Friday, September 14, 2012

Keadaan Darurat (Cerpen Horor Terjemahan)

-->
Prajurit Frank Riley berjalan menyusuri apa yang dahulu menjadi jalanan tersibuk di Kota New York, tetapi sekarang… sekarang hanyalah sebuah jebakan kematian yang lain. Jalanan itu telah dipenuhi dengan mobil-mobil ringsek, mayat-mayat, dan orang-orang yang menjerit-jerit. Seorang petugas polisi berjuang mempertahankan diri dari gerombolan yang Riley kenali sebagai musuh, di saat yang sama anggota militer menembaki mereka sebanyak mungkin. Tepat di belakangnya, mobil-mobil dan mereka yang menyerupai mayat berada di bawah roda-roda berat tank M1 Abrams - si penembak di tempat senapan mesin hanya melihat kehancuran di sekelilingnya dengan pandangan malas.

Tanpa kewarasan, penuh darah, laki-laki dan perempuan. Bekas warga kota berubah menjadi kanibal dan ganas. Mereka yang dahulu dihormati, kini hanya mempedulikan kematian, dan makanan yang akan didapatkan nanti bukanlah berasal dari seseorang yang seperti mereka.

Riley mengangkat senapan M-16, popor di bahunya. Tiga tembakan, dua di dada, satu ke kepala. Kabut darah merah keabu-abuan mengisi udara di belakang sang mayat saat ia ambruk ke jalan, mati dengan darah menodai bibirnya. Riley terus melihat sekelilingnya, tak membiarkan dirinya lengah. Orang-orang gila itu… mereka di mana-mana.

Prajurit muda itu mengingat kembali saat pengarahan. Ia ingat para petugas dan ilmuwan mengatakan padanya dan semua orang di ruang rapat tentang musuh yang sebenarnya sudah mati. Mayat yang kembali bergerak atas rasa lapar akan daging manusia.

Riley menggelengkan kepalanya tak percaya tentang hal itu. Ia mendengus pelan pada pernyataan di ruang rapat tersebut. Namun sekarang, dengan semua yang sudah ia lihat, dirinya mulai percaya. Ia melihat seorang polisi huru-hara, memukulkan pentungannya pada kepala seseorang yang tadinya adalah wanita muda yang cantik dan seksi. Rambut pirangnya yang dahulu tergerai kini lengket dan basah oleh darahnya sendiri saat batok kepalanya hancur, tetapi ia masih bergerak. Sang polisi berlutut di atas tubuhnya yang meronta-ronta, tak henti memukuli hingga otaknya tumpah dari retakkan di tengkoraknya dan akhirnya membuat ia berhenti bergerak.

Sang polisi berdiri puas, tetapi satu dari makhluk itu menyergapnya dari belakang mobil yang ringsek. Mereka berdua jatuh ke tanah, sang petugas mencoba menjauhkan makhluk tersebut. Riley mengarahkan senapannya untuk mendapatkan bidikan yang tepat. Ia mulai berjalan ke depan tetapi ia menangkap satu lagi monster di ujung matanya.

Di belakangnya, senapan mesin di atas tank membuka tembakan, peluru kaliber 50 bermuntahan ke arah yang dibidik si penembak. Meski demikian, ia tidak membidik pada makhluk yang berlari ke arah Riley. Riley berbalik dan menembak dua peluru pada batok kepala sang makhluk. Satu dari peluru tepat menembus mata kirinya. Saat bagian belakang tengkorak meledakkan semburan darah dan tulang, zombie itu jatuh berlutut hingga isi kepalanya tumpah ke aspal jalanan.

Riley membalikkan tubuh kembali ke arah si polisi huru-hara, bahkan suara senapan mesin pun tak terdengar lagi. Polisi itu sudah mati, tiga zombie mencabik-cabik apa yang tersisa di balik perlengkapan huru-haranya. Perutnya menganga lebar dan para mayat hidup menarik rangkaian usus yang lengket dan berminyak dari lubang yang mereka buat. Menarik organ itu ke mulut mereka untuk disantap beramai-ramai. Helm si petugas terlempar, teronggok beberapa meter, terciprat oleh darahnya sendiri, wajahnya sudah hilang setengah, dagingnya yang terkoyak menguakkan tulang putih yang dikaburkan oleh bercak darah di sepanjang garis wajahnya yang setengah tersenyum untuk selamanya.

Riley menembakkan peluru yang tersisa dalam magasin pada para makhluk itu, membunuh mereka semua. Mereka berjatuhan menjauhi tubuh petugas polisi, darah mereka bercampur dengan darahnya. Secara naluriah, ia mengganti magasin kosong di senapannya.

Riley berbalik untuk mengetahui mengapa tank berhenti menembak dan melihat si penembak jakunnya dirobek oleh rahang zombie. Darah menyembur dari luka besar hingga jantungnya secara perlahan berhenti memompa. Zombie yang melakukannya merayap masuk ke dalam tank. Bahkan Riley bisa mendengar teriakan dari kru tank yang menembus baja saat seorang zombie pembajak itu mulai menyantap mereka satu demi satu. Mereka terkurung oleh peralatan mereka, tak punya cara untuk mempertahankan diri. Mereka mati mendengar rekan mereka dicabik-cabik.

Riley melihatnya kenyataan bagai cerita horor, nyaris shock saat melihat mesin buatan manusia yang tak terhentikan itu gugur dengan mengerikan.

Riley memalingkan tubuh, berpaling dari kehancuran, Riley meninggalkan tugasnya. Riley melarikan diri dan hanya lari yang ia lakukan. Lurus menuju lengan-lengan petugas yang telah terkoyak tepat di depan matanya. Dengan setengah menyeringai, serabut-serabut otot yang masih menahan satu sisi rahangnya, polisi yang menjadi zombie membuka mulutnya dan menggigit bahu Riley.

Riley menjerit kesakitan lalu memukul si petugas dengan senapannya. Petugas itu terjerembab ke belakang dan Riley maju melumatkan wajahnya dengan popor senapan. Ia melihat apa yang tersisa di wajahnya, darah kental mengalir dari mulut dan hidungnya hingga menetes ke tanah. Zombie itu ambruk tetapi Riley tak melihatnya karena ia berlari sekarang. Berlari dan menembak.

Ia tersandung di pinggiran jalan, wajahnya hampir membentur aspal. Seorang zombie yang sedang mengejarnya melompat ke punggungnya, lalu kemudian mulai mengunyah bagian tengah tubuhnya.

Riley berteriak saat merasakan dagingnya dikoyak-koyak, darah bercucuran dari lukanya yang menganga. Ia meliuk, memberikan zombie jalan ke daerah lain di perutnya dan makhluk itu tak menyia-nyiakan, merobek daging yang masih segar. Riley membenturkan senapan ke muka si makhluk dua kali, membuatnya goyah hingga cukup lama baginya untuk kabur.

Makhluk itu pulih terlalu cepat, dan berhasil menggigit betis Riley. Sang prajurit merintih kesakitan, meraungkan rasa perih ke langit, suaranya bergaung di dinding yang mengelilinginya.

Dengan satu kaki, Riley menendangnya. Tendangan itu mendarat tepat di kepala si zombie hanya untuk digigitnya. Si zombie terdorong ke belakang membawa serta daging kaki Riley. Sang prajurit menjerit kesakitan lewat giginya yang terkatup rapat.

Masih di punggungnya, Riley mengarahkan senapan dan menyarangkan tiga peluru ke kepala zombie, memastikannya mati.

Saat darah menggenangi tubuhnya, Riley berdiri terhuyung-huyung. Kakinya yang terluka gemetar, Riley jalan terpincang-pincang ke arah gedung satu lantai yang tak terurus. Jendelanya sudah lama dipalang dengan balok busuk dan pintunya terpasang pada engsel yang berkarat.

Tak satupun mayat hidup di luar melihat Riley masuk ke dalam, begitu juga tak ada yang tahu ia bersandar pada salah satu dinding, melihat lukanya. Kulit telah robek sepenuhnya, dan secuil daging mencuat dari luka yang telah dikoyak gigi zombie. Darah mengalir deras dari luka tersebut. Riley sadar dirinya akan mati kehabisan darah di gedung ini, sendirian.

Saat ia tenggelam dalam kegelapan, hanya satu yang terpikirkan Riley, adiknya Samantha Legacy di Kingston. Ia berharap Samantha dan keluarganya baik-baik saja. Ia tidak sempat mengunjungi mereka secara utuh… tidak sejak ibunya meninggal dunia. Sekarang ia tidak akan mendapatkan kesempatan untuk melihat keponakannya tumbuh dewasa.

Ketika hujan menghujam bumi, kota New York yang dulu dibanggakan meringsut ke singgasana kematiannya. Mayat-mayat hidup terus bertambah seiring matinya mereka yang masih hidup. Darah mereka mengalir sepanjang jalan, tersapu oleh hujan yang tanpa ampun mengguyur sisa-sisa manusia.

Dan dalam gedung terlantar yang gelap dan sunyi, seorang tentara bersandar pada dinding. Darah menggenangi tubuhnya. Ia telah bersandar di sana berjam-berjam, tak bergerak sama sekali. Matanya terpejam.

***

Kini, jari sang prajurit mulai bergerak, dan matanya terbuka, diisi oleh rasa lapar yang penuh dosa.

[Penerjemah Taufik Mulana, dari cerpen horor karya ChaosWolf21 berjudul "State of Emergency". Versi asli dapat dibaca di http://www.fanfiction.net/s/3382052/1/bState_b_of_bEmergency_b

0 komentar