Wednesday, November 7, 2012

Sherlock Holmes dan Kasus Identitas

Sherlock Holmes dan Kasus Identifikasi ini masih merupakan cerpen detektif ketiga dari buku The Adventures of Sherlock Holmes. Sherlock Holmes dan Kasus Identitas dipublikasikan pertama kali dalam Strand Magazine, September 1891, dengan 7 ilustrasi oleh Sidney Paget.

***

"Sobatku," kata Sherlock Holmes ketika kami berdua sedang duduk di samping perapian di kamarnya yang terletak di Baker Street, "hidup ini jauh lebih aneh daripada apa pun yang dapat kita khayalkan. Dibandingkan dengan hal-hal sepele yang terjadi sehari-hari, hasil imajinasi kita sebetulnya tak ada artinya. Seandainya kita berdua bisa terbang dan meluncur keluar dari jendela itu sambil bergandeng tangan, melayang mengitari kota yang luas ini, sambil dengan perlahan-lahan menembus atap-atap rumah dan mengintip ke dalamnya, dapat kita lihat berbagai peristiwa yang aneh-aneh. Kebetulan-kebetulan, rencana-rencana, pertentangan-pertentangan, pokoknya segala macam rangkaian kejadian luar biasa yang terjadi dari generasi ke generasi secara terus-menerus. Dengan demikian, karya-karya fiksi yang konvensional dan biasanya mudah ditebak kesimpulannya sejak awal, akan cepat jadi basi dan tak akan diminati pembaca lagi."

"Ah, aku tak yakin akan hal itu," jawabku. "Kasus-kasus yang berhasil dibongkar selama ini sebagaimana dimuat di surat-surat kabar, bukankah semuanya cukup gamblang dan juga mengerikan? Dalam laporan-Iaporan polisi, dapat kita temukan realisme yang seekstrem-ekstremnya, namun toh harus kita akui bahwa hasilnya tak begitu mengesankan."

"Kalau mau realistis, ya perlu seleksi dan kebijaksanaan," komentar Holmes. "Ini yang sebenarnya harus ada dalam laporan polisi. Selama ini, hanya omong kosong hakim saja yang lebih ditekankan. Padahal bagi orang yang jeli, detail-detailnyalah yang penting. Di situlah terletak keunikan dari kasus yang nampaknya biasa-biasa saja itu."

Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Aku bisa mengerti mengapa kau berpendapat demikian," kataku. "Karena posisimu sebagai penasihat dan penolong orang-orang yang berasal dari tiga benua yang sedang sangat kebingungan menghadapi masalah yang aneh-aneh dan istimewa. Tapi di sini"—kuraih koran pagi yang tergeletak di lantai—"coba kita ambil sebuah contoh. Nih, judul yang pertama kali kudapatkan. 'Kekejaman seorang suami terhadap istrinya.' Kisahnya dibeberkan panjang-lebar sampai memenuhi setengah halaman. Tapi tanpa membaca isinya pun aku sudah tahu kisahnya. Begitulah, ada wanita lain, suami yang peminum sehingga terdorong untuk berbuat kejahatan, lalu istrinya dipukul sampai luka-luka, lalu ketahuan seorang adik atau kakak atau pemilik rumah sewa yang bersimpati atas kejadian itu. Seorang penulis pemula pun takkan mengarang cerita sesederhana itu."

"Wah, contoh yang kau ambil tak cocok dengan bantahanmu," kata Holmes sambil memungut koran itu. Matanya lalu menatap berita yang kubaca sepintas tadi. "Ini kasus perceraian keluarga Dunda, dan kebetulan aku terlibat untuk menyelesaikan kasus ini. Sang suami bukan seorang peminum, tak ada keterlibatan wanita lain dan masalah yang dikeluhkan adalah kebiasaannya mencopot gigi palsunya lalu melemparkannya kepada istrinya setiap kali dia habis makan. Perbuatannya itu pasti tak pernah terbayangkan oleh seorang penulis. Silakan cicipi tembakau ini, Dokter dan akuilah bahwa aku telah mengunggulimu dalam hal contoh yang kauajukan ini."

Dia mengeluarkan kotak tembakaunya yang terbuat dari emas kuno. Bagian tengah tutupnya berhias kan batu kecubung besar. Kotak yang mewah itu sangat kontras dengan gaya hidup temanku yang sederhana, sehingga aku pun terdorong untuk mengemukakan komentarku.

"Ah," katanya, "aku lupa bahwa sudah beberapa minggu aku tak bertemu denganmu. Kotak tembakau ini adalah kenang-kenangan dari Raja Bohemia sebagai tanda terima kasihnya atas bantuanku dalam kasus yang menyangkut surat-surat yang dikirimkannya kepada Irene Adler."

"Dan cincin itu?" tanyaku sambil menatap cincin yang gemerlapan di jarinya.

"Dari keluarga Kerajaan Belanda. Sayang kasus yang kutangani itu amat sangat rahasia sifatnya, sehingga aku tak bisa menceritakannya kepada siapa pun, termasuk kau yang selama ini telah berbaik hati menuliskan beberapa kasus-kasus kecil yang pernah kupecahkan."

"Apakah saat ini kau sedang menangani sebuah kasus?" tanyaku dengan penuh minat.

"Ada sekitar sepuluh sampai dua belas kasus, namun tak ada yang menarik. Semuanya memang penting, tapi tak menarik. Yah, menurut pengalamanku, biasanya justru yang tak begitu pentinglah yang butuh penyelidikan, dan kalau berhasil menganalisis sebab dan akibatnya dengan cepat, di situlah letak keasyikannya. Kejahatan-kejahatan yang besar biasanya lebih sederhana, karena jelas sekali terlihat motifnya. Kasus-kasus seperti ini, kecuali kasus Marseilles yang cukup rumit, tak begitu menarik. Tapi mungkin akan ada kasus yang lebih menarik dalam beberapa menit ini, karena kalau tak salah ada seorang klienku yang akan segera menuju kemari."

Dia bangkit dari kursinya, lalu berdiri di muka jendela sambil menengok ke bawah, ke jalanan kota London yang suasananya membosankan. Dari belakang bahunya, aku melihat seorang wanita tinggi besar berdiri di trotoar seberang. Lehernya tertutup syal bulu binatang, dan ia mengenakan topi lebar yang tepinya berhiaskan bulu unggas yang melingkar-lingkar berwarna merah. Topi itu dipakai miring seperti gaya Duchess-of-Devonshire yang genit. Dari balik perlengkapannya yang semarak ini dia mengintip ke arah jendela kami dengan gelisah dan ragu-ragu, sambil tubuhnya bergerak maju-mundur dan jari-jarinya meremas-remas kancing-kancing kaus tangannya. Sekonyong-konyong, bagaikan perenang yang meluncur ke air dari pinggir kolam, dia bergegas menyeberangi jalan, dan memencet bel apartemen Holmes.

"Aku pernah melihat gejala seperti ini sebelumnya," kata Holmes sambil melemparkan rokoknya ke perapian. "Keragu-raguannya itu tanda adanya masalah yang amat berat. Dia perlu minta nasihatku, tapi dia ragu-ragu karena masalahnya sebetulnya sangat rahasia. Tapi ini pun bisa macam-macam sifatnya. Kalau seorang wanita diperlakukan secara jahat oleh seorang pria, sikapnya takkan ragu-ragu seperti itu. Gejalanya biasanya adalah tali bel yang putus. Kali ini mungkin masalah cinta, tapi nampaknya si wanita tidak marah, malah bingung dan sedih. Nah, orangnya telah tiba dan kita tak perlu menduga-duga lagi."

Begitu kata-katanya selesai, pintu ruangan kami diketuk orang, dan pelayan memberitahu kami akan kedatangan Miss Mary Sutherland. Wanita itu sendiri mengikuti di belakangnya. Tubuh pelayan yang kecil itu sangat kontras dibandingkan tubuh sang tamu. Sherlock Holmes menyapa Miss Sutherland dengan keramahannya yang khas. Setelah menutup pintu dan mempersilakan wanita itu duduk, dia langsung memperhatikannya secara menyeluruh tapi dengan setengah melamun, seperti kebiasaannya.

"Apakah Anda tak mengalami kesulitan," katanya, "mengerjakan pekerjaan mengetik padahal mata Anda rabun dekat?"

"Mula-mula memang sulit," jawab wanita itu, "tapi sekarang saya sudah hafal letak huruf-hurufnya tanpa melihat sekalipun." Tiba-tiba dia terkejut menyadari implikasi pernyataan Holmes. Wajahnya yang lebar dan penuh rasa humor menatap Holmes dengan penuh ketakutan dan keheranan. "Anda telah mendengar tentang saya, Mr. Holmes," teriaknya. "Kalau tidak, bagaimana Anda tahu semua itu?"

"Sudahlah," kata Holmes sambil tertawa, "pekerjaan saya memang mencari tahu tentang banyak hal. Saya mungkin telah terbiasa melihat hal-hal yang terlewatkan oleh orang lain. Itu sebabnya Anda datang meminta nasihat saya, kan?"

"Saya kemari, sir, karena saya mendengar tentang Anda dari Mrs. Etherege. Anda telah menemukan suaminya dengan begitu mudahnya, padahal polisi dan semua orahg telah menganggapnya mati. Oh, Mr. Holmes, saya harap Anda bisa berbuat hal seperti itu untuk saya. Saya bukan orang kaya, tapi toh saya berpenghasilan tetap sebanyak seratus pound setahun. Di samping itu, saya juga ada sedikit pemasukan dari pekerjaan mengetik. Semuanya akan saya bayarkan kepada Anda kalau Anda bisa mendapatkan informasi tentang Mr. Hosmer Angel."

"Kenapa Anda kemari dengan sangat terburu-buru begitu?" tanya Sherlock Holmes. Dikatupkannya kedua tangannya dan dilayangkannya pandangannya ke langit-langit ruangan.

Sekali lagi wajah Miss Mary Sutherland yang agak hampa menunjukkan keheranan. "Ya, saya memang kabur dari rumah," katanya. "Saya sebal karena Mr. Windibank, ayah saya, menganggap enteng masalah ini. Dia tidak mau lapor polisi, tidak mau menemui Anda, dan tidak berbuat apa-apa. Dia malah mengatakan bahwa toh tak ada kerugian apa-apa. Maka saya pun menjadi jengkel, lalu mengemasi barang-barang saya, dan langsung pergi menemui Anda."

"Ayah Anda?" tanya Holmes. "Maksudnya pasti ayah tiri Anda, karena nama keluarganya lain dari nama keluarga Anda. Begitukah?"

"Ya, ayah tin saya. Saya memanggilnya Ayah, walaupun kedengarannya lucu, karena umurnya cuma lima tahun dua bulan lebih tua dari saya."

"Apakah ibu Anda masih hidup?"

"Oh, ya. Ibu saya masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja. Saya agak keberatan, Mr. Holmes ketika ibu saya menikah lagi tak lama setelah ayah kandung saya meninggal. Menikahnya dengan pria yang hampir lima belas tahun lebih muda dari dirinya lagi! Dulu, Ayah membuka usaha perbaikan leding di Tottenham Court Road, dan ketika dia meninggal, usahanya sedang berjalan dengan baik. Ibu lalu melanjutkan usaha itu bersama Mr. Hardy, kepala para tukang. Ketika Mr. Windibank masuk dalam kehidupan Ibu, pria itu menyuruhnya menjual usaha tersebut. Dia menganggap usaha begitu tak pantas untuknya, karena dia adalah seorang pedagang anggur botolan. Mereka akhirnya menjual usaha Ayah dengan harga 4.700 pound, jumlah yang cuma sedikit dibanding kalau ayah kandung saya yang menjualnya."

Kupikir Sherlock Holmes akan menjadi tak sabar dengan kisah yang ngelantur dan ngawur ini. Tapi sebaliknya, dia malah mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Penghasilan Anda sendiri," tanyanya, "apakah itu berasal dari usaha ayah Anda itu?"

"Oh, tidak, sir. Lain. Penghasilan saya berasal dari warisan Paman Ned yang dulu tinggal di Auckland, dalam bentuk saham yang berbunga empat setengah persen. Jumlah seluruhnya 2.500 pound, tapi saya hanya berhak menerima bunganya."

"Kisah Anda sangat menarik perhatian saya," kata Holmes. "Karena penghasilan Anda mencapai seratus pound setahunnya, ditambah lagi dengan hasil kerja Anda sendiri, Anda pastilah bisa bepergian ke mana-mana dan memanjakan diri kalau mau. Saya rasa seorang wanita yang masih sendirian seperti Anda hanya memerlukan sekitar enam puluh pound setahun."

"Biaya hidup saya tidak sampai enam puluh pound, Mr. Holmes, tapi Anda harus tahu bahwa selama saya masih tinggal di rumah, saya tak mau menjadi beban. Jadi merekalah yang memakai uang itu selama saya tinggal bersama mereka. Tentu saja itu takkan berlangsung selamanya. Mr. Windibank mengambil bunga uang saya setiap tiga bulan sekali, lalu menyerahkannya pada ibu saya, sedangkan saya hanya memegang uang hasil pekerjaan mengetik. Saya mendapat upah dua penny selembar, dan dalam sehari saya bisa mengetik lima belas sampai dua puluh lembar."

"Anda telah menggambarkan keadaan Anda dengan sangat jelas," kata Holmes. "Ini teman saya, Dr. Watson. Anda bisa bercerita kepadanya sebebas Anda bercerita kepada saya. Sekarang, silahkan ceritakan hubungan Anda dengan Mr. Hosmer Angel."

Wajah Miss Sutherland memerah sejenak dan dengan gelisah dia mempermainkan ujung jaketnya. "Saya bertemu untuk pertama kali dengannya pada pesta dansa para tukang leding," katanya. "Ketika masih hidup ayah saya sering diundang ke pesta seperti itu, dan sesudah Ayah meninggal Ibu tetap diundang. Mr. Windibank tak mengizinkan kami menghadiri pesta pesta semacam itu. Dia tak pernah mengizinkan kami pergi ke mana pun. Bahkan, dia juga marah ketika saya ingin pergi ke jamuan makan Sekolah Minggu di gereja. Tapi waktu itu saya bertekad untuk pergi, karena apa haknya melarang saya? Dia mengatakan bahwa yang hadir di pesta dansa itu tidak pantas menjadi teman kami padahal mereka semuanya teman ayah kandung saya. Lalu dia mengatakan bahwa saya tak punya pakaian pesta yang pantas, padahal saya punya gaun pesta berwarna ungu yang jarang sekali keluar dari lemari pakaian saya. Akhirnya, karena dia tak bisa mencari alasan lain lagi yang masuk akal dia terbang ke Prancis untuk mengurus bisnisnya. Kami, Ibu dan saya, nekat pergi ke pesta dansa itu bersama Mr. Hardy, yang dulu menjadi kepala tukang di kantor Ayah. Di pesta itulah saya berkenalan dengan Mr. Hosmer Angel."

"Saya rasa," kata Holmes, "ketika Mr. Windibank kembali dari Prancis, dia marah ketika mengetahui bahwa kalian telah pergi ke pesta dansa itu."

"Oh, anehnya, dia baik-baik saja. Saya ingat, dia malah tertawa, mengangkat kedua bahunya, dan mengatakan bahwa tak ada gunanya bersitegang dengan wanita, karena bagaimanapun mereka akan mencari jalan supaya keinginannya terkabul."

"Oh, begitu. Jadi di pesta dansa para tukang leding itulah Anda bertemu dengan pria bernama Mr. Hosmer Angel itu."

"Ya, sir. Saya bertemu dengannya malam itu, dan keesokan harinya dia menelepon untuk menanyakan apakah kami sudah sampai di rumah dengan selamat. Sesudah itu, kami—tepatnya saya—masih bertemu lagi dengannya sebanyak dua kali, Mr. Holmes. Lalu kami berdua pergi berjalan-jalan. Tapi sesudah itu, ayah tiri saya kembali dari perjalanannya, dan Mr. Hosmer Angel tak bisa lagi datang ke rumah kami."

"Tak bisa?"

"Yah, Anda kan tahu, Ayah tidak suka hal semacam itu. Dia tak mengizinkan kehadiran tamu, bahkan tamunya sendiri. Dia sering mengatakan bahwa seorang wanita harus merasa cukup bahagia dalam lingkungan keluarganya saja. Tapi menurut saya, seperti sering saya katakan kepada Ibu, seorang wanita tentu ingin juga membentuk keluarga baru—punya suami dan anak-anak, maksud saya."

"Tapi bagaimana dengan Mr. Hosmer Angel? Tidakkah dia berupaya untuk menemui Anda?"

"Yah, Ayah akan berangkat ke Prancis lagi seminggu kemudian, dan kata Hosmer, dalam suratnya, sebaiknya kami tak saling bertemu sampai Ayah pergi. Kami saling bertulis surat saja-selama menunggu itu, dan suratnya datang setiap hari. Saya mengambil suratnya setiap pagi, sehingga Ayah tak pernah tahu akan hal ini".

"Apakah Anda sudah bertunangan dengannya saat itu?"

"Oh, ya, Mr. Holmes. Kami bertunangan setelah kami berjalan-jalan untuk pertama kali. Hosmer—Mr. Angel—bekerja sebagai kasir pada sebuah kantor di Leadenhall Street, dan..."

"Kantor apa?"

"Wah, maaf, Mr. Holmes, saya tak tahu."

"Kalau begitu, di mana rumahnya?"

"Dia tinggal di kantor itu juga."

"Dan Anda tak tahu alamatnya?"

"Tidak—hanya tahu nama jalannya, Leadenhall Street"

"Kalau begitu, waktu Anda mengirim surat padanya, Anda alamatkan ke mana surat itu?"

"Ke Kantor Pos Leadenhall Street. Surat itu akan ditinggal di situ sampai dia datang mengambilnya. Dia mengatakan bahwa kalau surat saya dialamatkan ke kantornya dia akan diolok-olok oleh teman-teman sekerjanya, karena telah menerima surat dari seorang wanita. Lalu saya usulkan agar surat saya diketik saja, toh surat-suratnya juga diketik, tapi dia menolak. Menurutnya, kalau saya sendiri yang menulis surat itu, lebih mantap rasanya bagi dia. Kalau diketik, sepertinya surat itu bukan dari saya. Mr. Holmes, coba bayangkan bagaimana dia sampai memikirkan hal-hal sekecil itu itu menunjukkan betapa sayangnya dia pada saya."

"Menarik sekali," kata Holmes. "Sejak dulu saya berpendapat bahwa hal-hal kecil itulah yang paling penting. Adakah hal-hal kecil lain yang Anda ingat tentang Mr. Hosmer Angel?"

"Orangnya sangat pemalu, Mr. Holmes. Dia lebih suka berjalan-jalan bersama saya pada waktu malam daripada waktu siang. Dia mengatakan bahwa dia tak suka menjadi perhatian orang. Dia sangat tenang dan sopan. Suaranya pun lembut sekali. Dia menjelaskan pada saya bahwa ketika masih muda, amandelnya mengalami infeksi dan membengkak. Akibatnya, tenggorokannya menjadi lemah dan suaranya meniadi seperti orang ragu-ragu dan berbisik-bisik. Dia selalu berpakaian dengan baik, sangat rapi dan biasa-biasa saja modelnya. Penglihatannya kurang baik seperti saya, sehingga dia memakai kacamata gelap untuk menahan cahaya yang menyilaukan matanya."

"Apa yang terjadi ketika Mr. Windibank, ayah tiri Anda itu, pergi ke Prancis lagi?"

"Mr. Hosmer Angel datang ke rumah lagi, dan mengusulkan agar kami menikah saja sebelum Ayah kembali. Dia sangat bersungguh-sungguh, dan saya dimintanya berjanji dengan tangan di atas Alkitab, bahwa apa pun yang akan terjadi saya akan tetap setia kepadanya. Ibu mengatakan bahwa permintaannya itu cukup masuk akal, dan itu menunjukkan kesungguhan cintanya. Ibu sangat menyukainya sejak awal perkenalan kami, dan makin lama makin menyukainya lebih dari diri saya sendiri. Lalu, ketika mereka membicarakan tentang rencana pernikahan dalam minggu itu, saya mulai bertanya tentang Ayah, tapi mereka berdua mengatakan agar saya tak usah memikirkan soal Ayah, karena dia pasti akan setuju. Saya agak kaget, Mr. Holmes. Memang rasanya lucu kalau saya minta persetujuannya, karena dia hanya beberapa tahun lebih tua dari saya, tapi saya pun tak ingin berbuat sesuatu tanpa sepengetahuannya, diam-diam macam begitu. Maka saya lalu menulis surat kepadanya. Saya alamat kan ke Bordeaux, tempat kantor cabang perusahaannya di Prancis. Tapi surat itu dikembalikan pada saya dan tiba pada pagi hari pernikahan kami itu."

"Surat itu tak sampai kepadanya?"

"Ya, sir, karena dia telah kembali ke Inggris sebelum surat itu tiba."

"Ha! Sayang sekali. Dan pernikahan Anda direncanakan pada hari Jumat. Rencananya mau diadakan di gerejakah?"

"Ya, sir, tapi secara diam-diam. Upacaranya di Gereja St Saviour, dekat King's Cross, dan rencananya kami akan makan pagi bersama sesudah itu di Hotel St. Pancras. Hosmer menjemput Ibu dan saya dengan kereta tapi karena tempatnya tak cukup, dia lalu mempersilakan kami menaiki kereta itu, sedangkan dia sendiri naik kereta lain yang kebetulan lewat di jalan. Kami sampai lebih dulu, dan ketika kereta yang ditumpanginya tiba di gereja, kami pun menunggunya keluar dari kereta itu. Tapi dia tak keluar-keluar. Ketika kusir kereta turun dan melihat ke tempat duduk penumpang di belakangnya, ternyata tak ada orang di situ! Kusir itu tak bisa membayangkan apa yang telah terjadi pada penumpangnya, karena dia tadi melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika penumpangnya menaiki keretanya. Itu terjadi hari Jumat yang lalu, Mr. Holmes, dan sejak itu saya tak pernah melihat atau menerima suratnya lagi. Jadi, saya tak tahu apa yang terjadi pada dirinya."

"Nampaknya Anda telah dipermalukan oleh pria itu," kata Holmes.

"Oh, tidak, sir! Dia itu sangat baik, tak mungkin akan meninggalkan saya seperti itu. Bahkan paginya dia terus-menerus mengatakan pada saya bahwa apa pun yang akan terjadi, saya harus tetap setia kepadanya, dan bahwa jika sesuatu yang tak terduga tiba-tiba memisahkan kami, saya harus tetap mengingat bahwa saya telah bertunangan dengannya, dan bahwa dia akan menagih janji saya suatu saat nanti. Rasanya aneh, membicarakan hal seperti itu menjelang pernikahan kami, tapi apa yang kemudian terjadi membuat saya mengerti maksudnya".

"Ya, begitulah. Jadi menurut Anda, dia telah mengalami musibah yang tak terduga itu?"

"Ya, sir. Saya yakin dia sudah merasakan akan datangnya bahaya itu, karena kalau tidak, dia pasti takkan berbicara seperti itu kepada saya sebelumnya. Lalu, menurut saya, apa yang ditakutkannya itu benar-benar jadi kenyataan."

"Tapi, Anda tak tahu musibah macam apakah itu?"

"Tidak."

"Satu pertanyaan lagi. Bagaimana ibu Anda menghadapi semua ini?"

"Dia marah, dan mengatakan pada saya sebaiknya masalah ini tak diungkit-ungkit lagi."

"Dan ayah Anda? Apakah Anda mencentakan semua itu kepadanya?"

"Ya, dan nampaknya dia sepaham dengan saya, bahwa pasti telah terjadi sesuatu, dan bahwa menurutnya Hosmer pasti akan mengirim kabar kepada saya. Dia juga menambahkan, apa untungnya seorang pria mengajak saya menikah lalu meninggalkan saya begitu saja? Seandainya dia telah meminjam uang saya, atau kalau dia sudah menikah dengan saya dan menguasai uang saya lalu dia baru menghilang, itu cukup beralasan Tapi Hosmer tak pernah mengalami kesulitan keuangan, dan tak pernah berminat pada uang saya sedikit pun. Jadi, apa yang telah terjadi, ya? Dan mengapa dia tak kunjung mengirim berita? Oh, saya jadi hampir gila kalau memikirkan hal itu! Dan saya tak bisa tidur barang sekejap pun kalau malam." Dia menarik sebuah saputangan kecil dari sarung tangannya dan mulai menangis tersedu-sedu.

"Saya akan menangani kasus Anda," kata Holmes sambil berdiri, "dan saya yakin kami akan berhasil. Percayakan masalah ini pada saya sekarang, dan jangan Anda pikirkan lagi. Dan yang paling penting, lupakan saja Mr. Hosmer Angel dan apa yang telah diperbuatnya kepada Anda."

"Kalau begitu, menurut Anda, saya tak akan bertemu dengannya lagi?"

"Saya kuatir, begitulah adanya."

"Lalu apa yang telah terjadi pada dirinya?"

"Saya akan mencari jawaban atas pertanyaan Anda itu. Saya perlu gambaran dirinya secara saksama, dan surat surat yang dikirimnya kepada Anda."

"Saya memasang iklan di surat kabar Chronicle hari Sabtu yang lalu," katanya. "Saya bawa iklan itu bersama keempat surat darinya."

"Terima kasih. Dan alamat Anda?"

"31 Lyon Place, Camberwell."

"Saya tahu Anda tak punya alamat Mr. Angel. Di mana alamat kantor ayah Anda?"

"Westhouse & Morbank, importer anggur merah Prancis yang cukup besar. Alamatnya di Fenchurch Street."

"Terima kasih. Penuturan Anda jelas sekali. Tinggalkan surat-surat itu di sini, dan ingat pesan saya. Biarlah semua kejadian ini menjadi buku yang tertutup rapat, dan jangan sampai mempengaruhi kehidupan Anda."

"Anda baik sekali, Mr. Holmes, tapi saya tak mungkin bisa melakukan pesan Anda. Saya akan tetap setia pada Hosmer. Kalau suatu saat dia kembali, saya akan siap menerimanya."

Walaupun topinya gila-gilaan dan wajahnya hampa, tak bisa tidak kami mengagumi keyakinannya yang lugu dan mulia itu. Dia menaruh surat-surat itu di meja, lalu meninggalkan ruangan kami sambil berjanji bahwa dia akan datang lagi kalau Holmes memanggilnya.

Sherlock Holmes duduk terdiam selama beberapa menit, jari-jarinya tetap terkatup, kakinya diselonjorkannya, dan pandangannya menghunjam ke langit-langit ruangan. Lalu, diambilnya pipa tanah liat yang berminyak dari rak di atasnya. Pipa inilah penasihatnya. Setelah menyulutnya, dia kembali duduk sambil menyandarkan bahunya di kursi. Lingkaran-lingkaran asap yang tebal dan berwama biru mengepul di atas wajahnya yang nampak lesu.

"Wanita itu merupakan objek penyelidikan yang menarik," katanya. "Dirinya lebih menarik dari masalahnya yang cuma sepele dan klasik. Kau akan banyak menemukan kasus-kasus semacam itu kalau kauperiksa kartu indeksku yang menunjukkan nama Andover '77, dan lagi pada The Hague tahun lalu. Idenya kuno tapi ada satu-dua rincian yang baru bagiku. Namun dari diri wanita itulah lebih banyak kutarik pelajaran."

"Kau nampaknya memperoleh banyak hal dari penampilannya, yang tak kelihatan olehku," komentarku.

"Bukannya tak kelihatan, tapi kaulah yang tidak memperhatikan, Watson. Kau tak tahu mana yang perlu dilihat, sehingga semua hal yang penting terlewatkan olehmu. Aku tak akan pernah bisa menyadarkanmu betapa pentingnya memperhatikan lengan baju, kuku jempol, atau pun tali sepatu. Nah, apa yang kaudapatkan dari penampilan wanita itu? Jelaskanlah."

"Yah, dia memakai topi jerami yang lebar berwarna abu-abu kebiruan dengan hiasan bulu merah bata. Jaketnya hitam, bertaburkan manik-manik dan hiasan pinggir berwarna hitam pula. Gaunnya coklat, lebih gelap dari warna coklat kopi. Bagian leher dan lengan gaun itu berhias-kan bulu-bulu ungu. Sarung tangannya keabu-abuan, dan pada bagian telunjuk kanannya robek. Aku tak memperhatikan sepatunya. Dia mengenakan anting-anting emas kecil berbentuk bulat yang menggantung di telinganya. Penampilannya bak orang kaya, tapi gayanya santai, seenaknya, dan agak kampungan."

Sherlock Holmes bertepuk tangan dengan lembut sambil tergelak.

"Hebat, Watson, kau telah mengalami kemajuan besar. Kau benar-benar telah melakukan pengamatanmu dengan baik. Memang benar, hal-hal yang penting telah terlewatkan olehmu, tapi paling tidak kau telah tahu cara kerjanya, dan kau sangat peka terhadap warna. Jangan percaya pada kesan-kesan umum, teman, tapi carilah hal-hal yang terperinci. Kalau aku, yang pertama kali kuperhatikan dari seorang wanita adalah lengan bajunya. Sedang pada pria, mungkin lebih baik memperhatikan lutut celananya dulu. Sebagaimana kau lihat wanita ini berhiaskan bulu di lengan bajunya, dan hal ini meninggalkan jejak yang penting. Ada dua lekukan agak di atas pergelangan tangannya. Ini jelas m nunjukkan bahwa dia seorang juru ketik, karena di bagian itulah tangannya menekan meja. Seandainya dia sering menjahit dengan mesin jahit yang masih dijalankan dengan tangan, bisa juga timbul lekukan seperti itu, tapi hanya di tangan sebelah kiri dan agak lebih jauh dari ibu jari. Tapi itu tak terjadi. Aku lalu memperhatikan wajahnya, dan kulihat ada tanda bekas kacamata di hidungnya. Itulah sebabnya aku lalu berkesimpulan bahwa dia menderita rabun dekat, dan pekerjaannya mengetik. Ternyata dugaanku membuatnya terheran-heran."

"Aku juga heran tadi."

"Tapi, bukankah hal itu sangat jelas terlihat? Kemudian aku lebih tertarik untuk memperhatikan sepatunya. Walaupun sepatu itu cocok pasangannya tapi ada yang aneh. Yang satu ada semacam hiasan penutup di depannya, sedangkan yang sebelahnya tidak. Yang satu hanya dua dari lima kancing bagian bawahnya yang dikatupkan, sedangkan sebelahnya ada tiga kancingnya yang dikatupkan, yaitu kancing yang pertama, ketiga, dan kelima Nah, kalau kau melihat seorang wanita muda yang pakaiannya rapi, tapi sepatunya aneh begitu, yaitu tak sepenuhnya dikatupkan kancingnya, kesimpulannya pasti karena dia sedang terburu-buru."

"Lalu apa lagi?" tanyaku dengan penuh minat, sebagaimana biasanya kalau dia sedang me ngemukakan kesimpulan-kesimpulannya yang jitu.

"Secara sambil lalu aku memperhatikan bahwa setelah berpakaian, dia lalu menulis sesuatu sebelum dia pergi. Kau lihat kan, bahwa sarung tangannya robek di bagian telunjuk kanannya? Tapi kau tak memperhatikan bahwa ada bekas tinta pada kaus tangan dan jarinya. Jadi waktu menulis tadi, dia amat terburu-buru sehingga terlalu dalam memasukkan penanya ke botol tinta. Bekas tinta itu pasti baru saja sejak tadi pagi, karena bekasnya begitu kentara di jarinya. Semua rincian ini menyenangkan, ya, walaupun sepele-sepele saja? Tapi aku harus segera kembali bekerja, Watson. Tolong bacakan iklan yang berhubungan dengan Mr. Hosmer Angel itu!"

Sobekan iklan itu kudekatkan ke lampu. "Berita Kehilangan," begitu judulnya. 'Telah hilang sejak tanggal 14 pagi, seorang pria bernama Hosmer Angel. Tinggi badan kira-kira 170 cm, berbadan kekar, kulit berwarna pucat, rambut hitam, tengahnya agak botak, bercambang dan berkumis lebat, berkacamata hitam, dan bicaranya lembut Terakhir terlihat mengenakan jas panjang hitam berlapis sutera, dengan rompi hitam, rantai emas bermerek Albert, celana wol abu-abu buatan Harris, dan bersepatu lars coklat dengan elastik di pinggirnya. Bekerja di sebuah kantor di Leadenhall Street. Kalau ada yang bisa memberikan keterangan... dst."

"Penjelasan iklan itu ada manfaatnya," kata Holmes. "Sedangkan surat-surat itu," lanjutnya sambil menoleh ke meja, "tak ada yang luar biasa. Tak memberi penjelasan apa-apa tentang Mr. Angel, kecuali bahwa dia pernah sekali mengutip kata kata Balzac. Tapi ada satu hal yang menarik yang pasti akan membuatmu terkejut."

"Surat-surat itu ternyata diketik," komentarku.

"Bukan cuma itu, tapi tanda tangannya pun diketik. Coba lihat tulisan 'Hosmer Angel' yang kecil dan rapi di bagian bawah. Ada tanggalnya, tapi tak ada alamat yang jelas. Hanya disebutkan Leadenhall Street. Bahwa tanda tangannya diketik, itu pasti memberikan suatu petunjuk, bahkan kita bisa menarik kesimpulan dari hal itu."

"Kesimpulan apa?"

'Sobatku, masakan kau masih tak tahu betapa pentingnya hal itu sehubungan dengan kasus yang sedang kita tangani?"

"Apa, ya? Mungkin agar penulis surat itu bisa menyangkal bahwa dia ah yang menandatangani surat itu, kalau-kalau dia melanggar sesuatu yang dijanjikannya daiam surat itu."

"Bukan. Bukan itu maksudnya. Tapi biar aku menulis dua pucuk surat yang akan menyelesaikan masalah ini. Satu surat akan kutujukan kepada sebuah kantor di City (City = bagian kola London yang tertua, yang merupakan pusat perdagangan dan keuangan –pent), yang satunya lagi kepada ayah tin wanita muda itu, Mr. Windibank, yang isinya meminta agar dia datang kemari jam enam sore besok. Kita akan berhubungan bisnis dengannya. Dan sekarang, Dokter, tak ada lagi yang bisa kita lakukan sampai kita menerima balasan kedua surat itu. Jadi untuk sementara kita lupakan saja masalah ini."

Aku benar-benar mengagumi kemampuan temanku dalam mempertimbangkan suatu masalah dan kecepatannya bertindak seperti saat ini, aku yakin dia sudah menemukan pemecahan atas kasus ini, dilihat dari sikapnya yang meyakinkan dan santai. Hanya sekali dia pernah gagal, yaitu dalam kasus foto Raja Bohemia yang disimpan oleh Irene Adler. Mengingat dia berhasil memecahkan kasus-kasus aneh macam Sign of Four dan Study in Scarlet, aku berani memastikan bahwa cuma kasus-kasus yang betul-betul misterius yang tak mampu ditanganinya.

Kutinggalkan temanku yang masih asyik menyedot pipanya di kamarnya. Aku yakin, besok sore kalau aku menemuinya lagi, dia pasti akan sudah menemukan petunjuk tentang hilangnya pengantin laki-laki yang seharusnya bersanding dengan Miss Mary Sutherland itu.

Waktu itu aku pun sedang menghadapi kasus berat dengan seorang pasienku. Sepanjang hari keesokan harinya, aku harus menungguinya. Baru pada hampir jam enam sore aku bebas dari tugasku. Aku langsung memanggil kereta, dan menuju ke Baker Street. Aku merasa cemas, jangan-jangan aku sudah terlambat untuk mendampingi temanku pada saat dia membongkar misteri kecil itu. Tapi ketika sampai di sana, Sherlock Holmes kudapati masih sendirian di kamamya, dalam keadaan setengah tertidur. Tubuhnya yang jangkung dan kurus melingkar di kursi. Sederet botol dan tabung percobaan kimia, dan bau asam chlorida yang menyengat di sekitarnya, menunjukkan bahwa telah sepanjang hari dia menekuni kegiatan kimia yang sangat disukainya itu.

"Nah, apakah kau sudah berhasil menyelesaikannya?" tanyaku ketika aku masuk ke kamarnya.

"Ya, sudah. Hasilnya 'barit-bisulfat'."

"Bukan, bukan. Maksudku, misteri itu" teriakku.

"Oh, itu! Kukira kau menanyakan tentang garam kimia yang kuhasilkan. Tak ada misteri dalam kasus itu. Cuma beberapa rinciannya saja yang cukup menarik. Kemarin sudah kukatakan itu, kan? Hanya sayangnya, hukum takkan bisa menangkap pelaku kejahatan itu "

"Siapa penjahatnya? Dan untuk apa Mr. Angel itu meninggalkan Miss Sutherland begitu saja?"

Pertanyaanku masih belum selesai, dan Holmes belum sempat menjawab apa-apa, ketika kami mendengar langkah-langkah berat di luar, lalu ketukan di pintu kamar kami.

"Ini pasti ayah tiri wanita itu, Mr. James Windibank," kata Holmes. "Dia membalas suratku dan berjanji akan kemari pada jam enam. Silakan masuk!"

Pria yang memasuki ruangan kami berbadan tegap, namun tingginya sedang-sedang saja. Umurnya tiga puluhan, wajahnya tercukur bersih, kulitnya pucat, gayanya lemah lembut tapi licik dan matanya yang tajam berwarna abu abu. Dia menatap kami satu per satu dengan penuh tanda tanya, menaruh topinya yang berkilauan di meja samping, dan setelah membungkuk sejenak, dia mengambil tempat duduk yang terdekat.

"Selamat sore, Mr. James Windibank," kata Holmes. "Saya rasa Andalah yang menulis surat ketikan ini, yang menyatakan bahwa Anda akan datang jam enam!"

"Ya, sir. Maaf, saya agak terlambat. Maklumlah banyak urusan yang harus saya tangani. Saya juga minta maaf karena Miss Sutherland telah merepotkan Anda dengan masalah kecil ini, karena menurut saya sebenarnya dia tak perlu menceritakan hal ini kepada orang lain. Saya sudah mencegahnya agar tak usah menemui Anda, tapi sebagaimana Anda pun tentunya sudah memahami juga, dia itu gadis yang emosional dan gampang menuruti kata hatinya begitu saja. Kalau sudah berniat berbuat sesuatu dia tak bisa dicegah. Tentu saja, saya tak terlalu keberatan kalau dia menemui Anda, karena Anda toh tak ada hubungannya dengan polisi. Tapi benar-benar tak enak kalau masalah keluarga sampai terbawa ke luar. Di samping itu, percuma saja semua usahanya itu, toh tak akan ada yang bisa menemukan pria bernama Hosmer Angel itu. Bukankah demikian?"

"Justru sebaliknya," kata Holmes dengan kalem, "saya sangat yakin akan berhasil menemukan Mr. Hosmer Angel."

Mr. Windibank terkejut sekali mendengar hal itu sampai sarung tangannya terjatuh ke lantai. "Wah, saya senang sekali mendengarnya," katanya.

"Kalau Anda perhatikan," lanjut Holmes, "setiap mesin tik itu unik, masing-masing mempunyai ciri tersendiri sama halnya dengan tulisan tangan manusia. Tak ada dua mesin tik yang hasil tulisannya persis sama, kecuali kalau mesin-mesin itu betul-betul baru. Misalnya, ada yang beberapa hurufnya tak sejelas huruf lainnya, dan ada beberapa huruf yang hanya jelas sebagian. Nah, coba lihat surat Anda ini, Mr. Windibank. Semua huruf 'e'-nya tak jelas, dan semua huruf 'r'-nya terputus di bagian ekornya. Ada empat belas ciri lain, tapi dua itu yang paling mencolok."

"Semua surat di kantor saya ditulis dengan mesin tik yang satu ini, tak heran kalau beberapa hurufnya kurang jelas karena terlalu sering dipakai," jawab tamu kami sambil menatap Holmes dengan matanya yang tajam dan bersinar-sinar.

"Dan sekarang, saya mau menunjukkan hasil penyelidikan saya yang sangat menarik, Mr. Windibank," lanjut Holmes. "Mungkin kapan-kapan saya akan menulis risalah tentang mesin tik dalam hubungan dengan tindakan-tindakan kriminal. Sudah cukup lama saya menekuni hal begituan. Nah, saya mempunyai empat surat yang dtkinm oleh orang yang menghilang itu. Keempatnya, semua huruf 'e'-nya tak jelas dan semua huruf 'r'-nya terputus di bagian ekornya. Dan kalau Anda melihatnya di bawah kaca pembesar, maka empat belas ciri lainnya yang tadi saya kata kan juga cocok semua."

Mr. Windibank terlompat dari kursinya, dan memungut topinya. "Saya tak mau buang-buang waktu hanya membicarakan hal-hal yang tak masuk akal ini, Mr. Holmes," katanya. "Kalau Anda bisa menangkap pria itu, tangkaplah, dan kabari saya."

"Pasti," kata Holmes sambil melangkah ke depan dan mengunci pintu kamarnya. "Nah, kalau begitu saya ingin memberitahukan bahwa saya telah menangkap orang itu!"

"Apa? Mana dia?" teriak Mr. Windibank. Wajahnya menjadi pucat pasi dan dia melongok-longok ke sekeliling ruangan bagaikan tikus yang telah masuk perangkap.

"Oh, tak perlu berpura-pura lagi..., percuma," kata Holmes dengan sopan "Anda tak mungkin menghindar lagi, Mr. Windibank. Sudah tertangkap basah, kok. Dan Anda menghina saya dengan mengatakan bahwa saya tak mungkin bisa memecahkan masalah yang sepele begjni. Begitulah! Silakan duduk lagi, dan mari kita bicarakan masalah ini."

Tamu kami menjatuhkan dari kursi dengan wajah ketakutan dan keringat membasahi dahinya. "Saya... saya tak bisa dituntut di pengadilan," katanya terbata-bata.

"Memang. Tapi bagiku, Windibank, perbuatanmu itu benar-benar kejam, egois, keji, dan picik. Nah, sekarang biarlah aku memerinci rangkaian peristiwanya, dan kalau ada yang tak cocok silakan perbaiki."

Pria itu terperenyak di kursinya, kepalanya tertunduk, bagaikan orang yang benar-benar hancur lebur. Holmes menginjakkan salah satu kakinya di sudut perapian sambil menyandar. Kedua tangannya dimasukkannya ke saku celananya, lalu dia mulai berkisah, seolah-olah kepada dirinya sendiri dan bukannya kepada kami yang mendengarkannya.

"Ada seorang pria menikah dengan seorang wanita yang umurnya jauh lebih tua dari dirinya, demi uang," katanya. "Dia enak-enak hidup dengan uang yang seharusnya menjadi milik anak perempuan tirinya, selama gadis itu tinggal bersama mereka. Jumlah uang itu cukup banyak bagi orang-orang sederajat mereka, dan tanpa uang itu payahlah hidup mereka. Jadi, harus diupayakan agar dana itu tetap mengalir seperti biasa. Gadis itu sangat baik hatinya, hangat, dan penuh kasih sayang. Maka bisa dimengerti kalau tak lama lagi dia pasti akan mendapat pasangan hidup. Kalau dia menikah, maka.dana seratus pound itu tak akan didapat lagi oleh ibu dan ayah tirinya. Mereka lalu berusaha menghalanginya. Bagaimana caranya? Ayah tiri itu melarangnya bepergian dan bergaul dengan teman-teman sebayanya. Tapi dia pun menyadari bahwa hal itu tak akan berlangsung lama. Gadis itu mulai berontak, karena dia sadar akan hak-haknya, dan malah dia nekat mau pergi ke pesta dansa. Lalu, apa yang dilakukan ayah tiri yang cerdik itu? Dia membuat rencana yang hebat secara rasio, tapi sungguh tak berperikemanusiaan. Dengan bantuan istrinya dia menyamar. Matanya ditutupi dengan kacamata gelap, wajahnya ditempeli kumis dan jenggot, suaranya dibuat lemah seperti suara orang berbisik, dan semua penyamarannya itu menjadi lebih mudah karena gadis itu menderita rabun dekat. Lalu jadilah dia Mr. Hosmer Angel, dan mulai memainkan perannya sebagai seorang kekasih."

"Kami cuma bergurau pada awalnya," rintih tamu kami. "Kami sama sekali tak menduga bahwa gadis itu akan terhanyut."

"Mungkin saja. Tapi ternyata gadis itu benar-benar terpikat. Dan karena dia tahu ayah tirinya sedang berada di Prancis, maka dia tak merasa curiga sedikit pun. Dia terkesan oleh perhatian sang kekasih, lebih-lebih lagi ibunya pun ikut mengagumi pria itu. Lalu Mr. Angel mulai berkunjung, karena hubungan mereka harus diusahakan seakrab mungkin, kalau ingin berhasil. Mereka saling bertemu, berjalan-jalan berdua, bertunangan, sehingga perhatian gadis itu hanya tercurah pada pria idaman hatinya itu. Tapi penyamaran itu tak bisa berlangsung untuk selamanya. Kunjungan pura-pura ke Prancis yang sering dilakukan sang ayah pasti lama-kelamaan akan agak mencurigakan. Penyamaran ini harus diakhiri secara dramatis sehingga akan meninggalkan kesan yang sangat mendalam pada diri sang gadis, supaya dia tak akan punya minat untuk mendekati pria lain. Maka mereka pun, mengikrarkan janji setia di atas Al-kitab, juga sang pria lalu mengoceh macam-macam pada pagi hari sebelum pemberkatan pernikahan yang direncanakan di gereja itu. James Windibank ingin agar Miss Sutherland benar-benar merasa terikat pada Hosmer Angel yang nasibnya akan dibuat tak menentu itu, sehingga paling tidak selama sepuluh tahun kemudian, gadis itu tak akan berkencan dengan pria lain. Pria itu tega-teganya menggiring gadis itu sampai pintu gerbang gereja, lalu karena dia tak mungkin bertindak lebih jauh lagi, dia menghilang begitu saja dengan cara yang sudah usang, yaitu naik ke kereta, tapi lalu melompat keluar dari pintu lain. Kurasa begitulah jalan ceritanya, Mr. Windibank!"

Rupanya rasa percaya diri tamu kami sedikit demi sedikit pulih sementara Holmes berkisah tadi. Kini ia bangkit dari kursinya sambil menyeringai dingin. "Bisa saja begitu, tapi bisa juga tidak, Mr. Holmes," katanya "tapi kalau Anda memang jeli, Anda pun akan merasa bahwa justru Andalah yang sedang melanggar hukum, bukan saya. Sejak awal saya tak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum, tapi kalau Anda tak mengizinkan saya pergi dari kamar ini karena pintunya Anda kunci, Anda bisa dituduh telah melakukan penganiayaan dan penahanan secara tidak sah."

"Kaubilang, hukum tak bisa mengejarmu," kata Holmes sambil membuka kunci, lalu membuka pintu kamarnya, "tapi kau pantas dihukum. Saudara atau teman gadis itu boleh saja memecut punggungmu. Sialan, kau," lanjutnya dengan, wajah merah padam ketika melihat tamunya menyeringai. "Ini memang bukan bagian dari tugas yang harus kulakukan demi klienku, tapi kebetulan ada cemeti disini, dan rasanya aku ingin melakukan ini demi..." Dia maju dua langkah untuk menggapai cemetinya, tapi sebelum dia berhasil meraihnya terdengar suara gedebag-gedebug di tangga, lalu suara pintu depan dibanting, dan dari jendela kamar kami bisa melihat Mr. James Windibank lari terbirit-birit meninggalkan tempat kami.

"Dia itu bajingan berdarah dingin!" kata Holmes sambil tertawa. Dia kembali duduk di kursinya. "Dia tak akan berhenti berbuat jahat sampai dibawa ke tiang gantungan. Kalau dipikir-pikir, kasus ini menarik juga."

"Aku masih tetap tak mengerti bagaimana kau bisa mendapatkan semua kesimpulanmu itu," gumamku.

"Yah, tentu saja sejak awal sudah jelas bahwa tindakan Mr. Hosmer Angel yang aneh ini didorong oleh tujuan tertentu. Dan cukup jelas pula bahwa orang yang mendapatkan keuntungan dari semuanya ini adalah sang ayah tiri itu. Lalu ternyata dua pria itu tak pernah terlihat pada saat yang bersamaan. Salah satu muncul di saat yang lain menghilang. Bukankah kita bisa mengambil kesimpulan dari kenyataan ini? Lalu kacamata gelap dan suaranya yang aneh itu. Bukankah itu tanda adanya penyamaran? Ditambah lagi dengan jenggot lebat. Kecurigaanku makin memuncak dengan _munculnya tanda tangan yang diketik itu. Artinya, tulisan tangannya pasti akan dikenali oleh gadis itu. Fakta-fakta yang saling terpisah, ditambah dengan detail-detail lainnya, semuanya memberi petunjuk ke arah yang sama."

"Dan bagaimana kau membuktikan semua itu?"

"Setelah menemukan tersangka, tak sulit bagiku untuk menguatkan semua teoriku. Aku tahu alamat kantor tempat Mr. Windibank bekerja. Setelah mendapatkan gambaran tentang orang bernama Hosmer Angel itu, aku mulai menghilangkan apa-apa yang mungkin dipakai sebagai alat penyamaran—jenggot, kacamata, suara, dan lalu hasilnya kukirim ke kantor itu. Aku minta agar mereka memberitahuku kalau gambaran orang yang kuberikan cocok dengan salah satu pegawai bagian penjualan mereka. Aku pun mengamati keunikan mesin tik itu, lalu kusurati Mr. Windibank, memintanya datang kemari. Surat itu kualamatkan ke kantornya. Seperti yang kuharapkan, balasan darinya diketik, dan ternyata hasil ketikan itu menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan surat Mr. Hosmer Angel. Surat lain kuterima dari PT. Westhouse & Marbank yang beralamat di Fenchurch Street, yang mengabarkan bahwa gambaran yang kuberikan cocok sekali dengan pegawai mereka yang bernama James Windibank. Nah, kan?"

"Bagaimana dengan Miss Sutherland?"

"Kalau kuceritakan padanya dia pasti takkan percaya. Ingatkah kau akan pepatah Persia kuno yang mengatakan, 'Bahaya sekali merenggut anak singa dari induknya, sama bahayanya dengan merenggut angan-angan indah dari seorang gadis.' Masuk akal juga apa yang dikatakan oleh Hafiz itu, dia memang sama bijaknya dengan Horace."[]

Teks | Pic

0 komentar