Wednesday, January 16, 2013

Pengantin Kematian [Part 2]

Lanjutan Cerpen Horor > Pengantin Kematian [Part 1]

“Halo, nak Reza!”

“Iyah! Ada apa yah pak?” Gue tahu kalo yang berbicara di seberang sana adalah ayahnya Antok.

“Apa Antok nginep di sana?”

“Antok?! Lho emangnya belum pulang?”

“Saya kira malah nginep di tempatnya nak Reza! Kemaren khan pergi sama nak Reza.”

“Enggak dia enggak nginep di tempat saya pak! Kemaren kami pulangnya terpisah. Yah, udah bapak tenang aja, nanti saya telpon temen-temen dulu barangkali mereka tahu di mana Antok berada.”

“Oh, iya, kalo gitu makasih yah!” Dan telpon pun ditutup.

Gue segera menelpon Joe. “Joe gawat! Antok belum pulang!”

“Apa? Belum pulang? Lo yang bener?”

“Beneran! Tadi bapaknya telpon kemari malahan. Elo cepet kesini dah!”

***

Di kamar gue yang pengap …

“Kira-kira kemana tuh anak pergi?” Tanya gue.

“Jangan-jangan! Pas malem-malem itu sampe sekarang dia belum balik lagi?!”

“Heeh …..” Tiba-tiba angin bertiup kencang ... Wushhhhhhhhhhhhhh … dan pada tembok kamar gue muncul sebuah tulisan –berwarna merah darah. Bunyinya: PENGANTIN KEMATIAN, JANGAN GANGGU KAMI. Betapa terkejutnya kami berdua.

***

Kami segera menghubungi keluarga Antok dan menceritakan semua yang kami tahu kepada mereka. Singkat cerita, segera setelah kami bercerita perihal peristiwa semalam itu, mereka mengambil tindakan dengan mengundang Bapak Kyai, bernama Koencoro Hayadiningrat.

“Gimana ini, pak!” Terdengar nada cemas Ibu Wid –ibunya Antok.

“Sudah ibu tenang saja,” sahutnya.

“Iya, ibu masalah ini biar kami dan bapak yang tangani. Ibu berdoa saja, supaya kami berhasil mendapatkan Antok kembali.” Gue berucap penuh semangat.

Pak Koencoro pun angkat bicara, “bisa tolong sediakan segala sesuatu yang saya butuhkan!” Semua menyanggupinya. Dan Pak Koencoro pun melakukan meditasi di ruangan yang terpisah. Tanpa diduga oleh siapapun, angin berhembus sangat kencang. Jendela, pintu terbuka lebar –padahal tadi sudah dikunci rapat-rapat, dan korden-korden beterbangan dan kemudian jatuh. Kami semua –aku, Joe, Bapaknya Antok, dan Ibunya Antok- berdiri, bulu kuduk masing-masing menjadi tegang. Suasana menjadi demikian tegangnya, dan tak lama sesudah itu terdengar suara tawa memekik keras … Hihiiihihihihi …..hihihihihihih….. hiiihihihhihihih ….

“Apa itu, pak?” Tanya Ibu Wid. Dan muncullah sesosok makhluk perempuan –mata dan mukanya meleleh. Ia melayang-layang kemudian tertawa memekik … hihihihihihi…..hihihihii…hihiiihih.

“Hei kau! Para manusia, apa yang sedang kau lakukan, hah?” Ujar makhluk itu.

“Hei, kembalikan anakku!!” Teriak Bapak Wid.

Hahahahah….hahahahah….hahahahah….makhluk itu tertawa. “Jangan ganggu kami, sekarang kami bahagia. Lagipula anakmu sendiri yang menghampiriku. Kami sekarang adalah pengantin kematian yang bahagia,” Hahahahhahaha ….hahahhaha…hahahahah….

Gue dan Joe hanya bisa menatap kejadian ini tanpa bisa berbuat apa-apa. Pak Koencoro tiba-tiba saja melompat  menangkap makhluk tersebut. “Jahanam!” Suara Pak Koencoro, “Hei! cepat bantu saya, mengingkatkan tali ini pada dirinya. Dia hanya bisa dikalahkan, jika dia diikat dengan sebuah tali yang telah dilumuri dengan ramuan khusus. Cepat!!!” Gue dan Joe yang tadi hanya bisa menatap, segera mengambl tindakan. Tapi, belum sempat gue menangkap tubuh makhluk itu, testikelnya mengenai selangkangan gue. Aoooo… melihat kejadian ini Pak Wid mengambil alih tugas gue, untuk menangkapnya dari sebelah kiri.

Makhluk tersebut berteriak keras sekali, telinga gue –mungkin juga telinga yang lainnya, menjadi sakit karenanya. Ia menjadi murka –persis seperti manusia super saiya, ia melemparkan kami semua, dan kami semua mencium tembok. Sungguh ini sangat sakit. “Joe,” ujar gue pada Joe. Dia melihat gue, dan segera ia tanggap maksud gue. Kami berdua maju bersama menyerang. Hiaa…

“Lempari dia dengan ini!!” Seru pak Koencoro melempari sebungkus kacang ijo. Maka, gue lemparin makhluk itu dengan kacang ijo-kacang ijo itu. Dan ia menyeringai kesakitan, tapi tampaknya belum menunjukkan kata-kata kekalahan. Kemudian ketika makhluk itu masih menyeringai kesakitan, pak Koencoro menusuk makhluk itu dengan bambu kuning. Dan akhirnya, ia terbakar …terbakar….terbakar….hangus. Lalu lenyap dari pandangan kami.

Tok..tok…tok…suara itu mengejutkan kami. “Siapa ya?” Tanya Ibu Wid.

“Ini Antok!” Jawaban dari luar sana.

“Antok…” Seru Ibu Wid. Dibukalah pintu depan, dan ternyata memang benar, itu adalah Antok. Dan seperti biasa terjadi adegan yang kurasa sebagai adegan drama….hehehe…heheheh. Dipeluknya Antok oleh kedua orang tuanya, bak orang yang habis pergi dari perantauan. Kami yang menonton pun jadi terharu. “Coba itu gue ya!” Ujar Joe.

“Yee… elo mau diculik tuh makhluk.”

“Ogah!!” hahahahhaha…..

Kemudian pak Koencoro bercerita pada kami, ternyata daerah sana memang sarangnya. Dan untuk itulah kejadian hari ini harus menjadi pelajaran bagi semua, jangan terlalu gampang tergoda.[]

Follow Twitter kami di @CerpenHoror | Follow Google Plus kami di +Cerpen Horor 

0 komentar