Pengeras suara di dalam Transjakarta terus bergema hingga sudut bis, jam di dalam bis menunjukan pukul 10 malam. Bis Transjakarta malam itu tidak terlalu penuh, mungkin karena sudah agak malam. Ketika bis menepi di stasiun kampung melayu hampir seluruh penumpang turun, hanya tersisa 2 orang wanita dan seorang pria paruh baya. Kedua wanita itu cukup cantik, mereka menggunaan kemeja juga blezer. Khas karyawan wanita.
Kebetulan malam itu tidak ada petugas di dalam bis, bis berjalan pelan meninggalkan kampung melayu menuju kampung rambutan.
Pria paruh baya tambun, dan berkepala botak itu terus saja memperhatikan kedua wanita itu. Ia melihat dari ujung kaki hingga kepala, kemudian ia memperhatikan sekitarnya. Ia ingin memastikan bahwa keadaannya tepat, dan ia yakin itu. Pria paruh baya itu tersenyum, lalu mulai melangkah ke depan. Mendekati dua wanita itu. Kedua wanita itu menghadap ke muka bis, sehingga tidak melihat pria paruh baya itu pelan-pelan mendekati. Walaupun bis dalam keadaan kosong, tetapi kedua wanita itu tetap berdiri. Seakan-akan tujuan mereka sudah dekat, hingga membuat mereka enggan duduk agar mudah turun dengan cepat.
Pelan-pelan pria paruh baya itu mendekat, jika dilihat dari gelagat yang ia tunjukan, sepertinya ia tidak berniat baik. Tetapi kedua wanita itu tetap tidak melihatnya, hingga pria itu sudah sangat dekat dengan mereka. pria itu berdiri tepat di belakang mereka, tetapi ia hanya diam saja.
Hingga akhirnya bis mengerem mendadak, pria itu menabrakan dirinya ke salah seorang wanita itu, dan meremas bokongnya. Sesungguhnya bis hanya mengerem sedikit, tetapi lelaki itu dengan sengaja membenturkan dirinya ke tubuh wanita itu. Tetapi si wanita hanya diam, ia bahkan tidak menoleh. Si pria kaget, ada perasaan senang di dalam hatinya. Akhirnya ia mendekatkan tubuhnya lagi ke wanita itu, pelan-pelan tangannya meraba bokong wanita itu lagi. Wanita itu diam saja, si pria pun menikmati aksinya. Tiba-tiba sebuah pena berujung tajam menancap di leher pria itu, darahnya membuncah mengalir dari pena itu. Rasa perih tercampur dengan kaget menyebar di tubuh pria itu, saat ia menoleh ia melihat wanita yang lain menancapkan pena ke lehernya. Wanita itu tersenyum. Saat ingin mencabut tangannya dari bokong wanita yang lain, wanita itu menggenggam tangannya. Dengan sekuat tenaga wanita itu mematahkan pergelangan tangannya, hingga bergeretak. Rasa nyeri dari pergelangan tangannya seperti menyekiknya, hingga membuat air matanya mengalir. Ia ingin teriak, tetapi wanita yg lain menutup mulutnya. Ia hanya bisa memegangi lehernya yg terus saja mengeluarkan darah, sedang tangannya yang patah tidak dapat bergerak sama sekali. Tubuhnya gemetaran.
“Apa kabar bang? Abang masih senang meraba bokong, dan payudara wanita kan. Sama seperti apa yang abang lakukan terhadap adik saja, sampe dia trauma.”
Pria paruh baya itu kaget, ia terus berteriak kesakitan, tetapi hanya berakhir dengan suara gumaman. Sedangkan pena tajam itu masih bersarang di lehernya, menyebarkan rasa perih dan panas ke seluruh tubuhnya. pria itu juga sudah mulai kesulitan bernafas. kedua wanita itu hanya tersenyum.
“Saya cuma mau kasih pelajaran buat abang.” Pelan-pelan wanita itu berbisik ke telinga pria itu, sedang wanita yang lain menutup mulutnya.
Wanita cantik itu merogoh tasnya, dan mengambil sebuah pena keemasan dengan mata pena yang tidak kalah tajamnya. Pelan-pelan ia menggoreskan pena itu di wajah pria itu, ia merasakan kulitnya terkikis. Ia sadar pena itu sangat tajam. Pria itu melawan, tetapi wanita yang menutup mulutnya memegangi tubuhnya dengan kuat. Hingga akhirnya wanita yang memegang pena itu mengangkat tangannya, dan menancapkan penanya ke mata kanan pria itu. Pria paruh baya itu kesakitan bukan main, tubuhnya meronta-ronta. Teriakannya serak dan tertahan, tetapi tidak ada yang mendengarnya. Suaranya tenggelam oleh suara mesin bis, pria itu memegangi tangan yang mendekap mulutnya. Hal itu membuat wanita yang membekapnya leluasa menekan batang pena yang menancap di lehernya lebih dalam lagi. Tidak sampai di situ, wanita itu juga memutar-mutar kasar pena yang menancap. Membuat darah yang keluar semakin deras, begitupun darah yang keluar dari rongga matanya. Bola mata pria itu seketika robek oleh mata pena tajam itu, hingga menembus ke dalam. Pria itu sudah tidak bisa merasakan apa-apa, rasa perih tersayat sudah menjalar hingga ke seluruh tubuh. Yang dapat ia lakukan hanya meronta, tetapi itu pun tidak lama. Tubuhnya semakin lama semakin lemas, kedua wanita itu tersenyum.
“Perhatian, kita sudah memasuki halte kampung rambutan. Perhentian terakhir, mohon ada memperhatikan barang bawaan anda, dan hati-hati melangkah.”
Suara dari operator Transjakarta itu terdengar lagi, namun kini suasana di dalam bis sudah sepi. Tidak ada siapa-siapa disana. Hingga pintu bis terbuka, saat dua petugas pembersih masuk. Tetapi betapa kagetnya mereka melihat sesosok pria paruh baya duduk di kursi penumpang, dengan pakaian yang sudah bersimbah darah. Sebuah pena menancap di leher, dan bola mata sebelah kanannya. Tubuh pria itu sudah membiru, dan tidak bernyawa. Ada sebuah bra berwarna merah yang melilit di wajah pria itu.
“Mau kemana neng?” ujar seorang supir taksi saat dua orang wanita masuk ke dalam taksinya.
“Balik lagi ke Kampung Melayu bang,” ujar salah seorang wanita yang masuk.
“Kok turun di Pasar Rebo neng? Salah naik Busway ya?” ujar sang supir taksi sambil tersenyum. Kedua wanita itu tidak menjawab, mereka hanya tersenyum.
Taksi itu pun mulai berjalan…
Sumber: kisahhorror
0 komentar