Cerpen Horor - Agus membaca ulang pesan singkat di layar Nexian (seri berapa) sebelum mengirimkannya. Melalui kacamata bacanya, dia mencermati dengan sungguh-sungguh kalimat yang telah disusunnya tersebut. Dengan satu kali pencet tombol send, maka terkirimlah pesan singkat ke sebuah nomor seorang gadis. Setelah menunggu beberapa saat, bibir pria itu akhirnya menyunggingkan senyum merekah. Agus kemudian beranjak dari duduknya membawa setumpuk buku. Sambil bersiul-siul dia meninggalkan ruangan dosen, hendak mengajar mata kuliahnya.
***
(Pengirim: Agus)
Kita bimbingan skripsi malam ini saja. Di tempat biasa.
Saat membaca pesan singkat dari Agus, betapa terbakar hati Reva. Dalam hati, dia menyumpah serapahi dosen tua itu. Lagi-lagi, dosen pembimbing skripsinya itu meminta “jatah”. Reva hendak menolak permintaan itu seandainya tidak berkepentingan dengan sang dosen. Tapi, lantaran berkepentingan, dengan sangat terpaksa, mau tidak mau, Reva akan memenuhi permintaan “jatah” sang dosen. Dibalasnya pesan singkat si dosen tua.
***
(Pengirim: Agus)
Kita bimbingan skripsi malam ini saja. Di tempat biasa.
Saat membaca pesan singkat dari Agus, betapa terbakar hati Reva. Dalam hati, dia menyumpah serapahi dosen tua itu. Lagi-lagi, dosen pembimbing skripsinya itu meminta “jatah”. Reva hendak menolak permintaan itu seandainya tidak berkepentingan dengan sang dosen. Tapi, lantaran berkepentingan, dengan sangat terpaksa, mau tidak mau, Reva akan memenuhi permintaan “jatah” sang dosen. Dibalasnya pesan singkat si dosen tua.
(Pengirim: Reva)
Baik.
***
Menjelang malam, Reva benar-benar menyambangi sang dosen di ruangan dosen jurusan Sastra Indonesia. Saat itu, kondisi kampus sudah gelap dan sepi. Hanya ada beberapa sudut fakultasnya yang diterangi oleh lampu. Reva melihat ruangan dosen telah terang. Tanda dosen cabul itu ada di tempat semestinya. Reva berjalan menyusuri koridor mengarah ke ruangan dosen. Suara sepatunya terdengar mantap memecah keheningan malam. Di depan pintu ruangan dosen, Reva berhenti. Tampak meragu untuk membuka pintu. Pikiran untuk menyelesaikan skripsi segera melintas di benaknya. Memberikannya keyakinan untuk masuk.
Reva memendarkan pandangan mencari wujud sang dosen tua. Ternyata tidak ada siapapun di ruangannya. Gadis cantik berusia 21 tahun itu duduk menunggu di depan meja sang dosen. Dia mengambil Samsung Galaxy Tab III yang dibelikan oleh Travis, pemuda blasteran bule Amerika yang saat ini berstatus kekasih resminya. Menyetelnya dalam kondisi silent. Sesudah itu, Reva memasukkan kembali smartphone canggih itu ke dalam tas Prada miliknya. Lalu, meletakkan tas mahal itu di lantai.
Tepat ketika itu, sebuah tangan laki-laki menyentuh pundak sebelah kanan. Tanpa perlu menengok lagi, Reva sudah tahu tangan siapa yang menyentuhnya. Siapa lagi kalau bukan Agus, sang dosen tua? Benar saja, ketika Reva menengok si pemilik tangan, ternyata itu tangan Agus. Reva bangkit berdiri menghadap dosen tua itu dan memandangnya sambil berpura-pura tersenyum tulus. Tapi, bagi Reva, Agus malam itu tampak berbeda. Dosen tua itu tidak membalas senyuman darinya – tidak seperti biasanya.
Tanpa basa-basi, Agus langsung mencium bibir Reva. Melumatnya penuh nafsu. Kemudian, membuka kancing kemeja putih yang dikenakan Reva, hingga bra warna merah berisi penuh menyembul keluar. Dalam beberapa detik, jauh di dalam hatinya, Reva merutuk aksi brutal sang dosen tua.
Agus beristirahat sejenak dari menciumi bibir Reva. Tampaknya, dia belum puas hanya melihat sembulan bra warna merah tersebut. Karena itu, Agus melucuti kedua pakaian atas Reva – kemeja dan bra merah. Begitu melihat kepolosan tubuh atas Reva, gairah Agus meningkat kembali. Dia melakukan apapun untuk membuat gairah dirinya dan Reva meningkat. Reva menyesap semua perlakuan dosennya itu dengan menarik napas panjang. Napasnya mulai terdengar terengah-engah.
Saat, mata sang dosen tua menuju ke arah bawah tubuh Reva, terdengar suara pintu terbuka. Reva terkejut melihat yang datang. Seseorang yang datang terkejut melihat Reva dengan posisi demikian.
“Reva?” tanya seseorang yang datang dengan terkejut.
“Pak Agus?” Reva tidak kalah terkejutnya.
Ternyata seseorang yang datang barusan adalah dosen Reva yang bernama Agus. Lalu, kalau yang datang barusan adalah Agus, siapa yang sedang menggarap Reva sedari tadi? Reva mencari-cari Agus yang menggarapnya, tapi tidak ada siapa-siapa di sana, selain dirinya dan Agus yang baru datang. Bulu kuduknya mendadak meremang.
“Ambil dan kenakan pakaianmu.” Agus membiarkan mahasiswinya itu mengenakan semua pakaiannya. “Lebih baik, kita segera pergi dari sini dan membahas semua ini besok,” ajak Agus, “Saya antar kamu pulang sekarang.”[]
0 komentar