Sunday, November 4, 2012

Cerpen Horor: Rindu

"Pah, berenang yuk. Aku mau berenang nih." Ujar Rindu kepada ayahnya yang tengah membaca koran. Rindu adalah anak perempuan berumur 7 tahun, dia anak pertama di keluarga kecilnya. Ayah, dan ibu rindu memang tidak mempunyai anak lagi. Sejauh ini hanya Rindu-lah satu-satunya anak mereka. rindu adalah anak perempuan yang ceria, hobinya adalah berenang. Baginya berenang adalah hal yang sangat menyenangkan, ia sangat suka merasakan dorongan air yang cukup kuat saat ia masuk ke dalam air. Dinginnya air yang membelai wajahnya, dan membuat rambut hitam panjangnya seolah melayang. Belum lagi rasa bahagia saat ia bermain dengan anak seumurannya yang ia kenal di kolam berenang, bermain dengan teman yang baru ia kenal seperti membuatnya bersemangat.

Hari itu adalah hari rabu, tanggal 31 Oktober. Kebetulan ada sebuah acara pelepasan seorang guru di sekolah Rindu, sehingga membuat pihak sekolah memulangkan lebih awal murid mereka. Ayah Rindu menjemputnya di sekolah, hari itu ayahnya juga sedang tidak masuk kerja karena ia bekerja hingga larut malam sehari sebelumnya. Perusahaan tempat ayah Rindu bekerja memberikan dispensasi tidak masuk kerja untuk ayahnya, seluruh keluarga Rindu berkumpul di rumah hari itu.

"Sudahlah yah, ajak Rindu berenang. Hari ini ayah juga gak kerja kan. Gak ada salahnya juga." Ujar ibunda Rindu.
Ayah Rindu membanting koran yang ia baca, ia menatap tajam ke arah Rindu. Sepertinya ayah Rindu menahan sesuatu, sesuatu yang mungkin bukan hal yang menyenangkan. Tiba-tiba ayah Rindu beranjak dengan cepat, dan meraih tubuh Rindu. Ia mengangkatnya ke udara, seperti akan membantingnya dengan keras ke lantai.

"Jadi anak ayah mau berenang nih." Ayah Rindu mengangkat tubuh Rindu, dan menggelitik pinggangnya dengan mulutnya. Rindu tidak kuat menahan rasa gelinya, ia pun mencoba memberontak. Tapi ayahnya terus saja menggelitiknya, suara tawa menggema di ruang tamu itu. ibunda Rindu melerai mereka berdua, akhirnya ayah Rindu menurukan tubuh Rindu.

"Oke kalo gitu. Hari ini kita berenang!" teriak ayah Rindu, suara kemenangan Rindu pecah. Ia berlari menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Begitu juga ayah, dan ibunya.

"Siapa yang mau berenang?" ujar ayah Rindu begitu mereka masuk ke dalam mobil.

"Aku," Rindu menjawab dengan suara lantang.

Mobil yang mereka kendarai mulai meninggalkan rumah menuju kolam renang umum yang biasa mereka datangi.
Ternyata jalanan hari itu cukup padat, sebuah truk yang membawa batang besi di depan mereka berjalan lambat. Merayap. Truk itu membawa banyak sekali batang besi, dan batang besi itu sangat panjang, melebihi truk itu sendiri. Batang besi itu menjulang hingga belakang, membuat ayah Rindu harus super hati-hati agak batang besi itu tidak menembus kaca depan mobilnya. Mungkin juga menembus kepalanya, hingga tengkoraknya. Tiba-tiba batang besi itu bergemuruh saat truk itu mengerem, suara gemuruh itu seperti suara gesekan antara batang besi, dan tali pengikatnya. Tali pengikat batang besi itu tidak terlalu kuat, batang-batang besi itu mulai meluncur kebelakang. Ke arah mobil ayah rindu, ayah rindu terpekik kaget. Ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Ayah. Awas!" ibunda Rindu yang duduk disisi kemudi berteriak keras.

Tapi ternyata kain tebal yang diikat dipangkal batang besi itu sangat kuat, cukup kuat untuk menahan batang-batang besi itu untuk tidak jatuh menimpa mobil ayah Rindu. Mereka bernapas lega, dan jalanan pun semakin lancar. Ayah Rindu menyalip truk itu, dan meninggalkannya dibelakang.

Mobil mereka memasuki tempat parkir kolam renang umum itu, Rindu keluar dengan riang saat mobil ayahnya sudah terparkir. Orang tuanya mengikuti Rindu dari belakang, mereka membeli tiket masuk kolam renang. Orang tua Rindu berencana untuk tidak berenang hari itu, mereka hanya ingin menemani Rindu. Ibunda Rindu menemani Rindu berganti pakaian, ayahnya menuju tepi kolam renang untuk mencari tempat duduk. Rindu, dan ibunya muncul beberapa menit kemudian. Rindu sudah mengenakan pakaian renangnya, ia terlihat sangat lucu mengenakannya.
"Aku boleh berenang sekarang ya ayah." Rindu memohon kepada ayahnya.

"Iya sayang, tapi jangan jauh-jauh ya." Ayah Rindu mengusap dahi anaknya. Rindu langsung berlari menuju kolam renang, lalu ia melompat ke dalam air. Sepertinya ia sangat senang hari itu, semua terlihat dari wajahnya. Tapi sayang hari itu kolam renang sangat sepi, mungkin memang hari itu hari sekolah. Dimana mungkin teman-teman seumuran Rindu tengah berada di sekolah mereka, tapi itu tidak menyurutkan semangat Rindu. Orang tuanya memperhatikan dari tempat duduk di tepi kolam. Ayah Rindu sempat melirik ke seseorang yang sedang berdiri diatas seluncur kolam renang yang cukup tinggi, pria itu mengenakan celana pendek, dan mengenakan kaus warna hitam. Entah apa yang dilakukannya disana, mungkin ia adalah petugas kolam renang yang sedang membersihkan seluncuran itu. ayah Rindu tidak memikirkannya, hingga saat ia melirik lagi. Pria itu sudah tidak ada.

Sudah sekitar setengah jam Rindu bermain di kolam renang, dan Rindu keluar dari kolam renang. Ia menghampiri orang tuanya, sebuah senyum mengembang di bibirnya.

"Ayah, aku mau naik seluncur itu. boleh ya?" ia menunjuk sebuah seluncur yang ada di tepi kolam renang tidak jauh dari mereka. ayah Rindu diam sejenak, ia mengira-ngira apakah seluncuran itu cukup aman untuk anaknya. Seluncuran itu tidak lah terlalu tinggi, kolam renang di bawahnya pun cukup dalam. Sepertinya memang aman untuk Rindu, ayahnya menganggukkan kepalanya.

Rindu berlari kegirangan, ia berlari menuju seluncuran itu. ayahnya tersenyum melihat anaknya yang terlihat sangat gembira. Saat sampai di seluncuran itu Rindu diam sejenak, ternyata lebih tinggi dari perkiraannya. Ia menghirup napas panjang, lalu memegang pembatas tangga. Ia melangkahkan kakinya ke anak tangga pertama, lalu ke dua, dan seterusnya. Ayahnya memperhatikan dari jauh, satu persatu anak tangga Rindu naiki. Saat memperhatikan Rindu, ayahnya melihat sesuatu yang berkilauan di tengah-tengan seluncuran itu. kilauannya mengganggu matanya, ia memperhatikan kilauan itu. saat diperhatikan secara seksama, ternyata kilauan itu adalah sebuah silet yang menancap dengan posisi tertidur di bagian tengah seluncuran itu. mata siletnya yang sangat tajam berkilauan diterpa sinar matahari, seketika jantung ayah Rindu seperti meledak. Rindu sudah sampai di anak tangga terakhir, ia duduk di seluncuran itu. merebahkan tubuhnya, dan siap untuk meluncur. Ayah Rindu berteriak sekeras mungkin untuk memanggilnya, tapi semua terlambat. Rindu meluncur dengan cepatnya.

Tawa rindu saat meluncur berubah menjadi ringisan saat tubuhnya melewati mata silet yang tajam itu, silet itu merobek tubuh Rindu saat ia meluncur. Sebuah sayatan yang dalam merobek kulit Rindu dari dubur, pinggang, punggung, dan berakhir di kepalanya. rasa perih yang teramat sangat terasa ketika silet itu merobek tubuh Rindu, silet itu sangat dalam menembus kulit, dan danging rindu. Hingga menggores tulang ekornya, Rindu meringis, dan berteriak kesakitan. Tapi suaranya seketika hilang saat tubuhnya menghantam air, suasana menjadi sepi. Orang tua Rindu berlarian ke arah Rindu, tubuh rindu hilang diantara buih yang menyebar saat tubuh Rindu menghantam air. Buih itu perlahan-lahan menjadi merah, dan kemudian air di kolam itu berubah warna menjadi merah.

Tubuh Rindu mengambang beberapa detik setelah buih itu mulai menghilang, tubuhnya mengapung di atas air dengan posisi terbalik. Memperlihatkan sebuah sobekan panjang di baju renang yang ia kenakan, dan juga luka robek dari dubur hingga bagian belakang kepalanya. tulang punggungnya yang berwarna putih terlihat dibalik kulit yang tersayat, dan darah yang terus saja mengalir. Mencemari air kolam. Rindu sudah tidak lagi bergerak, ia mengapung bebas.

Orang tua Rindu terjatuh lemas, tangisan mereka pecah. Tiba-tiba di sisi kolam muncul seorang pria, pria yang tadi dilihat ayah Rindu. Pria yang tadi terlihat melakukan sesuatu di seluncuran itu, pasti ini ulah pria itu. ayah Rindu bangun, dan mengejar pria itu. pria itu berlari saat tahu ayah Rindu mengejarnya. Ia berlari ke tepi kolam, menuju pintu keluar kolam. Ayah Rindu mengejarnya dengan sekuat tenaga, tapi sepertinya ia tidak bisa mengejar pria itu.
Tetapi kemudian ia teringat akan senyuman Rindu anaknya, dan seketika kekuatan yang lebih mengalir di setiap pembuluh darahnya. Ia melompat, dan menerjang pria itu. pria itu jatuh di bawah tubuhnya, ia berhasil menindih pria itu hingga jatuh. Ayah Rindu bangun, lalu meninju wajah pria itu.

"Mengapa? Mengapa kau melakukan ini pada anakku!" ia meninju wajah pria itu lagi.

"Maafkan aku, tapi harus ada jiwa yang dipersembahkan setiap 31 Oktober. Itu peraturannya." Pria itu menatap wajah ayah Rindu.

"Maafkan saya." Pria itu mengeluarkan pisau dari balik bajunya, dan menusuk perutnya sendiri. Pisau yang tajam itu menembus perut pria itu, hingga merobek ususnya. Darah merembes dari perut pria itu, ia menarik napas panjang. Beberapa detik ia meringis kesakitan, tetapi kemudian napasnya berhenti. Ayah Rindu melepaskan tubuh pria itu, darah pria itu juga mengotori pakaian yang ia dikenakan. Pria itu mati dengan usus yang terburai dari dalam perutnya.

Ayah Rindu terjatuh, tubuhnya lemas.

Teks


















0 komentar