Sunday, December 30, 2012

Cerpen Horor: Cinta Sejati Seorang Psycho!

Setting: Sekolah

Pemain utama: Audy dan Iko Uwais

-------

Teeettt… suara bel terdengar ke seantero sekolah. Menandakan jam-jam pelajaran membosankan akan segera dimulai. Segera kubuyarkan lamunan kekaguman terhadap seorang siswa tampan yang sepertinya baru pertama kali kulihat. Siapa dia?

Jawaban itu terjawab, bersamaan dengan datangnya Pak Salimi, pengampu mata pelajaran matematika. Siswa tampan tersebut ternyata murid baru, pindahan dari Bandung.

“Selamat pagi anak-anak. Hmm… kali ini, sebelum memulai pelajaran, Bapak mau kasih tahu dulu kalau kita punya temen baru. Nah, Iko Silakan perkenalkan diri pada temen-temen di sini,” ujar Pak Salimi membuka suasana kelas.

Cowok berambut kriting Aldi Taher tersebut, melangkahkan kakinya satu langkah ke depan. Memendarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas dengan wibawa dan kharisma yang tidak pernah kulihat pada teman-teman cowok satu sekolah lainnya. Dengan sikap yang sopan –kedua tangan dilipat di depan seperti dalam acara mantenan dan bibir yang menyungging senyum, dia berkata, “Halo, perkenalkan nama saya: Iko. Lengkapnya, Iko Uwais. Asal saya Bandung. Saya murid pindahan SMAN 13, Bandung. Oke, saya rasa cukup perkenalannya. Untuk masalah status dan lain-lain, bisa disambung lebih intim nanti.”

Iko lalu mengangguk kepada Pak Salimi. Tanda dia sudah selesai berkenalan dengan kami. Pak Salimi segera mendekatinya, kemudian menunjukkan salah satu bangku kosong tepat di sebelahku. Betapa hatiku dag-dig-dug-der-daiya demi melihat cowok itu duduk. Tapi aku sudah bisa bersikap bagaimana caranya menghadapi seorang cowok. Maklumlah, walaupun tidak begitu cantik seperti artis Syahrini, beberapa cowok di sekolah ini “memburuku” untuk dijadikan kekasih. Yeah, walaupun akhirnya aku menolak, baik secara halus maupun secara tegas. Tidak ada satupun dari cowok-cowok satu sekolahku selama ini berhasil memikat hatiku.

Tapi, aku memberikan pengecualian kali ini. Bahkan, saat pertama kali melihatnya di koridor sebelum masuk tadi, hatiku sudah terpincut. Penyanyi Gisel menembangkannya dalam lagu berjudul “Pencuri Hati”. Kepadamu pencuri hatiku, yang tak kusangka kan datang secepat ini. Ya, aku juga tidak mengira Iko datang secepat ini, untuk mencuri hatiku.

Sesaat setelah duduk, Iko mendekatkan dirinya padaku. Dia bertanya, “Hei, nama kamu siapa?”

Aku grogi, tapi berusaha mengendalikan diri. “Namaku, Audy,” sahutku, sambil terus berpura-pura memperhatikan omongan Pak Salimi dalam membicarakan angka-angka. Padahal, yang terjadi sesungguhnya sama sekali tidak konsentrasi.

“Wah, namanya mirip sama penyanyi ya,” Iko berkata lagi, tersenyum.

“Hahaha…” aku terkekeh pelan, “Namamu juga seperti suaminya.”

“Jangan-jangan kita jodoh nih dipertemukan seperti ini?”

Aku yakin kalimat itu merupakan kalimat sakti yang dipakai untuk menggombali cewek-cewek di sekolah sebelumnya. Tapi, tak mengapa, aku suka kok digombali seperti itu. Makanya, aku hanya membalas dengan memeletkan lidah dan terkekeh-kekeh pelan –takut kedengaran Pak Salimi.

Perkenalan itu menjadi jalan awal kedekatanku dengan Iko.

***

Setting: non name (…)

Pemain utama: Audy dan Iko Uwais

-------


Tiga bulan setelah perkenalan awal itu, kami jadian. Benar saja, Iko tidak seperti cowok-cowok lainnya. Dia begitu gentleman, penyayang, dan sabar dalam menghadapiku. Karena itu, aku tambah menyukainya. Aku memberikan seluruh kepercayaanku padanya. Ada apa-apa aku selalu menceritakan masalahku padanya.

Cuma aku merasa aneh dengan Iko. Aku merasa dia tidak membiarkan aku masuk ke dalam dunianya –maksudku lingkungannya. Aku khawatir dia tidak tulus terhadapku, dan hanya menginginkan tubuhku saja.

Dan kekhawatiranku terjawab saat Iko berkata akan membawaku ke rumahnya. “Audy, kamu kan belum pernah ke rumah aku. Mau nggak kamu main ke rumahku. Nanti aku kenalin sama orang tuaku.”

Kata-kata itu seolah menjadi penyejuk bagi rasa khawatirku. Jujur saja, aku senang Iko akhirnya berinisiatif mengenalkan aku dengan keluarganya. “Maulah. Lagian, belum pernah sekalipun kan kamu mengenalkan aku dengan mereka.”

“Ya udah. Lusa aku jemput kamu di tempat biasa ya.”

“Oke.” Yang dimaksud tempat biasa bagi kami adalah di Kafe Nusantara. Kami berdua menyenangi tempat itu karena makanannya cocok dengan lidah kami. Selain itu, ada WiFi juga. Jadi, sembari makan bisa sembari browsing atau sekadar buka YouTube memakai BlackBerry N-Series.

***

Setting: Rumah Iko

Pemain utama: Audy dan Iko Uwais

-------


Aku baru mengetahui kalau rumah Iko sangatlah besar. Tidak seperti rumahku yang sepele. Aku jadi sedikit malu sekaligus tersanjung, ternyata jelek-jelek begini ada orang kaya melirikku. Rumah Iko banyak patung-patung, semacam patung wax (lilin) seperti yang ada di museum wax, Hollywood. Rata-rata patung-patung wax perempuan dengan model orang Indonesia.

Tidak ada siapapun di sini, kecuali seorang pelayan bernama Mang Ujo yang memberikan pelayanan bak restoran kelas satu. Baru datang saja dia membukakan pintu untukku, kemudian membungkuk hormat.

“Siap melayani anda, Mbak Audy,” kata Mang Ujo.

Sementara, Iko benar-benar seperti pangeran tampan dari kahyangan. Tapi, ada yang aneh dengan gerak-gerik Iko. Tidak seperti biasanya. Dia lebih pendiam dibanding biasanya. Aku juga tidak melihat kedua orang tuanya.

“Kemana orang tuamu? Kapan dikenalkan padaku?” tanyaku tidak sabar.

“Sebentarlah. Tenang saja, jangan terburu-buru. Kita makan dulu.”

Mang Ujo memberikan kami berbagai makanan yang lezat. Belum pernah kumakan semuanya. Setelah tandas melahap semua makanan yang tersaji di meja, entah kenapa tiba-tiba tubuhku melemas. Tidak seperti biasanya.

“Iko, ada apa ini, kok tubuhku tiba-tiba melemas?”

Iko mendekatiku, membelaiku dengan belaian mesra. “Apa kamu mencintaiku?”

“Tentu saja. Kamu nggak mempercayaiku?”

Iko tersenyum, “Hanya memastikan. Apa kamu mau memberikan semua milikmu untukku sebagai bentuk cinta sejati kita, dan begitu pun sebaliknya, aku akan memberikan semua milikku untukmu.”

“Yaa… tentu saja,” tubuhku makin melemas. Setelah berucap itu, aku hilang kesadaran.

Saat sadar, betapa terkejutnya aku sudah ada di sebuah tempat yang membuatku bisa berdiri dalam kondisi terikat. Ada Iko dan Mang Ujo di sana. Iko memakai baju berwarna hijau khas dokter bedah, sementara Mang Ujo memakai baju berwarna biru khas perawat. Aku bingung, apa yang sedang terjadi? Rasanya suasana menjadi horor. Tapi, mulutku seakan tidak bisa berkata apa-apa padahal tidak disumpal oleh apa-apa. Mataku melihat semua yang terjadi. Hidung mencium bau terbakar.

Bau?

Aku mencari asal bau itu. Sepertinya, aku tidak asing lagi dengan bau ini.

Wax! Seruku setelah berhasil mengingatnya.

Apa yang akan dilakukan oleh Iko?

Sambil bersiul-siul Iko membetulkan posisiku. Aku diposisikan sedemikian rupa. Aku teringat pose patung-patung yang kulihat di rumah Iko ini. Jangan-jangan, Iko hendak menjadikanku patung wax sungguhan? Jangan-jangan, patung-patung wax itu sungguhan? Beragam pikiran berkecamuk di dalam otakku.

Hingga, akhirnya Iko berkata, “Tutup matamu, ini hanya akan berlangsung sebentar saja.”

Sebuah kuali besar berisi wax diangkat oleh mesin pengangkat ke atas kepala. Sebentar kemudian menguyur seluruh tubuhku. Iko dan Mang Ujo bekerja cepat. Jadilah, aku patung wax sungguhan.

“Buka matamu, Sayang.”

Aku membuka mataku. Iko pun memelukku. Kulihat ada dua patung wax pria dan wanita sejejer dengan Iko. Aku tidak tahu siapa mereka, sampai Iko berkata, “Audy, perkenalkan, ini ayah dan ibuku.”

“Jadi, semuanya benar…”[]

Follow Twitter kami di @CerpenHoror

0 komentar