangat menyebalkan…


Sanusi kemudian membakar sebatang rokok, mengisapnya, dan mengepulkannya. Asap rokok membumbung tinggi-tinggi. Ia sadar, sebagai seorang satpam saat ia mengamankan milik orang lain, tak ada jaminan bagi keamanan dirinya. Tentunya jaminan keamanan yang benar-benar 100% seperti dirinya menjaga milik orang lain. Lagian bertaruh nyawa demi keselamatan dirinya untuk orang lain adalah hal yang benar-benar konyol. Tapi mau dikata apa… hanya kemampuan sebagai satpam yang dimilikinya untuk menghidupi anak-istrinya.
Crekzz… crekzz… crekzz… HT Sanusi berbunyi. Sanusi mengangkatnya.

“Break… ada orang menuju ke tempat elo… ganti… tolong cek… ganti…” suara Mirun rekan kerja Sanusi di pos lain dari seberang HT.

“Sip… periksa… ganti… cek… ganti…” sahut Sanusi.

Lama Sanusi menanti di posnya, sambil memegang pentungan satpam – satu-satunya senjata pemukul musuh yang dimiliknya – yang masih ada di sarungnya. Napas lega keluar dari muluhnya. Fiuh… Ia lega, soalnya senjata itulah satu-satunya alat keamanan bagi dirinya, yang bakalan menghajar maling sialan.

Tajam mata Sanusi menatap. Tapi, tak seorang pun muncul. Hampir ia bosan, dan menduga-duga, apakah dirinya sedang dikerjai Mirun? Ia pun mendengus, ‘awas kalau ketemu, berani ngerjain gue! Setan…’
Kemudian, Sanusi melonggarkan pengawasannya. Ia mengambil HT, dan mencak-mencak pada Mirun, “Ngehe elo yee… gue tungguin kagak ade orang dimari… ganti…” maki Sanusi pada Mirun.
“Sumpah! Gue kagak boong… ganti…”

“Ah… setan elo… ganti… kalau ngerjain lihat-lihat waktu dong… ganti…”

“Sumpah dah!”

Sekelebat bayangan hitam melintas agak jauh dari mata Sanusi, membuatnya menghentikan pembicaraan dengan Mirun…

“San? San? Break… ganti… San?” tanya Mirun.

Sementara itu, Sanusi sudah tak peduli kata-kata Mirun yang keluar dari HT. Ia kemudian berpikir apa yang dibilang Mirun adalah benar adanya. “Break… gue ke tkp… ganti…” sahut Sanusi. Klek. HT dinon-aktifkan.
Sanusi mengendap-endap menelusuri malam. Menurut pandangan matanya, ia melihat sosok bayangan itu pergi mengarah ke rumah Pak Pomo – meninggal hari ini. Dan sejurus kemudian, ia melihat sosok itu ada di dalam jendela rumah Pak Pomo yang terbuka. Makin penasaranlah Sanusi.

‘Siapa sih itu? Jangan-jangan maling?’ desis Sanusi pada dirinya sendiri. Tak seberapa lama kemudian, Sanusi sudah ada di depan jendela rumah Pak Pomo. Ia celingak-celinguk mencari sosok itu. Kebetulan tuan rumah sedang beres-beres di belakang sehingga kedatangan Sanusi tidak ketahui.

Glek. Jantung Sanusi serasa mau copot begitu melihat sosok itu berdiri di pojok kamar sambil menatapnya. Ditambah sosok itu – kalau Sanusi tak amnesia – adalah sosok Pak Pomo sendiri. Persis. Sama, seperti jenazahnya yang ada di peti mati.

Hilang sudah nyali Sanusi. Ia hendak balik badan dan ngacir. Namun, ketakutan telah membungkam pergerakan tubuhnya yang seolah-olah berat. Sampai-sampai Sanusi kencing di celana. Mendadak tubuhnya berhasil digerakkan, dan ia pun langsung ngacir ke pos jaganya.

Terengah-engah Sanusi di pos jaganya. Kedua tangannya memegang kedua lututnya. Ia kehabisan napas. Begitu hendak menarik napas panjang, ia merasa punggungnya dicolek seseorang. Saat balik badan, Sanusi teriak sekuat tenaga melihat sosok yang ada di depan.

“A.. a.. a.. a.. SETANNNNN!” Kemudian pingsan di tempat.

Ternyata yang mencolek Sanusi dan diteriaki setan itu Mirun – rekan Sanusi sesama satpam di kompleks elite di Cibubur. Melihat kawannya yang terkapar pingsan, Mirun segera menolongnya.

Keesokan harinya, Sanusi menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya pada Mirun. (by Ilun Ucu)

4 komentar