"Ingat, golok kita gunakan jika kita terdesak. Jika tidak terdesak, jangan sekali-kali dipakai. Apalagi sampai..."
Belum sempat Harry menyelesaikan perkataannya, Ical memotong. "Cerewet! Suaramu yang keras itu akan membuat kita harus menggunakan golok ini sebagai perlindungan diri, tauk?!"
Harry terdiam. Omongan Ical ada benarnya juga. Perasaannya sungguh tak enak. Dia mendadak gusar. Dan merasa bahwa keputusannya mencuri di rumah juragan Ahok bersama Ical adalah keputusan yang salah. Harry terdiam selama beberapa saat sebelum mengikuti langkah Ical. Pikirannya kembali kepada istri dan anaknya di rumah, yang selama tiga hari sejak dia dipecat sebagai pekerja kasar di toko material juragan Ahok, tidak teratur makannya.
Mereka berdua kemudian menaiki pagar rumah juragan Ahok yang tidak begitu tinggi itu. Melompat masuk ke dalamnya. Lalu, mencongkel salah satu jendela rumah. Langkah demi langkah mereka lakukan dengan mudah, karena mereka telah memahami betul seluk beluk rumah juragan Ahok. Yah, keduanya adalah para mantan pekerja kasar yang bekerja pada juragan Ahok. Harry, seperti sudah disebutkan sebelumnya, bekerja di toko material milik juragan Ahok. Ical bekerja serabutan di rumah juragan Ahok.
Keduanya mengalami nasib naas tiga hari lalu, yang berujung pada pemecatan keduanya. Sebetulnya, dipecat atau dikeluarkan dari tempat kerja bagi mereka sudah jamak terjadi dalam kehidupan. Tapi, CARANYA! Begitu mereka selalu menggerundel di cakruk dekat rumah saat membicarakan hal ini.
Sehari sebelumnya, keduanya terlibat suatu obrolan serius, setelah sebelumnya hanya mengobrol santai layaknya para pengangguran di sebuah cakruk dekat rumah.
"Kapan hidup kita berubah ya, Cal? Kok saban hari begini-begini terus, enggak ada peningkatan sama sekali," Harry mulai mengeluhkan kehidupannya.
Ical mendesah. Pertanyaan yang diajukan Harry sungguh menyesakkan dadanya. Karena, dia juga tidak punya jawabannya. "Enggak tauk aku, Har. Kita ini sama-sama kere. Dilahirkan dari keluarga kere, dan mungkin akan mati sebagai kere pula," Harry berkata memelas.
"Baru punya kerjaan belum ada dua bulan, udah dipecat lagi," Harry semakin mengeluh.
"Gedek banget aku sama juragan Ahok. Masalah dipecat sih bukan masalah buat aku, Har. Tapi, CARANYA ITU YANG BIKIN JENGKEL!!!" Ical memberi penekanan pada kalimat terakhir.
"Benar. Apalagi, kita dituduh sebagai penyeleweng duit juragan Ahok! Gara-gara itu, aku sakit hati betul. Kalau bisa balas bakal aku balas dah."
"Kamu mending. Aku sampai dipukuli istrinya. Setan alas!"
"Kenapa Tuhan memberikan banyak uang kepada orang-orang yang brengsek dalam memanfaatkannya?"
Tiba-tiba, sebersit ide gila terlintas begitu saja di pikiran Ical. "Kamu mau duit banyak?"
"Ya maulah. Tapi..."
"Enggak ada tapi-tapian. Gini, sebetulnya rencana ini udah mau aku lakuin sehabis aku dipecat kemarin. Tapi, enggak ada teman yang mau menemani membuatku urung melaksanakan niatan itu."
"Rencana apa tuh?" timpal Harry.
"Kita curi saja duit si Ahok itu, gimana?"
Singkat cerita, pada akhirnya kedua bersepakat memindah tangankan uang juragan Ahok secara tidak halal ke tangan mereka. Dan di sinilah mereka berada. Mengendap-endap. Takut ketahuan. Pada hari H ini, mereka mengetahui kalau keluarga juragan Ahok sedang keluar kota untuk urusan bisnis dari Dirman saat obrol-obrol survei kemarin. Yang tinggal di rumah hanyalah Ahok seorang. Pria tua keturunan Singkek - Cina pelit. Karena itu, aksi keduanya bakal lebih mudah dijalankan, tampaknya.
Klek. Suara daun jendela berhasil terbuka.
Ical menaikkan jempolnya kepada Harry tanda 'beres'. Mereka mengangkat daun jendela itu dengan sangat hati-hati. Setelah itu, masuk melaluinya. Ical bak seorang tentara yang memberi instruksi kepada rekannya dengan tangan, memerintahkan Harry supaya berpencar. Karena dengan begitu pencarian bakal menjadi lebih efektif.
Lagi-lagi sebelum berjalan, Harry memegang tangan Ical, dan berkata, "Kamu jangan pakai..." Ical mengangkat jempolnya. Keduanya pun memisahkan diri.
Harry sibuk mencari harta untuk dijarah. Dia mengobrak-abrik lemari-lemari. Memberantakkan seluruh isinya. Dia juga melempar baju ke luar lemari.
Harry tersenyum begitu yang dicarinya ditemukan. Dia telah membayangkan apa yang bisa dibelinya sepulangnya menjarah rumah juragan Ahok malam ini untuk istri dan anaknya. Baju. Sepeda. "Hohoho... perhiasan ini tampaknya bagus betul untuk dipakai istriku," Ical menyimpan sebuah kalung seberat kira-kira 10 kilogram ke saku khusus yang telah dibawanya. 'Ah, mudah betul mencuri di sini.' Begitu pikirnya. Lalu, memasukkan sisanya ke kantong yang akan dibagi dua untuk Ical.
Credit: Yustisi.com |
Ahok melihat Ical berdiri di atas. Ical cepat membungkam mulut mantan juragannya itu dengan tangan kiri. Dan tangan kanannya yang memegang golok cepat menebas batang tenggorokan mantan juragannya itu. Crasssh... Krakkk... Darah mengucur deras dari batang tenggorokan mantan juragannya dan Ical itu. Darah itu menyemprot ke wajah Ical. Rasa senang mengaliri hatinya. Dia menyeringai kegirangan ketika tubuh Ahok meregang-regang bak ikan tanpa air. Sejurus berikutnya, Ical melakukan tebasan ulang dan menghentikan pergerakan tubuh Ahok.
Harry yang mendengar kegaduhan dari ruangan Ical segera datang. Dan betapa dia terkejut melihat semua itu.
"Aduh, kamu ngapain?" tanya Harry yang masih kaget Ical tega membunuh juragan Ahok. Ketika dilihatnya, sudah hampir putus kepala juragan Ahok. "Udah kita cabut aja, aku juga udah berhasil menggasak barang-barang berharga nih." Harry menarik lengan Ical.
Ical mengikuti langkah Harry. Keduanya, kemudian keluar melewati pintu masuk. Mereka merasa beruntung tak ada yang melihat aksi mereka. Namun, mereka tak tahu bahwa ada mata CCTV tengah merekam aksi mereka sedari awal.
*
Keesokan harinya, polisi yang berhasil mengendus jejak mereka telah menangkap dua pesakitan ini. Keduanya, mesti mempertanggung jawabkan perbuatannya.[]
Penulis: @CerpenHoror
0 komentar