Friday, December 28, 2012

Cerpen Horor: Balapan Terakhir

Sebagai anak tunggal yang tumbuh di lingkungan kaya, Ripto menyukai hobi balapan motor. Tentu saja, selain hobi ini bergengsi tinggi, Ripto tak perlu memikir uang untuk masalah memodifikasi motornya. Hal ini karena orang tua Ripto -yang hampir selalu tak ada di rumah- memanjakannya dengan uang, uang, dan uang saja. Jangankan hanya untuk memodifikasi motornya, untuk membeli motor Ninja tiap hari pun sanggup dilakukan.

Di kalangan biker, Ripto bisa dibilang pembalap yang hebat. Beberapa kawan menjulukinya dengan sebutan "Raja Jalanan". Sebuah sebutan yang amat bergengsi di antara para biker. Setiap balapan, hampir bisa dipastikan pemenangnya adalah Ripto. Tak ada lawan sebanding dirinya. Balapan dilakukan setiap malam Minggu dan setiap balapan pasti ada yang dipertaruhkan, baik uang atau anggota tubuh penantang yang kalah. Beberapa hari sebelumnya, Ripto berhasil mendapatkan jari tangan lawannya. Bagi Ripto, kemenangan dalam beradu balap memberikan kepuasan tersendiri. Melihat lawannya kalah dan kehilangan salah satu anggota tubuh selalu bisa dinikmatinya.

Malam itu, jalanan sangat ramai. Tampak segerombolan pemuda yang tengah berkumpul di pinggir jalan dengan motor balap masing-masing. Ya, malam itu Ripto memang dijadwalkan akan melakukan balapan dengan Taulani yang juga terkenal dari kelompok Rotor X.

Ripto berdiri di dekat motornya, lalu berbicara di hadapan Taulani. "Apa yang berani lo taruhkan?" tanya Ripto angkuh, sambil melihat teman-temannya yang berdiri di belakangnya.

Taulani sendiri menghadapi keangkuhan Ripto dengan santai. Sambil tersenyum, Taulani berkata, "Kaki."

Ripto terdiam sejenak sebelum menjawabnya. Kehilangan satu kaki jika terjadi kekalahan, berarti menamatkan "power"-nya sebagai raja jalanan.

"Gimana? Berani nggak?" Taulani berkata lagi sambil berkacak pinggang, menantang keangkuhan Ripto dengan gertakannya.

"Siapa takut!" akhirnya Ripto berkata. Pikirannya memang sudah kurang waras. Tapi, kepercayaan dirinya memang sudah tumbuh sejak dia menjadi jawara di berbagai adu balap liar di manapun. Tak terkalahkan rekor dia selama ini. Berkaca dari hal tersebut, Ripto sesumbar. Lagipula, dia tak ingin dibilang pengecut. Bersama motor Honda miliknya yang sudah dikilik oleh Dhogon, mekanik terpercayanya. Tapi, dari raut wajahnya ada nada kekhawatiran dari Ripto yang diekspresikan samar. Tidak ada yang melihat hal tersebut, terkecuali Dhogon.

Setelah semua orang hendak bersiap ke motor masing-masing, Dhogon mendatangi Ripto dan berbisik bijak. "Kadang kita harus tahu, kapan saatnya berani dan kapan saatnya menjaga diri. Supaya tidak kehilangan diri sendiri."

Mendengar hal itu, Ripto mencengkeram kerah Dhogon. "Lu pikir gua takut?"

Dhogon menepis tangan Ripto dari kerahnya. Kemudian, menjelaskan maksudnya. "Bukan gitu maksud gua, Bos. Cuma sekadar saran, kalau elu nggak siap lebih baik di-pending aja balapannya. Daripada terjadi hal-hal di luar dugaan? Gua nggak mau pulang membawa berita horor buat orang tua elu."

"Seorang ksatria pantang menarik ludah sendiri!" hanya begitu jawaban Ripto. Kemudian, mempersiapkan diri.

Kedua orang tersebut kini sudah menunggangi motornya masing-masing di posisi start. Ripto dan Taulani saling memandangi untuk kemudian menatap lurus ke depan. Di tengah-tengah antara mereka ada Erika, gadis Jepang yang body-nya terlampau aduhai sehingga digilai para cowok dan membuat iri para cewek. Erika kemudian mengangkat kedua tangannya.

"Taulani siap?" Erika menunjuk Taulani. "Ripto siap?" Erika menunjuk Ripto. Pertanyaan itu disambut gas oleh kedua pembalap. Lalu, Erika berkata, "Let's go!"

Kedua pembalap itu pun meluncur. Suara motor masing-masing memecah kesunyian malam. Ripto tanpa ampun langsung menggeber motornya dengan kecepatan setan. Disusul di belakangnya Taulani, hanya beberapa detik.

Pada tikungan pertama, Ripto melaluinya dengan permainan gas, rem dan kopling yang handal. Dia bisa melaju tanpa mengurangi terlalu banyak kecepatan. Sementara, hal yang sama pula dilakukan oleh Taulani. Walaupun, jalanan ramai dengan truk-truk besar dan kendaraan pribadi, Ripto dan Taulani dapat mengatasinya dengan mudah. Hanya saja, Taulani yang sedikit dapat lebih mengatasi hal ini sehingga berhasil mempersempit jarak di antara dia dengan Ripto.

Ripto menengok seperti pembalap-pembalap GP macam Valentino Rossi atau Pedrossa saat melihat lawannya merapat. Di saat itulah, dia teringat pesat Dhogon. Perasaan takut kalah, lebih-lebih kehilangan anggota tubuh mulai menyelimuti Ripto. Karena itu, tak peduli ada truk atau apapun, dia menambah kecepatannya hingga pol mentok. Kekhawatiran Ripto hampir menghilang saat tikungan terakhir terlihat oleh matanya. Ripto merasa sudah menang. Sayang itu hanya perasaannya saja. Tepat di tikungan, sebuah truk sedang mogok, Ripto yang tengah memacu motornya tak bisa menghentikannya seketika.

Dan brakkk...

Ripto terpental ke jalan hingga beberapa meter. Dia belum kehilangan kesadaran dan masih bergerak-gerak. Kemudian, mencoba membuka helmnya. Sakit yang luar biasa kemudian dirasakannya. Taulani kemudian berhenti untuk melihat keadaannya dan melihat Ripto tanpa melakukan apapun.

"Well, sepertinya gua nggak perlu melakukan apa-apa lagi buat elu ya?" kata Taulani.

"Tolong gua... tolong gua..." pinta Ripto yang mencoba menggapai-gapai Taulani dengan tangan kanannya.

Taulani lantas menaiki motornya dan pergi meninggalkan Ripto sendirian. "Mampus lu, anying!"

Dari mata, hidung, dan telinga Ripto merembes darah kental.

Saat ini Ripto berjuang menawar maut. Pergelangan tangannya patah. Pandangannya kabur. Napasnya semakin susah. Mulutnya kaku. Saat orang-orang sekitar mulai berdatangan satu persatu, sebuah mobil yang sedang melaju kencang. Pengemudinya tampak tidak melihat ada tubuh bersimbah darah tergeletak di jalan raya dan Ripto hanya bisa melihat cahaya yang semakin lama semakin jelas. Dan... empat roda mobil pun menggilas dirinya.

“Grrhhhrhrh.” Hanya itu yang terdengar dari mulut Ripto.

***

Sementara itu, Taulani yang berhasil mencapai garis finish disambut penuh kemenangan oleh pengikutnya. Pengikut Ripto hanya terdiam, mengetahui kekalahan mereka. Dhogon segera mendekat kepada Taulani dan bertanya di mana Ripto karena setelah ditunggu selama beberapa saat tidak tampak.

"Lu apain Ripto?" tanya Dhogon.

"Weits tenang bro. Kayaknya temen lu butuh bantuan di tikungan terakhir sana." Dhogon segera lari ke motornya untuk menyusul ke sana. "Oiya, gua udah ngelupain soal taruhannya," teriak Taulani yang membuat Dhogon semakin jengkel.

Di sana, Dhogon melihat jenazah Ripto, digotong ke mobil ambulance. Dhogon lemas. Firasatnya ternyata benar.[]

Follow Twitter kami di @CerpenHoror

2 komentar