"Teti, pulang bareng aku aja yuk," ajak Dika, saat mobil ayahnya berhenti tepat di depan mukaku.
Aku menggeleng. "Aku dijemput ibuku," sahutku, "Aku nunggu di sini aja."
"Oh, yaudah," jawab Dika. Kemudian, mobil ayahnya pergi meninggalkanku yang masih tercenung sendiri di bibir jembatan.
Lama aku menunggu mama tak datang-datang. Terik matahari terasa panas betul di kulit. Seorang kakek yang naik sepeda onthel berhenti di depanku. Menyetandarkan sepedanya. Kemudian, duduk di sampingku, begitu saja.
"Sudah pulang ya, Nduk?" tanya kakek itu.
"Iya," jawabku. Mataku mencari-cari mama di kejauhan. Belum ada tanda-tanda kemunculannya.
"Kamu dijemput siapa, Nduk?" kakek itu kembali bertanya.
"Ibu, Kek," sahutku.
"Oh, ibu. Kalau aku ke sini mau jemput cucu kakek. Udah keluar belum ya?"
"Siapa nama cucunya, Kek?"
"Hani Stifa. Kamu mengenalnya?"
"Oh, Hani? Iya, Kek aku kenal sama dia. Dia kan satu kelas sama aku. Duduknya pun enggak gitu jauh dari aku. Kayaknya dia udah pulang sebelum bel pulang, dijemput kakaknya." Aku menjawab bertubi-tubi.
"Sudah pulang ya?" sahut kakek itu.
Suara motor mama terdengar jelas bertalu-talu. Aku menengok untuk memastikannya. Benar itu mamaku. Aku menengok kepada kakek itu kembali untuk pamit. Tapi, kakek itu sudah tidak ada lagi di tempatnya.
"Teti, ayo, mama buru-buru nih," tukas mama saat berhenti tak jauh dari tempatku berdiri. Aku segera menghampiri mama, dan naik di belakang.
"Ma, tadi aku ketemu kakeknya Hani, tapi waktu aku mau pamitan, dia udah enggak ada lagi," aku bercerita sama mama di tengah jalan.
"Kakek yang mana?"
"Itu yang berdiri di samping aku tadi. Mama pasti melihatnya kan. Soalnya, enggak lama kemudian, mama datang, eh dia juga menghilang."
"Dari tadi mama lihat kamu juga sendirian kok," sahut mama yang menghentikan percakapanku dengannya.
Beberapa pertanyaan tentang kakek itu melintas. Tapi, hanya jadi pertanyaan mengganjal di dalam kepalaku saja. Mungkin lebih baik aku cerita pada Hani soal kakeknya besok.
*
Sudah dua hari, sejak peristiwa aku bertemu dengan kakek Hani Stifa, Hani Stifa sendiri belum berangkat ke sekolah. Tapi, sewaktu berangkat sekolah aku melihat Hani, yang segera saja kupanggil.
"Hani!" Yang kupanggil segera berhenti. Aku sedikit berlari ke arahnya. "Dua hari lalu, aku bertemu kakekmu sepulang sekolah. Tapi ..."
"Kakekku? Mmm, dua hari lalu kakekku meninggal Teti. Makanya, aku pulang cepat hari itu."
"Seriusan? Jadi, itu bukan kakekmu dong?"
Hani hanya mengedikkan bahu.
"Mungkin dia hanya ingin mengucapkan salam perpisahan, Han," sahutku.
"Mungkin." Hani kembali meneruskan jalan ke bangkunya.[]
Penulis: @CerpenHoror
0 komentar