Monday, November 26, 2012

Cerpen Horor: Di Rumah Joys

Jogja, 2010. 

Malam itu, aku dan tiga kawanku yang rada aneh berencana latihan band. Karena, Joys masih sekolah sampai sore, aku disuruh menunggu di rumah Joys. Terus nanti nyamper ke rumah Milo, karena rumah dia agak jauhan dari rumah aku. Waktu jam menunjukkan pukul 4 sore, aku berangkat ke rumah Joys. Sesampainya di sana, ternyata orang tua Joys sudah menanti kedatanganku. Lantaran mereka mau pergi dan aku disuruh menjaga rumah mereka sambil menunggu Joys pulang. Sebelum orang tua Joys pergi, mereka berpesan padaku.

"Chucky, kamu nunggu Joys di atas aja ya. Soalnya di bawah enggak ada hiburan. Di atas ada PS3, DVD, atau kalau kamu mau akses internet juga bisa. Kalau kamu laper tinggal ke bawah aja, om sedia banyak makanan kok. Tapi..." bapaknya Joys berhenti bicara.

"Tapi, kenapa om?" tanyaku.

"Hmm, kalau ada suara-suara aneh cuekin aja ya..."

Glek. Aku menafsir ada sesuatu yang tak "enak" di rumah ini. Aku melihat jam di tangan, sekitar sejam lagi Joys pulang sekolah. Tak apalah, pikirku, lagipula dapat makanan dan bisa mainan PS3 gratis. Kapan lagi?

"Beres om," pungkasku meyakinkan orang tua Joys.

Mereka pun pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai mobil sedan Jazz yang mereknya berlogo H. Sepeninggalnya mereka, aku masuk rumah. Sebelum bercerita lebih lanjut, aku jelasin dulu rumah Joys.

Rumah Joys terletak di komplek yang jalan masuknya banyak. Di antara jalan masuk itu, hanya satu jalan yang rada enggak enak untuk dilewati. Jalan itu, masuknya melewati lapangan basket dan tenis kompleks. Yang kemudian, bisa disusuri lewat jalan setapak di mana ada sebuah rumah kosong rusak yang ada pohon besar membengkok ke arah jalan setapak itu. Jadi, andai kita melewati jalan setapak itu, secara otomatis kita bakal lewat di bawah ranting-ranting pohon tersebut. Suasana jalan itu memang bikin tak nyaman hati. Beberapa kali lewat setapak itu, aku "diberi lihat" sesosok orang duduk-duduk di atas pohon itu. Entah siapa. Beberapa meter dari pohon, ada sebuah rumah kosong lagi yang parah banget hancurnya.

Sesuai anjuran dari orang tua Joys, aku langsung ke atas. Kemudian menyalakan PS3, memainkan Fifa 13 yang lagi keluar. Aku segera menikmati waktu lengang ini di rumah orang. Tak terasa suara adzan Magrib sudah terdengar bertalu-talu. Aku melihat jam dan waktu sudah menunjukkan pukul 5.45 WIB. Sudah lebih 45 menit dari waktu yang dijanjikan Joys untuk segera pulang. Merasa bete, aku menelepon Joys dengan BlackBerry Curve 9300 3G.

"Halo, Joys, kamu ada di mana? Aku udah di rumahmu nih. Enggak ada orang, bikin bete!" tukasku nyerocos.

"Sori. Kamu nikmatin dulu deh waktu di rumahku. Kayaknya aku pulang agak lamaan nih. Paling setengah tujuh-an."

"Oh, yaudah. Jangan lama-lama ya. Aku spooky nih di sini sendirian."

Entah kenapa, rumah Joys mendadak berubah suasana menjadi tak enak. Kamar Joys terletak di lantai atas. Pintunya menghadap utara. Sebelah barat kamar ada kamar kosong yang dijadiin gudang. Sebelah timur ruang buat pakaian kering selesai jemur. Seberang kamar Joys balkon buat jemuran dan beberapa barang-barang kuno yang aku sendiri heran kenapa masih disimpan, tidak dibuang saja. Perutku juga sudah mulai berbunyi, tanda lapar melanda. Karena itu, aku langsung turun mencari makanan. Kubuka kulkas, dan menemukan beberapa potong Pizza dan coke di sana. Langsung aku comot tanpa pikir panjang dan memakannya di meja.

Saat tengah makan, aku mendengar suara orang manggil-manggil dari atas. "Joys... Joys... Joys..." Suaranya jelas betul. Cewek. Secara refleks aku membalas panggilan itu karena pikirku itu ibu Joys yang sudah pulang. "Joys belum pulang tante."

Glek... Begitu otakku nyambung sama tindakanku. Lho, ibunya Joys kan tadi pergi sama bapaknya. Kalaupun sudah pulang, mereka pasti menemukanku, karena hanya ada satu tangga di rumah ini.

Bulu kudukku langsung merinding. Selesai makan, aku langsung naik. Yeah, walaupun takut sebetulnya. Tapi, sumpah, suasana di bawah jauh lebih menakukan ketimbang di atas. Aku sudah kehilangan mood untuk main PS lagi. Jadi aku pindah menjadi televisi aja, yang suaranya sengaja aku kecilin supaya terdengar suara orang pulang. Lagi asik-asiknya nonton TV, mendadak ada suara langkah kaki di atas genteng. Kucing? Bukan... Bukan kucing. Suara yang aku dengar jelas-jelas suara langkah orang berjalan. Aku teringat pesan ayah Joys. Kemudian, suara itu menjadi banyak. Aku mulai menyelimuti seluruh tubuhnya. Keringat dingin mulai keluar. Atmosfir kamar sangat tak mengenakkan.

"Joys... Joys... Joys..." suara cewek tadi terdengar kembali.

Aku mencoba diam. Soalnya, aku yakin itu cewek tak kasat mata. Pintu kamar diketuk. Aku diam saja. Ketukan makin diperkeras. Jantungku makin berdebar tak karuan. Tapi, aku tetap diam, tak beranjak dari kasur dan makin membenamkan tubuhku dalam selimut. Suara ketukan itu berhenti terdengar. BlackBerry Curve 9300 3G milikku berbunyi, aku melihat itu panggilan dari Joys. Oh, syukurlah.

"Chucky, bukain kamarnya dong. Aku sudah pulang nih." cerocos suara dari seberang telepon.

"Oh, yang ngetuk-ngetuk pintu kamu, Joys. Sori aku pikir."

Aku membukakan pintu. Dan kutemukan Joys berdiri di sana. Aku tersenyum lega. Namun, ketika Joys melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, aku melihat sosok cewek cebol kecil bergigi tajam meringis di depanku. Aku pingsan.[]

0 komentar