Tuesday, November 27, 2012

Engkle, Permainan dari Ritual Paganisme Babylonia Kuno

Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan permainan anak satu ini bukan? Engkle. Ya, salah satu permainan anak khas Indonesia. Dinamakan engkle, karena dalam permainan ini, para pemainnya diharuskan melakukan engkle atau berjingkat (hopscotch) melewati tujuh bagian rumah hingga puncaknya di tangga delapan yang berbentuk lingkaran (gunungan).

Tapi tahukah kau kalau permainan ini dulunya dipakai orang-orang Babylonia Kuno untuk ritual memuja setan? Yang dikenal dengan nama: ritual "Sudamanda".

Annemari Schimel, pengkaji peradaban kuno, memaparkan sejarah permainan ini dalam bukunya yang bertajuk "Mysteries of Numbers, Oxford: 1994"

Dalam buku tersebut, Annemari menjelaskan bahwa "Sudamanda" kental dengan unsur paganisme (praktik spiritual penyembahan terhadap berhala) dan mistik peradaban Babylonia Kuno.

Dikisahkan, ketika mengunjungi bumi Dewi Ishtar menanggalkan pakaiannya sepotong demi sepotong di tiap pintu (tujuh pintu) yang dilaluinya. Setelah melewati tujuh pintu dengan menanggalkan pakaiannya, Dewi Ishtar lalu mencapai pintu ke delapan yang digambarkan sebagai pintu cahaya. Saat itu, Dewi Ishtar sudah tidak mengenakan apa-apa lagi alias b*gil. Hal ini ditafsirkan sebagai upaya yang ditempuh manusia untuk mencapai kesempurnaan. Menanggalkan sifat materi dan siap kembali ke dunia spiritual.

Dalam misteri Mithras, orang-orang yang betul-betul "ahli" akan mencapai tahapan ini. Tujuh tingkat ini pula yang menjadi inisiasi dasar konsep Kristen tentang 7 tempat penyucian. Padahal konsep ini sejatinya berasal dari pemujaan kepercayaan Mithras dan ide-ide kuno tentang pendakian manusia menuju langit-langit berbintang.

Sebuah permainan anak seperti Sudamanda, lanjut Schimmel, datang ke Jerman dan Inggris melalui bala tentara romawi. Dalam permainan ini, seorang anak melompat melewati gambar seperti tanggah di atas tanah, dan tangga terakhir di kotak kedelapan disebut surga atau neraka.

Siapakah Dewi Ishtar?
Ishtar dalam konteks babilonia kuno adalah dewi kesuburan, cinta, perang, dan hubungan seksual. Dalam susunan masyarakat dewa Babilonia, ia adalah dewi perwujudan planet Venus. Penyembahan kepada Ishtar erat kaitannya dengan kesuburan. Selain kesuburan dalam konteks seksual, juga kesuburan dalam konteks bercocok tanam.

Ketika lamanya siang dan malam dalam 1 hari mulai sama, penduduk Mesopotamia memahami bahwa ini adalah tanda berakhirnya musim dingin dan awal musim panas. Musim ini disebut dengan musim semi. Ini merupakan tanda dimulainya waktu untuk bertani.

Adalah suatu tradisi dalam masyarakat paganisme di daerah Mesopotamia untuk menyembah menghadap ke timur, tempat matahari terbit, untuk penyembahan kepada dewa matahari, yaitu Baal dan juga menyembah kepada Ishtar untuk kesuburan tanah dan juga untuk kesuburan dalam praktik-praktik seksual. Penyembahan kepada Ishtar ini juga erat kaitannya dengan orgi.

Bagi peradaban kuno, bumi digambarkan betina sedangkan matahari adalah pejantannya. Dan Ishtar adalah perlambang dewi Bumi yang tertinggi kedudukannya. Di seluruh Asia Barat, Bunda yang agung dipuja dengan berbagai nama. Bahkan ketika bangsa Yunani menduduki Asia Kecil ada suatu ciri kuil tertentu untuk memuliakannya.

Bertrand Russel, dalam bukunya "A History of Western Philosophy" (Sejarah Filsafat Barat) (1945), menyatakan bahwa model dewi kesuburuan seperti Ishtar menyebar hampir di seluruh peradaban. Jika kita membaca sejarah Agama Kuno, inilah sebenarnya asal mula suatu dewi bangsa Ephesus yang biasa disebut Diana.

Kita juga mengenal Dewi Anat di Kanaan, lalu ada Isis di Mesir, Inana di Sumeria Kuno, Aphrodite di belahan Yunani, Devaki di India, Fortuna di Romawi, atau Shing Moo di China. Dari sini kemudian, mereka melakukan berbagai ritus-ritus penyembahan, termasuk Sudamanda yang masuk ke Indonesia dan dimainkan oleh anak-anak kita dengan istilah engkle.[]

Penulis: Chucky | Dukung blog ini dengan menjadikan Google + Chucky sebagai bagian dari lingkaran teman.

0 komentar