Saturday, November 3, 2012

Cerpen Horor: Nama Saya, Tilan, Bang...

I

Lima hari lagi, Story akan ultah. Udah gue duga, Story pasti ngundang gue di acara ultahnya. Nggak heran sih, jika gue selalu dapat undangan dari Story, siapa yang nggak kenal gue? Chucky, cowok keren se-komplek Jabodetabek. Tadinya sih gitu, paling keren. Tapi, sejak ada Afgan, gue jadi kesaingan. Sayangnya, gue nggak takut? Mereka nggak buta, gue paling keren di sini. Hanya saja, bukan soal tampang yang gue pikirin. Gue nggak mau kalah, saat performen sama Afgan di ultah Story. Pokoknya gue harus the best. Selama gue masih hidup di komplek ini, nggak ada orang yang boleh menyaingi gue, terutama soal tampang. Tapi, kadang gue kepikiran, kalau gue amat-amati Afgan kece juga. Hmm..ini bahaya!

"Hai, kamu Chucky, ya?” tanya Afgan saat kami berpapasan di komplek.

“Iya, Gue, Chucky. Kenalkan!” gue mengulurkan tangan. "Chucky Junior - cowok paling kece se-kompleks ini!” ujar gue ketus saat kami telah bersalaman.

” Oh, gue Afgan!” ujarnya teriak juga.


***

II

Hari yang menyebalkan. Sebenarnya gue nggak mau ketemu sama dia. Tapi, mau gimana lagi, kalau nggak pernah ketemu ya kebangetan. Lah, orang rumahnya aja sebelah rumah gue, nggak usah jalan kalau ingin ketemu dia, cukup nongolin kepala di jendela, teriak-teriak sedikit, tunggu lima menit pasti tuh si hidung besar keluar. Seharusnya gue seneng karena ada temen baru di komplek ini, tapi, nggak tahu kenapa, gue kok eneg. Apa mungkin karena dia lebih keren? Ah, nggak! Gue cowok paling keren di komplek ini. Catet!

Sial! Udah ketemu Afgan, pulang kerumah harus lihat bungkus cokelat berserakan. Pasti ini kerjaan Reni, kapan sih dia berhenti makan cokelat? Mending kalau gue dikasih cokelatnya, yang ada gue harus menahan iler cuma ngelihat bungkus cokelat.

”Renii.. gila loe ya, itu kasur gue, bukan tempat sampah. Jangan buang bungkus cokelat di situ, pesekk.!” teriak gue lebar. Ah, kenapa sih hari ini gue pengen makan orang? Nggak cukup penderitaan gue ngadepin Reni dan bungkus cokelatnya? Dan, harus nongol lagi mahluk yang juga lumayan kece, Afgan. OMG! Eyaangg..tolonglah cucumu! Upst! Eyang gue kan udah mati.

Malam udah larut. Gue masih saja guling-guling di kasur. Dari balik jendela, gue lihat bulan udah purnama. Kayanya ini saat yang tepat buat gue cari inspirasi untuk ultah Story. Gue pengen memberikan sesuatu yang berbeda, yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Sebaiknya gue cari inspirasi diluar rumah. Malam ini memang sempurna! Udah indah dengan cahaya bulan, ada cewek cantik lewat.

”Hai Neng, sendirian nih..?”

”Ih, Abang buta apa emang nggak bisa matematika?”

”Maksudnya, Neng?”

”Kan, abang tahu kalau saya sendiri, kok tanya sih..?”

”Oh iya-ya..” ujar gue sambil nepok jidat.

”Emang mau kemana Neng?”

”Pulang, Bang..”

”Abang anterin ya?”

”Hihi..boleh bang..” perasaan gue jadi nggak enak, ketawanya kok kaya tokoh dalam film horor.

”Gue, Chucky. Kamu?” gue memeperkenalkan diri ketika kami sudah berjalan menuju rumahnya.

”Tilan, Bang..”

”Nama yang cantik, pantes kaya orangnnya..” puji gue

Selama perjalanan menuju rumahnya gue bercerita tentang banyak hal, dari cerita romantis sampai cerita erotis. Tapi anehnya, dia lebih suka cerita tentang sesuatu yang horor. Aneh kan tuh cewek?

”Kenapa sih Neng dari tadi cerita horor mulu..”

”Ih, Abang, mau cerita kolor kan nggak pantes..”

”Kenapa?

”Kan saya cewek, nggak punya kolor Bang. Punyanya c*l*n* d*l*m, hihi.” gue mangut-mangut membenarkan kata Tilan. Nih cewek suka bercanda Parno juga ternyata, Ok! Gue jabanin!

”Neng, boleh Abang ke rumah?”

”Boleh, Bang?” Gue manggut sambil senyum seindah bulan purnama. Bener kata Engkong muka gue memiliki daya tarik. Buktinya, cewek yang nggak kenal aja mau gue temenin. Malah disuruh mampir. Muka gue emang anugerah! Pantes! Banyak cowok yang iri melihat muka gue, sampe semua cowok pengen oprasi biar sama mukanya kaya muka gue. Gila!

”Lho Neng ini kan jalan buntu. Kita salah jalan Neng?”

”Nggak kok Bang. Tuh, rumah saya..” Tilan menunjuk sebuah pohon besar. Sejenak gue memandang kearah Tilan, muka perlahan berubah menjadi muka yang menyeramkan.

”Neng, kok mukanya ber..ber..berubah..”

”Kenalkan Bang, saya Tilan, lengkapnya Kuntilanak. Hihihi..”

”Be..be..bener nih kamu kun..kuntil..anak..?” tanya gue gagap

”Kuntilanak bang. Jangan dipotong gitu dong nyebutin namanya, nggak gaul Bang. Kaya Aziz gagap aja “

Alamak! Sejak kapan Kuntilanak gaul? Setahu gue, ke-gaul-an hanya milik gue. Nah loh, emang ada intertaiment di dunia per-kuntilanak-an?

”Jadi mampir nggak, Bang..?”

”Nggak, Mbak. Lain kali aja. Salam sama Kuntibapak, kuntimamak..” Ujar gue langsung ngibrit.

”Bang, mau kemana?”

”Mau ke ultah Story..” teriak gue sambil menenteng sandal yang talinya putus. Bodo amat, emang ada ultah dirayain jam satu malam? Ada! Ultahnya Kuntilanak.

Penulis: Putra Alam | Kompasiana | Pic

0 komentar