Friday, February 8, 2013

[Cerpen Horor] Senin Merinding

“Mit, nanti meeting koordinasi buat raker ya jam 3,” ujar Mas Bams kepadaku. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Meeting? Ini sudah pukul 14.30 WIB, kenapa baru diinformasikan? Aku pun hanya terdiam sambil manyun. Segera kurapikan file-file hasil survei yang kudapati tanggal 26 Oktober kemarin sebagai bahan review. Sambil mendongkol di dalam hati. 'Huh, sebal rasanya kalau meeting diadakan dadakan.' Persiapannya jadi kurang matang, hasil survei yang kudapati pun belum sempat aku ketik. Tapi, aku mengembuskan napas juga akhirnya, ya merasa tak ada gunanya juga mengeluh.

Pukul 15.00 WIB, aku segera memasuki ruang meeting. Ternyata semua panitia raker sudah berkumpul di posisi masing-masing, tinggal menunggu penanggung jawab saja. Aku segera menarik kursi dan mengambil posisi duduk di sebelah kiri pemimpin rapat. Lalu, aku menepuk jidat. Ada yang terlupakan olehku, laser pointer untuk presentasi tertinggal di meja kerjaku. Daripada pas acara dimulai baru aku ambil, lebih baik aku mengambilnya sekarang saja pikirku. Aku kembali ke ruang kerjaku, di depan pintu ruang meeting Mas Anto yang baru bergabung tersenyum ke arahku. Ketika aku berada di tangga menuju ruang kerja, kutemui  penanggung jawab sedang menuruni anak tangga. Aku mengalah dan mempersilakannya jalan lebih dulu. Setelah basa-basi, yang menurut aku tidak penting, aku masuk ke ruang kerja yang sepi. Karena semua penghuninya sudah tidak ada di tempat. Cuaca mendung menambah gelap ruang kerjaku, yang memang tidak terkena sinar matahari  menjadi gelap.

Suasana dingin tiba-tiba saja menyelimuti tubuhku, bulu kudukku seketika berdiri. Di pojok ruangan kulihat seseorang berbaju putih duduk pada sebuah kursi kerja temanku, ia menundukkan pandangannya. Aku yang jelas-jelas melewatinya berusaha membuang pandanganku dari makhluk tersebut. Bahkan, aku sampai lupa untuk menyalakan lampu. Perasaanku mulai tidak enak, kejanggalan mulai kusadari, tapi aku tetap tenang. Aku pun berlalu meninggalkan ruang kerjaku.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB, pekerjaan yang membludak membuatku menunda waktu shalat hingga sore ini. Ruangan kerjaku sudah sepi, ruang sebelah juga hanya tinggal Mbak Maria yang masih sibuk mengurusi biaya-biaya yang belum dialokasikan. Seusai menunaikan shalat ashar, tiba-tiba seseorang wanita berbaju putih lewat di depan pintu ruanganku menuju ruangan Mbak Maria. Aku melongo menatapnya yang tanpa basa-basi memperlihatkan dirinya. Diam sejenak, kemudian buru-buru kurapikan semua peralatan shalatku. Aku kembali ke meja kerjaku, merapikan peralatan kerjaku yang tergeletak di meja. Aku pun segera pulang setelah sempat berpamitan kepada Mbak Maria yang masih sendirian di ruangannya.

“Mbak pulang!” Kukirimkan satu SMS ke mbak Maria.

“Kenapa, Mit?” Menyadari ada yang aneh denganku, mbak Maria membalas SMS bernada ingin tahu.

“Mami kunti dari tadi lagi ronda, cepetan turun..!! Pulang..!!” Perintahku sekali lagi.

Beberapa menit kemudian Mbak Maria pun kutemui di pos satpam. Ada sebuah keheranan yang ia tunjukkan padaku. Ia pun langsung menghampiriku dan memintaku untuk menceritakan apa yang terjadi. Kuceritakan semua kejadian yang ku alami sesorean tadi.

“Pantas Mit, sebelum kamu ke ruanganku ada sesuatu yang membuatku merinding,” ucapnya menanggapi ceritaku.

“Mungkin itu pas mami kunti keruangan mbak.” Tebakku kemudian, kami pun saling pandang dan bergidik.

***

“Halo Mit, sibuk ya?” sapa mas Anto, suaranya ditelepon terdengar semangat sekali.

“Lumayan, kenapa Mas?” jawabku singkat, mataku masih fokus pada faktur pembelian yang sedang aku entry.

“Kemarin ketemu siapa?” tanyanya, membuatku bingung.

“Maksudnya?”

“Padahal aku mau bilang, Mit sama kamu jangan k eatas, soalnya dia itu pas aku ke ruang meeting lagi jalan ke arah ruanganmu,” jelasnya. Aku terdiam sejenak. Hah? Berarti benar dong kemarin yang kutemui? Aku mulai menengok keliling, sepi. Aku sendiri saat ini, IT yang satu ruangan denganku sedang maintenance ke unit. Aku tahu kalau Mas Anto memang bisa melihat yang seperti itu. Tapi, kenapa juga mesti dijabarkan di saat timing-nya tidak tepat. “Tenang aja, dia cuma mau kenal aja kok sama kamu, lagipula dia itu cantik lho, Mit,” tambah mas Anto. Aku masih terdiam, bingung mau bicara apa.

“Mas sorry aku lagi repot.” Aku mengakhiri ucapannya, sumpah demi apapun yang ada di bumi ini, aku nggak mau dengar apapun dari mas Anto untuk saat ini.

“Oke deh, next time dijabat dong tangannya.” Ledek Mas Anto, seketika mematikan keberanianku. Aku tersenyum pasi setelah menutup teleponnya. Arrrrgghhhhh, kenapa bulu kudukku jadi merinding seperti ini. aku melirik ke segala arah, tak ada satupun orang yang kutemui, aku pun mengambil langkah seribu dan bergegas ke ruang sebelah.[]

0 komentar