"Eh??" Ridha yang sedang menyesap es kelapa muda segera melihat wajah Emma yang terlihat aneh. Kemudian, memandang ke arah yang dipandang Emma. Sayang nihil. Sejauh mata Ridha memandang tak ada apa-apa. "Nggak ada apa-apa tuh," jawab Ridha.
"Masa?" tanya Emma lagi.
Ridha mengangguk-angguk -- menyatakan bahwa dirinya betul-betul tak melihat apa yang dilihat Emma.
"Berarti sosok itu belum sepenuhnya hilang," rutuk Emma.
"Eh, emang apaan sih?" Ridha menjadi penasaran dengan apa yang diomongkan Emma.
Emma menghela napas. Melegakan saluran pernapasannya. "Gue ceritain tapi nggak di sini. Ayo!" Emma langsung menggandeng tangan Ridha pergi dari kantin.
Ridha yang tengah memakan bakwan jagung, mementalkan sedikit hasil kunyahannya itu saking gelagapannya dengan tindakan Emma.
***
Malam itu, Emma gelisah betul. Dia bolak-bolak mengubah posisi tidurnya. Mencoba memejamkan mata untuk tidur tak bisa-bisa. Bukan lantaran suara orang tadarusan setelah tarawih yang menyebabkannya. Otak Emma masih mengajaknya berpikir, walaupun tubuhnya sudah lelah sekali. Entah, ada apa ini.
Emma mencoba menerapkan semua tools untuk mempercepatnya tidur. Mulai dari berhitung sisa berapa duit jajannya bulan ini hingga menghitung kambing ala Mr. Bean.
Akhirnya, Emma mendudukkan dirinya. 'Harus apalagi gue supaya bisa tidur sih?' Ditengoknya, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas lebih sedikit. Tiba-tiba, dia teringat dengan saran dari Chucky, sohib yang otaknya rada sinting itu. Cowok setengah kuda itu pernah bilang kalau tidak bisa tidur mending minum susu hangat. Waktu itu memang Emma mencibir Chucky. Namun, tak salahnya mencoba bukan?
Emma beranjak dari tempat tidurnya menuju dapur. Dan membuat segelas susu untuk dirinya sendiri. Setelah itu menyalakan tv dan merebahkan dirinya pada sofa empuk. Sambil memindah-mindah channel untuk melihat tayangan yang bagus, Emma menyeruput susunya sedikit demi sedikit. Tak terasa susunya sudah tandas. Emma pun mulai menguap. 'Mmm, ampuh juga jurus si Chucky ini.' Emma tersenyum. Setelah mematikan tvnya, ia beranjak ke peraduannya untuk terlelap menikmati mimpi.
***
"Hahaha..." Ridhaharti terbahak-bahak setengah mati, "Lu sih nggak cerita horor!"
"Iih... Bentar apa... Gue belum selesai cerita nih," sahut Emma ketus.
Ridha terdiam. Tampaknya ia mulai seriusan.
***
Sekitar pukul setengah satu, tubuh Emma menggeliat-geliat. Tubuhnya dipenuhi peluh. Ia juga meracau. Tampaknya, ia seperti sedang bermimpi seram. Namun, Emma sulit terbangun dari tidurnya. Ia merasa tubuhnya sulit digerakkan. Kata orang-orang, ini disebut dengan tindihan.
Selang beberapa saat berikutnya, Emma berhasil menggerakkan tubuhnya dan terbangun. Ia segera terduduk. 'Sial, gue mimpi aneh,' gumamnya pada diri sendiri. Kemudian, mencoba mengubah posisi tidurnya. Orang-orang pernah cerita kalau mengalami tindihan supaya mengubah posisi tidur. Katanya, supaya nggak mengalami lagi tindihan.
Baru 5 menit berselang, Emma tindihan lagi kali ini lebih hebat. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya kembali. Namun, tidak bisa. Makanya, ia lebih memilih berteriak sekuat tenaga. Walaupun, dalam kondisi nyata, Emma berteriak tidak karuan dan hanya mengeluarkan bunyi, "Uuuu... Uuuu... Uuuu..."
Beruntung ibu Emma mendengar teriakan Emma dan segera berlari ke kamar Emma. Kemudian, membangunkannya. Segera Emma tersadar.
"Kenapa kamu, Nak?" tanya ibunya, "Kamu habis mimpi apa?"
Emma menjelaskan kalau dia bermimpi bertemu dengan sosok yang mengerikan dengan mata merah yang besar. Ibu Emma hanya tersenyum, lau berkata, "Kamu lupa baca doa pas tidur ya, makanya kalau mau tidur itu baca doa dulu." Lalu, ibunya beringsut dari tempat tidur Emma dan keluar.
Emma sendiri masih duduk termenung. "Siapa sih nggangguin gue, capek nih. Kalau berani nongol dah," tutur Emma menggumam. Lalu, tidur kembali.
*
Emma ngililir, kondisi antara masih di alam mimpi sama alam nyata. Ia merasa ada angin menghembus tengkuk lehernya. Ketika terbangun, Emma mendapati di lingkar perutnya ada tangan yang memeluknya menjadi seperti guling. Warna tangan itu hitam. Emma kemudian menengok ke belakang dan menemukan ada sepasang mata berwarna merah dan bibir tersenyum di sana. Emma teriak sekuat tenaga sambil lari ke kamar orang tuanya.
***
"Wkwkwk... Jadi lu dipeluk sama itu makhluk?" Komen Ridha.
"Iya. Habis itu gue tidur di kamar ortu gue. Horor habis gue." Mata Emma berkeriap-keriap.
"Terus hubungan cerita berjudul "Seorang Gadis Ditidurin Jin" sama sosok yang elu sebut di kantin tadi apa?"
"Siakek lu! Gue bukan ditidurin yaa... Gue dipeluk. Bedakan itu..." Emma mengomel pada sahabatnya sendiri.
"Iya dah iya dah..."
"Jadi, begini..." Emma melanjutkan ceritanya.
***
Sudah berhari-hari Emma masih terus diganggu oleh makhluk itu. Ia menceritakan peristiwa itu pada ibunya. Tapi, malah ditanggapi dengan senyuman oleh ibunya.
"Jangan ngarang kamu, Ma," tukas ibu Emma.
"Siapa ngarang sih bu?" Emma mencoba menegaskan.
"Ya sudah. Kita ke tempat Ustad Mahmud aja gimana?"
Emma hanya bisa menurut. Yeah, mau bagaimana lagi.
*
"Kalau menurut apa saya liat, sepertinya kamu ada "pegangan"-nya," Ustad Mahmud menjelaskan apa yang terjadi padaku. Namun, Emma yang masih hijau tidak tahu apa yang dimaksud "pegangan" oleh Ustad.
"Maksudnya gimana Pak Ustad?" Emma meminta penjelasan.
"Bahasa gampangnya, kamu ada yang jagain."
Bukannya senang, Emma malah bergidik. Bukan apa-apa, ia sudah melihat sosok "penjaga"nya itu. Dan ia tidak menyukainya. Mengerikan dan menakutkannya.
"Saya nggak mau Pak Ustad, saya mau "dia" diusir dan tidak mengganggu hidup saya lagi."
"Well, seandainya bukan keturunan, saya sudah libas dari tadi. Nah, kamu ini keturunan, jadi sulit untuk dihilangkan. Tapi, saya akan mencobanya."
***
"Terus, "dia" ilang Ma?" tanya Ridha.
"Semenjak didoain, 6 tahun lalu, sama Pak Ustad, "dia" emang menghilang. Tapi, kadang-kadang "dia" muncul, pas hari lahir gue. Dan sekarang ini hari ultah gue."
"Pantesan, "dia" dateng lagi. Mau ketemu sama elu."
"Iya, kali."
Bersamaan dengan itu, dosen Yodha, yang dijuluki Kapten Dracula datang. Semua mahasiswa sibuk duduk di bangku masing-masing. Semua mahasiswa bersiap menerima pelajaran dari dosen killer itu. Kecuali, Emma, yang matanya masih menatap keluar jendela. Ia melihat "penjaga"nya itu tengah menatap ke arahnya dengan mata merah. Emma sendiri bergidik.[]
Terinspirasi dari cerita teman Twitter: Emma (@YoursRiya)
0 komentar