Itulah yang dipikirkan Coraline, gadis remaja yang tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah tua besar di pedesaan. Orang tua Coraline beraktivitas utama di dalam rumah dan jarang menghabiskan waktu bersama putrinya, meski kenyataannya mereka mudah dijumpai. Coraline dan kedua orang tuanya berbagi atap dengan beberapa penghuni lainnya. Bersama merekalah Coraline senang menghabiskan hari-harinya, meski para tetangganya itu kerap salah memanggilnya sebagai Caroline. Terkadang Coraline iseng menjelajahi isi rumah, dan di sinilah ia menemukan sebuah pintu terkunci. Pintu ini kelak menjadi awal misteri menegangkan.
Coraline (Gramedia Pustaka Utama, 2004) adalah buah tangan Neil Gaiman, penulis asal Inggris yang paling dikenal selama dua dekade terakhir. Ia lebih dikenal sebagai kreator dan penulis utama serial novel grafis Sandman, yang ikut memelopori revolusi cerita 'berat' dalam komik bersama Alan Moore, Frank Miller, dan sederet penulis lain di akhir dekade 1980-an. Coraline hanyalah satu dari sekian banyak karya novel Gaiman, dan kelak beranak pinak ke berbagai produk hiburan dan seni lain. Versi novel grafisnya (istilah keren dari komik) dibuat bersama ilustrator Craig Russell (M&C, 2009) dan banyak dipuji karena mampu menangkap esensi misteri yang mencekam dalam versi novelnya.
Gaiman sangat dikenal dengan kepiawaiannya mengolah fantasi menjadi misteri, dan kerap sarat dengan narasi yang panjang. Coraline, contohnya, ketika ia mendapati seisi ruangan di balik pintu terkunci seluruhnya persis sama dengan ruangan asalnya. Bahkan bentuk dan isi kamar tidurnya sama persis. Ada beberapa perbedaan di antara 'dunia'-nya, dengan 'dunia' yang serupa-tapi-tak-sama ini. Kucing hitam yang sering ia jumpai di 'dunia'-nya, kini mampu berbicara dan mengingatkan Coraline akan bahaya. Ia berada di sebuah alternate universe.
Yang paling aneh, ia mendapati kedua orang tuanya juga ada di 'dunia' seberang. Kedua orang tua 'baru' ini lebih ramah dan menyayanginya, namun mencurigakan. Kedua bola matanya berupa kancing hitam besar, kuku jari tangan yang sedikit panjang, dan senyum yang kadang menyeramkan. Kedua orang tua 'baru'-nya berusaha membuat Coraline tinggal di rumah mereka, dan meninggalkan kedua orang tua aslinya. Ia dijanjikan akan lebih senang dan bahagia, dan mereka akan menyayangi sepenuh hati.
Gadis ini mulai panik ketika kembali melalui pintu ajaib, kedua orang tua aslinya tak ditemukan. Mereka terperangkap dan disandera, dan akan dibebaskan jika Coraline bersedia pindah 'dunia'. Caroline lebih mencintai kedua orang tua aslinya, meski mereka kerap tak menghiraukannya. Bagaimana akhir cerita ini? Jalan berliku dan cerdik ditempuh Coraline demi menyelamatkan kedua orang tua aslinya. Taruhannya jelas: Coraline dapat kembali ke dunianya dan kedua orang tua 'aneh'-nya tak akan mengganggu lagi jika Coraline menang, atau Coraline tinggal di dunia mereka selama-lamanya. Saat inilah pembaca diajak berkejaran dengan waktu, dengan jantung berdebar, walau tahu bahwa Coraline pasti menang. Tapi bagaimana proses menuju kemenangan ini?
Novel Coraline sudah memenangkan banyak penghargaan di Amerika dan Eropa. Salah satunya Bram Stoker Award for Best Work for Young Readers (2002). Sayangnya tak banyak pembaca novel di Indonesia yang mengenalnya. Umumnya publik mengenalnya melalui karya-karya komiknya seperti Sandman, Harlequin Valentine, Black Orchid, atau Death yang masuk kategori dewasa. Gaiman juga merambah kelompok anak dan remaja, di antaranya Coraline dan Stardust (sudah di-film-kan dengan bintang Michelle Pfeiffer). Baru-baru ini ia juga sebagai penulis beberapa episode Batman: R.I.P.
Versi novel grafis dengan ilustrator Craig Russell dipuji karena mampu menghadirkan Coraline yang mencekam dan gelap, seperti versi novel. Ilustrasinya tampak sungguhan, terutama ketika menggambar karakter usia belia. Bahasa visualnya pun tampak membangun suasana yang sama, selayaknya kita membaca versi novel. Mungkin pembaca remaja di Indonesia tidak terbiasa, namun di Inggris dan Amerika Serikat, gaya bercerita Gaiman lengkap dengan fantasi yang mencekam mempunyai pasar yang besar. Lihat saja ketika J.K. Rowling membuat serial Harry Potter. Tidak hanya orang dewasa menjadi penggemar, bahkan sudah merambah ke anak-anak sekolah dasar.
Kesuksesan Coraline juga merambah dunia animasi (2009). Menggunakan teknik stop-motion yang direkam dengan stereostopic 3-D, Coraline versi animasi menambah panjang 'daftar adik' novel Coraline. Atmosfir yang ditangkap tak jauh berbeda dengan novel ataupun komiknya: gelap dan mencekam, namun tersaji dengan indah. Aktris Dakota Fanning mengisi suara Coraline, dan Teri Hatcher mengisi suara 'kedua' ibu Coraline yang berbeda karakter, serta disutradarai Henry Selick. Sayang film animasi ini urung ditayangkan di salah satu jaringan bioskop di Indonesia, tanpa alasan yang jelas. Orang dewasa yang ingin mengajak putra-putrinya menonton, sebaiknya membaca novel atau novel grafisnya dan kemudian memutuskan apakah putra-putrinya sudah siap menikmatinya.
Film animasi Coraline disajikan dengan format 2-D dan 3-D. Khusus untuk format 3-D dibutuhkan peralatan tambahan untuk menikmatinya: sebuah kacamata 3-D yang lazim berwarna lensa plastik merah dan biru. Menonton selama 100 menit dengan kacamata 3-D membutuhkan stamina khusus. Bagi yang tidak terbiasa, mungkin akan lelah penglihatan. Jika kondisi Anda seperti ini, sebaiknya cukup mengambil format 2-D. Sudah sangat menghibur.
Coraline masih terus berkembang. Versi buku audio, adaptasi teater dengan musik dan lirik, patung merchandise, hingga permainan video dan buku suplemen film animasinya sudah tersedia. Entah apa lagi yang akan dikembangkan, namun sejauh ini semua produk turunannya masih setia dengan nyawa yang dihembuskan Gaiman: cerita remaja yang gelap dan mencekam.[]
Surjorimba Suroto (Komik_alternatif@yahoogroups.com)
Teks | Pic
0 komentar