Friday, May 31, 2013

Cerita Naik Angkot Siluman

Halah, dianter nganggo opo? Dianter nganggo katil?” (terjemahan bebas: Halah, mau diantar pake apa? Dianter pake keranda mayat?!”

Semua orang yang ada di situ tertawa.

Maksud pernyataan Bu Agnyanawati itu bercanda. Namun, bercandanya tidak tepat karena pas Maghrib yang merupakan titik pergantian antara siang dan malam. Konon waktu keluarnya makhluk-makhluk kasat mata (setan) dari persembunyiannya.

***

Ba’da Maghrib, semua karyawan kembali bekerja. Maklum saja, saat itu di pabrik rotan sedang ada lemburan mengejar setoran produksi barang yang akan dikirim dua hari lagi. Selang satu jam kemudian, ada tiga karyawan yang undur diri lebih dulu karena ada keperluan. Mereka adalah Bu Arimbi, Bu Srengganawati, dan Bu Agnyanawati. Lantaran mereka tidak pulang sesuai jadwal, maka mereka pulang naik angkot.

Sewaktu ketiganya keluar dari pintu pabrik, di pinggir jalan sudah ada sebuah angkot jurusan Gunung Sari-Plered sedang ngetem. Tanpa pikir panjang mereka langsung naik angkot itu. Karena, ketiga searah. Di dalam angkot, mereka langsung ngobrol ngalor ngidul.

Di tengah jalan, angkot yang dinaiki ketiganya berhenti dan menaikkan dua penumpang yang agak aneh. Selagi Bu Agnyanawati berbicara panjang lebar mengenai anaknya yang suka membuat cerita pendek, Bu Arimbi dan Bu Srengganawati saling pandang. Mereka punya kesan yang sama tentang dua penumpang yang baru saja naik. Pucat, berambut panjang, dan… menyeramkan.

Saat angkot kembali bergerak, dan pemandangan di luar jendela hanya gelap dan bayangan-bayang putih, Bu Agnyanawati merasa dirinya dicuekin kedua temannya.

Eh, kalian ki gek ngopo? Tak critani malah meneng wae.” (terjemahan bebas: “Eh, kalian sedang apa? Aku cerita kalian malah diam aja.”)

Bu Arimbi dan Bu Srengganawati tidak menggubris perkataan Bu Agnyanawati. Kedua sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri.

Namun, akhirnya Bu Agnyanawati menyadari ada yang tidak beres dengan dua penumpang itu. “Dua penumpang itu kok aneh sekali,” bisik Bu Agnyanawati kepada Bu Arimbi yang duduk persis di sebelahnya.

“Angkotnya juga rasanya aneh, Bu, serasa melayang,”sahut Bu Arimbi.

“Melayang?” Bu Agnyanawati terkejut.

Semua hening. Merasa ketakutan.

Bu Srengganawati angkat bicara, “Dari tadi nggak nyampe-nyampe.”

Bu Arimbi refleks berkata, “LA ILLA HA ILLALLAH!”

Tiba-tiba mereka sudah ada di depan Pasar Plered. Di sana sudah banyak pedagang menggelar lapak mereka. Hari sudah pagi! Tiga ibu-ibu itu langsung bingung. Bagaimana bisa mereka sampai di situ dalam waktu hampir semalaman. Jarak antara pabrik tempat kerja mereka dengan tempat mereka sekarang berada hanya sekitar dua kilometer.

Bu Arimbi dan Bu Srengganawati berteriak keras begitu mengetahui temannya Bu Agnyanawati tidak sadarkan diri. Mereka ditolong orang-orang yang ada di sekitar situ pulang ke rumah.

***

Tiga hari tiga malam Bu Agnyanawati masih seperti orang linglung. Ia seolah tidak mengenal dirinya sendiri. Seorang Kyai diundang keluarga Bu Agnyanawati untuk mengobati Bu Agnyanawati. Setelah didoai dan meminum air putih berisi doa, secara perlahan-lahan Bu Agnyanawati mulai sadar. Saat sadar itulah, ia mengisahkan semuanya.

Beruntung, Bu Arimbi mengucapkan salah satu asmaul husna saat di angkot. Jika tidak, cerita seram akan mereka alami. Mereka akan pindah ke alam lain. Hiii….[]

0 komentar