Thursday, October 18, 2012

Cerpen Horor: Rahmat Si Penjaga Kamar Mayat

ilustrasi mayat wanita di kamar mayat [cerpen horor]

Penjaga kamar mayat itu menghirup rokoknya dalam-dalam. Asap membumbung keluar dari jendela. Gerimis masih menitik di luar sana. 01:30 pagi. Ia menyeruput kopi yang sudah dingin. Rumah sakit milik pemda selalu menyediakan hawa sumpek dan gelap. Bangunan ini penuh oleh koridor dan lorong yang rumit, temaram, juga sepi. Siapapun bisa tersasar jika berjalan sendirian. Dari kejauhan ia mendengar sayup sebuah keluarga membaca Yassin di dalam kamar ICU. Kemudian tangis yang pecah. Ia memperkecil volume suara radio dari handphone Nexian miliknya dan mendengar langkah seseorang. Pintu diketuk. Ia beranjak dan membukanya.

“Tumben nih agak malem”, ia mempersilahkan seorang pria masuk ke dalam. “Tadi nunggu hujan berhenti”, ucap pria itu sambil melepas kacamatanya dan menyerahkan sejumlah uang kepada Rahmat, demikian nama petugas kamar jenazah itu. Ia menyalakan dua buah lampu. Ruangan pun terang oleh cahaya putih. “Yang ini masih baru, bos. Masih anget”, celotehnya sambil berjalan menuju lemari pendingin. “Yang kemarin juga lumayan, kok. Tapi agak kaku aja”, balas pria yang berjalan di belakangnya. Langkah kaki mereka berdecit di atas lantai yang dingin.


Rahmat membuka sebuah laci pendingin dan mengeluarkan seonggok mayat perempuan yang berusia sekitar 25 tahun. Bibirnya masih merah. Kulitnya kuning, belum terlalu pucat. Rambutnya panjang tergerai. Kedua matanya terpejam, berbaring telanjang. Rahmat membuka kain penutup dan memperlihatkan payudara yang merekah. Sebuah sayatan yang panjang dan dalam nyaris memutus pergelangan tangan gadis itu. Ia tersenyum kepada pria itu. “Gimana? Boleh ya?”. Pria itu mengangguk sambil menelan ludah.

Rahmat membawa mayat itu ke sebuah sudut dan membaringkannya di atas meja. Ia memutar sebuah film porno di handphone Nexian-nya lalu menyerahkannya kepada pria tambun itu. “Jangan kenceng-kenceng kalau megang, nanti ada bekasnya. Besok keluarganya mau ngambil.” Pria itu mengangguk sambil membuka kemeja dan celananya. “Mas gak mau ikut main? Kita main bertiga, gimana?”. Rahmat tersenyum menerima tawaran itu, sebab ia adalah seorang bujangan berusia 30-an dan bertubuh tegap.

Kamengski | Pic

2 komentar