Setelah berlatih berulang kali, akhirnya mereka berhasil melakukan percakapan itu dengan benar.
“Aduh… Capeknya...” keluh Nia. Disandarkannya badannya di sofa sambil meluruskan kakinya.
“Sama. Aku juga capek,” kata Shasa. “Paling tidak nanti malam kita bisa sedikit santai. Mudah-mudahan besok kita dapat nilai bagus.”
“Oiya, mumpung tugas sudah selesai, nanti malam aku mau nonton televisi ah,” kata Nia.
“Asyik dong, aku sedang tidak bisa menonton televisi.”
“Loh, kenapa begitu?” tanya Nia.
“Televisiku sedang rusak,” jawab Shasa pendek.
Nia mengerutkan keningnya. Ditatapnya televisi yang ada di hadapan mereka. Masa’ sih? pikirnya tidak percaya. Diambilnya remote televisi kemudian ditekannya sebuah tombol.
“Tuuhh... nyala... tadi kamu bilang televisinya rusak.”
“Memang rusak, kok,” jawab Shasa. “Eh, kamu suka jus jambu gak?”
“Suka dong,” jawab Nia cepat.
“Sebentar ya, aku ambilkan.” Shasa bangkit dari duduknya dan beranjak ke arah dapur. Ditinggalkannya Nia yang kini asyik menonton televisi.
Di televisi sedang ditayangkan acara komedi. Sesekali terdengar tawa Nia. Tengah asyik menonton tiba-tiba televisi itu mendadak mati.
“Loh, kok mati?” pikir Nia. Dilihatnya lampu ruangan masih menyala. Artinya televisi itu mati bukan karena listrik padam. Remote televisi juga masih ditempatnya. Di dekat tempat duduk Nia.
Baru saja tangan Nia hendak menjangkau remote, tiba-tiba televisi dihadapannya menyala. Nia terkejut bukan main. Dilayangkannya pandangannya ke sekeliling ruangan. Hanya ada dirinya di ruangan itu.
“Shasaaa..,” dengan takut-takut dipanggilnya nama temannya itu.
“Sebentaaarr.. aku sedang membuat roti bakar nih,” suara Shasa terdengar dari arah dapur.
Nah loh.. Shasa ternyata masih berada di dapur. Jadi siapa yang mematikan televisi dan menghidupkannya lagi? Tadinya ia pikir temannya itu iseng menghidupkan dan mematikan televisi dengan menggunakan remote yang lain.
Dengan perasaan takut yang mulai menyergap, Nia memandang sekelilingnya. Jangan-jangan rumah Shasa ada hantunya… Hiiii…. Kalau begitu lebih baik ia menyusul temannya itu yang sedang berada di dapur. Baru saja ia bangkit dari duduknya, televisi yang sebelumnya menyala tiba-tiba mati.
“Shasaaaaa….” Nia menjerit sambil berlari menuju dapur. Hampir saja ia menabrak Shasa yang sedang berjalan perlahan sambil membawa baki.
“Aaaaaaa….” Shasa menjerit. Sebagian karena terkejut, sebagian lagi karena takut baki yang sedang dipegangnya terjatuh.
“Aduuuhh… Kamu kenapa sih? Mengagetkan aku saja. Untung baki yang kupegang tidak jatuh. Bagaimana kalau sampai jatuh? Tumpah deh jus jambu dan roti bakarnya. Padahal aku sudah susah payah membuat roti bakarnya.” Shasa nyerocos tanpa jeda.
“A.. a.. ada.. ada.. hantu..” Tergagap-gagap Nia berusaha menjelaskan.
“Hah?! Hantu?! Dimana?!” Shasa urung berjalan.
“Di.. di.. di tempat.. ki.. ki.. kita.. be.. be.. belajar..”
Shasa mengerutkan kening mendengar penjelasan temannya itu. Sejak kapan ada hantu di rumahnya?
Dengan diikuti Nia ia melangkahkan kakinya menuju ruangan tempat mereka tadi belajar. Setelah meletakkan baki yang dibawanya di atas meja, diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruangan.
“Mana hantunya?” tanyanya.
“I..i..itu.. di.. di.. di televisi..” masih dengan terbata-bata Nia menjawab pertanyaan temannya itu.
“Ooo.. maksud kamu tadi tuh kamu melihat hantu di televisi?” Shasa menegaskan.
“Bukaaannn…” kemudian Nia bercerita kejadian yang dialaminya. Televisi yang mati sendiri. Kemudian kembali menyala. Padahal ia sama sekali tidak menyentuh remote televisi.
Mendadak tawa Shasa meledak.
“Loh.. kok ketawa sih?” tanya Nia dengan jengkel. Bagaimana sih Shasa ini. Dirinya ketakutan setengah mati malah ditertawakan temannya.
“Kan tadi aku sudah bilang kalau televisiku tuh rusak,” Shasa berkata di sela-sela tawanya.
Nia mengerutkan keningnya. Ditatapnya temannya dengan sebal. Melihat wajah Nia yang cemberut, Shasa berusaha menghentikan tawanya.
Shasa kemudian menjelaskan bahwa televisinya memang sering menyala dan mati dengan sendirinya. Baru nanti sore televisi itu akan dibawa ke tempat servis.
“Bilang dong kalau televisi kamu rusak,” Nia mendengus.
“Ya ampuuunn.. Ini sudah yang kesekian kalinya aku bilang sama kamu kalau televisiku rusak,” kata Shasa. Berusaha keras untuk tidak tertawa lagi.
“Iya, tapi kamu tidak menjelaskan apanya yang rusak. Kalau aku tahu, aku tidak akan ketakutan seperti tadi.” Rupanya Nia masih jengkel dengan kejadian yang dialaminya.
“Maaf deh… Jangan marah dong.. Daripada marah lebih baik kita minum jus jambu dan makan roti bakar. Roti bakarnya enak loh.. Aku yang membuatnya.. Spesial buat temanku yang cantik..” kata Shasa. Berusaha membujuk temannya yang masih cemberut.
“Nanti kalau cemberut, tidak cantik lagi loh.. Kalau tidak cantik, tidak ada lagi hantu televisi yang suka menggoda kamu..”
Mendengar kata-kata Shasa, Nia sontak tertawa. Ha.. Ha.. Ha.. ada-ada saja temannya itu.[]
Karya: Erlita Pratiwi
0 komentar