Sari terbangun dari tidurnya dan mengucek-ngucek matanya. Ia menguap terserang rasa kantuk sangat. Suara ketukan pelan dari pintu depan rumah membangunkannya.
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan pelan kembali terdengar dari pintu depan. Sari melirik jam weker yang ada di samping tempat tidurnya. Ia melihat jam 5.30 pagi.
Ia pun beranjak hendak membukakan pintunya. Ketika hendak membukakan pintu, bahunya dipegang oleh Dodi. Sari menoleh.
"Sebaiknya jangan kamu buka," ucap Dodi.
"Kenapa?" tanya Sari.
"Kamu lihat, jam berapa ini?"
Sari melihat jam dinding menunjukkan pukul 2. "Astaga!" sebut Sari.
Ternyata dirinya salah melihat jam tadi. Namun, Sari masih heran siapa yang mengetuk pintu rumahnya.
"Terus siapa tamu kita ini?" Sari bertanya lagi.
"Percayalah, dia bukan orang yang ingin kamu temui."
Sari masih bergidik jika mengingat peristiwa semalam. Andai saja ia membuka pintu, apa yang akan terjadi pada dirinya? Beragam pertanyaan dan jawaban timbul di kepalanya. Dan kesemuanya jelek. Sari tidak suka
akan hal itu. Padahal kejadian semalam bukanlah kejadian pertama kali. Sudah beberapa kali kejadian serupa terjadi, sejak ia pindah ke rumah kontrakan ini beberapa bulan silam. Entah, kenapa dirinya selalu saja berusaha untuk membuka pintu.
Beruntung Mas Dodi selalu ada dan mencegahnya. Semisal Mas Dodi tak ada? Sari tidak mau melanjutkan pikirannya sendiri. Namun, apa yang dikhawatirkan Sari kemudian menjadi kenyataan. Sebagai seorang satpam, tiba juga giliran bagi Mas Dodi mendapat shift malam.
"Mas kapan pulangnya?" tanya Sari cemas.
"Jam 5-an paling," sahut Dodi seraya memakai sepatu bootsnya. Sari terdiam. Raut wajahnya menampakkan kegelisahan. "Kenapa?" tanya Dodi.
"Hmm..."
"Nanti kalau ada ketukan lagi kamu jangan bukain pintunya yah," jawab
Dodi seperti tahu apa yang dipikirkan istrinya.
Jujur saja, ditinggal sendirian kerja oleh suami malam-malam bukanlah sebuah pilihan. Dan hal ini sebenarnya membuat hati Sari kecut juga. Apalagi setelah kejadian itu. Tapi, mau bagaimana lagi. Tidak ada yang bisa dilakukannya. Selain pasrah dan sabar menjalani hal ini.
"Ingat, jangan dibuka pintunya. Selama kamu nggak mbuka pintu, dia nggak akan bisa melakukan apapun selain mengetuknya selama tiga kali. Itu saja."
Sari teringat pesan suaminya. Hanya saja, butuh nyali yang lebih untuk melewati suatu malam sendirian di rumah kontrakan baru. Dan nyali lebih itu dibutuhkan malam ini!
***
Tok. Tok. Tok.
Sari terbangun dari tidurnya dan mengucek-ngucek matanya. Ia menguap terserang rasa kantuk sangat. Suara ketukan pelan dari pintu depan rumah membangunkannya.
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan pelan kembali terdengar dari pintu depan. Sari melirik jam weker yang ada di samping tempat tidurnya. Ia melihat jam 5.30 pagi. Sari pun segera tersadar bahwa yang mengetuk pintu depan rumah adalah suaminya. Seketika itu juga ia beranjak dari tidurnya untuk membukakan pintu depan.
Tok. Tok. Tok.
"Sabar, Yah," ucap Sari ketika mendengar ketukan itu lagi. Sari memutar kunci pintu ke arah kanan. Kemudian menggerakkan tuas pintu ke arah bawah. Begitu pintu terbuka, Sari terkejut bukan alang-kepalang. Matanya melotot! Yang ditemuinya bukanlah Dodi suaminya, melainkan sesosok makhluk tinggi besar, berbulu, bergigi besar dan matanya merah menatap nyalang ke arahnya.
Sari mundur beberapa langkah ke dalam rumah. Dengan cepat makhluk itu menangkap Sari. Kemudian membopongnya di atas pundak kanannya. Sari meronta-ronta dan memukul-mukuli punggung makhluk itu. Hanya saja, pukulan itu seolah tak berarti apa-apa baginya. Makhluk itu tetap berjalan. Sari berteriak-teriak meminta tolong. Suaranya hilang ditelan kegelapan malam bersama langkah makhluk itu.
Saat itu jam masih menunjukkan pukul 2.
0 komentar