Saturday, September 15, 2012

Cerpen Horor: Laki-laki Itu Dika

Ada sebuah kampung yang bernama Kampung Jembatan, bahasa bekennya sih, Kamjet! Hehe. Oiya, walaupun kami tinggal di kota besar, yaitu JAKARTA, tapi keadaan di sini biasa-biasa saja. Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin.

Dulu, kampung ini memang menyenangkan. Tapi, suasana berubah ketika Dika, salah satu warga di kampung kami meninggal. Cerita tentang meninggalnya pun membuatku merinding. Kan dia punya penyakit ayan alias epilepsi. Nah, pas dia naik motor, penyakitnya ini kambuh. Dika kejang-kejang dan yeah dia kecelakaan dengan wajah terlebih dulu menghantam tembok rumah orang. Wajahnya hancur. Entah, kenapa Dika tidak punya saudara. Yang jelas, tak ada seorang pun yang mencarinya, kecuali kami, teman-temannya, yang mengurusi pemakamannya, termasuk diriku. Ia dikuburkan sesuai agamanya.

Seminggu selepas kematiannya, kejadian-kejadian galib banyak terjadi. Mula-mula, salah satu warga di kampung kami meninggal tanpa sebab, lalu berlanjut ke warga yang lainnya. Menurut keterangan saksi mata, pelaku pembunuhan tersebut dilakukan oleh Dika. Karena takut kejadian itu terulang kembali, kami tidak berani keluar dari rumah. Kalau pun bisa keluar, belum tentu bisa kembali.

Empat hari kemudian, ibuku bilang kalau stok makanan di rumah sudah habis. Karena kakak-kakakku sedang tidak ada di rumah, "Ya, sudahlah. Dede saja yang ke warung!" keluhku pasrah. "Tapi, gak apa-apa nih, dek? Nanti…" Tanya ibuku khawatir. "Ssssstt!! Gak boleh ngomong begitu! Hidup dan mati kan ada di tangan Tuhan, bu!"

Sebelum aku pergi ke warung, ada lelaki yang meminta tolong kepada kami lewat jendela yang langsung menghadap ke jalan. Lelaki itu mencoba meminta tolong kepada kami. Tapi, apa daya? Bagaimana kami menolongnya di situasi begitu? Lalu, "JRASSSS!!!", darah merah mewarnai jendela kami. Ia pun tewas di cengkraman Dika. Setelah kejadian itu. Yeah, hanya enam kata yang kuucap "Pasrah".

Setelah itu, aku keluar rumah, menutup pintu utama dan pagar rumah. Tadinya, aku berjalan santai. Soalnya, aku pernah bertemu dengan sesosok makhluk halus juga. Kira-kira jam dua malam. Itu pun sambil berpandangan pertama dengan makhluk halusnya

Tak lama kemudian, akhirnya aku sampai juga di warung. Sesudah aku membeli beberapa makanan dan camilan, aku pun kembali ke rumah. Jalanku masih santai seperti biasa, tapi, pada saat melihat ke jendela rumah, memang ada cipratan darah di tembok. Tapi, di mana mayatnya?

"Kamu cari siapa, Wan?"

Seketika itu juga, aku kaget. Aku langsung mengambil langkah seribu. Menutup pagar rumah, menutup pintu utama, lalu menghampiri ibuku yang sedang ketakutan di ruang tamu. Ibu memelukku supaya aku tenang, tapi aku merasakan ketakutan dan kasih sayang ibu terhadap anaknya. Belum pernah aku melihat ibuku yang seperti ini. Kami melihat Dika yang sudah bisa melewati pagar di rumah kami. Hanya melewati pintu utama inilah Ia bisa langsung menghabisi kami. Tiba-tiba...

"Hey! Berhenti, Dika! Kamu sudah membuat kami susah! Apa maksudmu melakukan ini semua?!" kesal salah satu warga yang berani bicara.

"Iya! Sudah banyak korban yang kau mangsa! Sekarang, apa maumu?!" teriak sahabatku, Lulu.

Dika menghentikan langkahnya, lalu menghilang.

"Alhamdulillah, akhirnya dia pergi juga!" kata warga dengan serempak.

Lalu, aku membukakan pintu utama, bermaksud untuk berterima-kasih kepada warga yang sudah membantu,…

"Wan, itu…!" teriak Lulu panik.

"Di mana? Dia kan sudah…?" kataku sambil bercanda.

"Di belakangmu! Oiya, ada satu permintaanku untuk kalian.. Maafkanlah kesalahanku. Aku begini karena aku kesepian tinggal di alam sana. Dan untukmu, Wanda…" Wajah Dika berubah seperti sebelum ia mengalami kecelakaan.

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Terima kasih, kau telah mengerti tentang diriku, dan sebagai gantinya…"

JRASSSS!!!

"Uhuk..."

"Ikutlah bersamaku!!!"

Aku terbangun dari mimpi burukku. "Hosh, hosh. Untunglah, itu hanya sekedar mimpi!". Setelah itu, aku melihat ke arah posisi tidurku seperti katak. Setelah itu, aku melihat ke arah jendela kamarku, pemandangan masih seperti dulu. Tak lama kemudian, ibuku langsung menyuruhku seperti biasa, "Dek! Angkatin kasur!".

"Ya!" jawabku.

Aku tertawa karena mendengar perkataan ibu tadi, dan berusaha menyembunyikannya, takut kalau ibu berpikiran yang bukan-bukan kepadaku. Lalu, aku mengambil pulpen dan buku catatanku, menuliskan mimpi burukku itu. Mungkin bagi kalian, ini mimpi yang aneh. Walaupun malu dengan cerita tadi, akhirnya ku tulis juga.

"Tidak ada orang di dunia ini yang bisa melewati kesendirian, baik Michael Jackson, Uchiha Itachi (karakter penyendiri dan setia dalam manga Naruto), Dika dan mungkin juga diriku. Aku menghargai setiap jasa mereka. Walaupun mereka menerima aib sebagai ganti kehormatan, kebencian sebagai ganti cinta. Tapi, mereka tetap tersenyum. Begitulah kisah mimpiku. Aku tak tahu apakah mimpi itu akan menjadi mimpi biasa? Ataupun mungkin juga akan menjadi kenyataan dalam versi yang berbeda?"

Penulis: Firda Fatimah Herda

0 komentar